Bab 15

Jasmine Rendra mampir sebentar sepulang sekolah. Katanya mau ngobrol. Aku membuatkan minuman kopi susu istimewaku untuknya. Mulai deh dia mengeluh.

"Jackson kerja lagi akhir pekan ini."

"Yah, kan sudah kubilang, namanya juga bisnis keluarga." jawabku santai.

Kayaknya aku ini orang yang bijaksana banget dan juga sepertinya aku sudah jadi perempuan yang sok bijak. Aku nggak pernah mengatakan "bisnis keluarga" seumur hidupku.

Jasmine Rendra sepertinya tidak memperhatikan ke sok anku deh yang tiba-tiba itu, ia terus saja mencerocos. Dan aku hanya bisa mendengar mulutnya yang nggak mau diam.

"Aku nggak tahu deh. Maksudku, aku benar-benar suka dia, tapi aku juga kepingin bersenang-senang...aku nggak mau serius melulu dan memikirkan masa depan dan nggak pernah pacaran."

"Dengar Jasmine, kau ini kan pintar. Kau cantik, dunia ini ada di bawah kakimu. Memangnya kau kepingin kawin dengan cowok kue dan cake? Kalau kau terus pacaran dengannya, tahu-tahu kau sudah punya lima anak dan bangun subuh-subuh, berantem soal kue donat. Lihat saja yang terjadi dengan ibuku." kataku penuh arti.

Aku benar-benar pandai menyesuaikan diri dengan peran baruku sekarang. Lihat kan madsudku? Aku bisa mengatakan hal-hal beginian tanpa terdengar kasar. Sejauh itu Jasmine Rendra bisa memahami perkataanku, tapi kemudian ia bilang...

"Apa yang terjadi dengan ibumu?"

"Dia mendapatkan ayahku. Hidungnya besar, badannya gembrot dan kau tahu sendiri kan hidupku?" Aku menjawab dengan pasrah dan nggak berharap Jasmine Rendra menaruh belas kasihan padaku.

"Aku tahu maksudmu." kata Jasmine kemudian.

Keesokan harinya, Jasmine Rendra bubaran dengan Jackson. Pagi ini dia muncul dengan wajah murung dan mata bengkak. Aku harus menunggu sampai jam istirahat supaya bisa ngobrol dengannya.

Kami pergi ke lapangan tenis, meskipun udara dingin sekali. Tapi toh aku nggak mau mengenakan rompi. Aku bertahan dengan pakaian seragam tipisku. Yah, pokoknya Jasmine Rendra memberitahuku semuanya tentang Jackson dan bagaimana dia sekarang sudah jadi wanita kuat, wanita yang mutusin pacarnya.

"Dia sedih dan juga marah. Katanya, dia pikir kami ini cocok." kata Jasmine dengan mata sembab.

Jasmine Rendra kelihatannya mau nangis lagi. Jadi kuletakkan tanganku di bahunya. Tapi kemudian kutarik lagi. Aku nggak mau memulai gosip lesbian itu lagi.

"Jasmine, ada banyak cowok lain. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik daripada tukang kue yang punya kakak mengerikan." kataku untuk menghiburnya.

Kami berbagi kesedihan bersama. Setelah merasa tenang, kami pun pulang. Malamnya, Jasmine meneleponku lagi. Ya, Tuhan apakah ia telah melakukan hal yang benar? Aku harus membuatnya naksir orang lain lagi.

Hari ini kami kedatangan guru pengganti untuk Biologi. Bukan, maksudku bukan pengganti, tapi guru cadangan. Bukan. Maksudku bukan itu, maksudku...oh pokoknya guru murid. Dia gugup sekali dan dia rabun jauh dan kami tahu-tahu jadi sinting seperti kadang-kadang terjadi dan kami nggak bisa berhenti ketawa.

Guru murid itu, nona Devi. Memintaku memberinya pipet atau sesuatu dan aku mencoba berdiri. Tapi ternyata Ellen dan Julia telah merekatkan selotip IPA ku di pegangan-pegangan rak.

Mereka tertawa habis-habisan sehingga tidak bisa melepaskan selotip itu. Lama sekali baru aku bisa melepaskan diri. Kemudian ada saja yang dilakukan oleh teman-temanku itu.

Sepulang sekolah, Jasmine dan aku sampai di gerbang sekolah dan Robbie, Dewa Cinta! Ada di sana! Selama sesaat kusangka dia sadar bahwa aku aku aku yang diinginkannya dan bukan Lindena. Tapi dia malah memandangku dengan tatapan horor waktu aku lewat.

"Kau lihat itu? Kenapa sih dia benci banget sama aku? Oke deh, dia sudah melihat celana dalamku. Tapi itu kan bukan tindak kriminal." kataku pada Jasmine. Wajahku jutex habis.

Wajah Jasmine Rendra sedikit merah padam. Dan aku menanyakan sesuatu lagi padanya dengan penuh antusinisme.

"Kau tahu sesuatu yang tidak kuketahui?"

"Yeah, ehm...mungkin. Kurasa dia agak marah, soalnya Jackson sedih kami sudah bubaran. Dan kubilang saja sebagian karena aku curhat padamu dan katamu sebaiknya aku nggak jadian sama orang yang hidupnya di toko kue. Karena itu tidak benar-benar cukup layak bagiku. Yah, kau memang bilang begitu kan?"

Ucapan Jasmine Rendra yang gugup dan agak terburu-buru membuatku marah setelah mendengar semua jawabannya. Kucengkeram dasinya erat-erat.

"Kau bilang apa?!"

Dia hanya mengerjap-ngerjap dan wajahnya jadi merah jambu dan putih. Aku nggak percaya! Ditikam dari belakang oleh orang yang disebut sahabatku. Nggak pernah hal seperti ini terjadi di buku-buku yang berkisah tentang sahabat. Nggak heran Robbie jengkel dan bete padaku.

Hari jelek. Jassy mengusulkan sebuah permainan lagi. Jassy bilang kami harus saling memberi nilai 1-10 untuk kecantikan fisik satu sama lain. Daftarnya meliputi kulit, rambut, mata, hidung, figur, mulut dan gigi.

Kau harus menulis daftarnya dan menaruh namamu di bagian atas kertas dan kemudian memberikan kertas itu pada yang lain untuk diberi nilai. Terus seperti itu sampai kertas itu kembali padamu.

Yang ikutan, Jassy, Ali, Jasmine, Ellen dan Julia. Aku nggak mau ikutan tapi kau nggak bisa bilang tidak pada Jassy. Aku sih kurang lebih ngasih angka hampir 10 bagi siapa pun. Meskipun jelas-jelas kenyataannya adalah sebaliknya.

Contohnya, aku ngasih Ellen angka 7 untuk giginya. Tapi yang kudapatkan banyak yang parah. Hidungku dapat angka 3 bahkan nol. Aku dapat nilai paling rendah. Jasmine nyaris mendapat nilai 8 untuk semuanya dan akibatnya dia jadi nyebelin banget, seperti kalau kau dapat nilai bagus di ulangan dan itu membuatmu bersikap baik pada orang-orang yang nilainya nggak sebagus dirimu. Kami membanding-bandingkan nilai kami dalam perjalanan pulang.

"Nilaimu untuk mulut lebih bagus daripada nilaiku, Jasmine. Memangnya apa sih yang salah dengan mulutku? Kenapa mulutmu jauh lebih bagus daripada mulutku? Kau ya yang ngasih aku nilai 6? Kayaknya itu mirip tulisanmu deh." kataku untuk mengorek kebenaran. Sekarang dia sedikit salah tingkah.

"Masa sih? Nggak ah, kayaknya sih itu bukan tulisanku." jawab Jasmine yang mencoba mengelak. Lalu aku menjebaknya.

"Yah, kalau itu bukan tulisanmu, kau jelas memberiku nilai yang lebih rendah dari itu dong."

"Oh ya? Sebenarnya...ya, itu tulisanku. Ya!" Dia pun mengaku. Wajahku merah padam saking marahnya.

"Apa yang salah dengan mulutku?"

"Nggak ada. Itu sebabnya aku memberimu nilai 6."

"Tapi itu kan artinya sedang-sedang saja."

"Yah, aku tahu aku akan memberimu nilai lebih, karena aku berpikir nilainya jelas 7 atau malah 8 kalau mulutmu sedang terkatup."

"Kalau sedang terkatup?" tanyaku menahan marah.

"Yah, aku harus mempertimbangkan semuanya lagi. Begini, tentang senyummu." jawab Jasmine yang sama menahan marah.

"Memangnya kenapa senyumku?"

"Yah, waktu kau tersenyum....mulutmu besar sekali."

"Oke, deh. Ayo lanjutkan...." kataku yang masih bersabar. Meskipun hatiku mau meledak seperti bom atom.

"Yah, sepertinya mulutmu membelah wajahmu jadi dua. Yah, mulutmu membuat hidungmu tambah lebar lagi."

Aku sudah nggak tahan dengan omongan Jasmine yang sudah menjatuhkan semua figurku. Aku langsung pulang tanpa mempedulikan dirinya lagi. Sekian lama, aku menyadari diriku jelek. Tapi, hati ini sakit sekali jika sahabat baikmu sendiri tega menjatuhkanmu sampai seperti itu.

Terpopuler

Comments

April

April

Sabar viona..

2022-02-16

1

~🌹eveliniq🌹~

~🌹eveliniq🌹~

hadir kembali find the Perfect Love 💕😊 support selalu

2022-02-06

1

IG : @thatya0316

IG : @thatya0316

semangat kak

2022-01-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!