Di kamarku, di depan cermin. Melatih tersenyum tanpa membuat hidungku melebar. Nggak mungkin. Aku nggak boleh tersenyum lagi. Hatiku masih sakit. Harusnya aku nggak usah memikirkan masalah itu lagi. Tapi, otakku panas saat kepikiran betapa jahatnya Jasmine Rendra yang sudah kuanggap sahabat baikku. Aku pun meneleponnya.
"Jasmine, kau cuma ngasih aku nilai 7 untuk figurku, padahal aku memberimu nilai 8."
"Terus?" balas Jasmine dengan acuh tak acuh.
"Yah, aku memberimu 8 hanya karena kau temanku."
"Yah, aku memberimu 7 hanya karena kau temanku. Tadinya aku sih kepinginnya ngasih 6."
Mendengar jawaban ketusnya itu, telepon langsung kututup. Berani-beraninya Jasmine Rendra hanya memberiku, berapa? 7 untuk mataku? Aku memberinya 8 untuk matanya, padahal dia memiliki mata sipit yang tolol. Dan parahnya lagi, Jassy yang tolol itu kemungkinan memberiku 4,3 atau nol untuk hidungku.
Padahal aku ngasih nilai ke mereka semua tidak kurang dari 8. Tapi apa yang kudapatkan? Aku terlalu baik waktu ngasih mereka nilai segitu. Apa sih gunanya jadi orang baik?
James datang ke rumah kami. Dia akan pindah sekolah. Ayah dan ibuku sedang mempertimbangkan aku juga pindah! Aku nggak tahu kenapa mereka mau repot-repot memikirkanku juga. Aku benar-benar tidak melihat hubunganku sepelik itu dengan keluarga sepupuku itu. Kayaknya aku sedang buru-buru ke sekolah dan James berkata....
"Viona, aku nggak tahu kau sudah dengar atau belum. Tapi ada banyak siswa-siswi yang pindah sekolah dari kota ini."
"James, jangan bilang kau terpaksa harus cari bea siswa untuk sekolahku dan sebagainya. Kau kan selalu bisa menjual sayur-sayurmu kalau kita kekurangan uang." jawabku sambil berlari pergi ke sekolah, karena aku nggak mau terlambat.
Jasmine masih saja murung soal Jackson. Sekarang kami harus menghindari kota yang ada "dia" nya. Semoga saja aku nggak jadi sinting tapi Jassy memberitahuku dia menggambar macam-macam di langit-langit mulutnya dengan lidahnya. Seperti hati atau rumah kecil. Menurutku sih dia itu sableng tapi sekarang aku sudah mulai melakukannya.
Saat pulang sekolah, nggak nyangka banget. Aku ketemu cowok tetangga yang kutemui setahun lalu. Kami duduk di tembok kami sebentar. Rasanya aneh, dia satu dari satu-satunya cowok yang nggak bikin aku merasa bahwa aku harus buru-buru pergi dan memoles wajahku dengan make-up.
Aku bahkan tidak mengibaskan rambutku supaya menutupi setengah wajahku. Dan akibatnya juga setengah hidungku. Ayahku bilang kalau aku terus-terusan begitu, salah satu mataku pasti bakal buta. Lagi pula itu bikin aku kelihatan kayak anjing Peking. Tapi dia tahu apa sih? Lagian, itu kan nggak bakal ganggu siapa pun, meskipun aku kayak anjing.
Cowok tetangga itu bernama Mark dan kayaknya alasan aku nggak terlalu sadar-diri di depannya adalah karena dia punya mulut yang sangat lebar. Sumpah deh, kayak Mick Jagger. Umurnya sepantaran denganku, kira-kira 17 tahun. Dan dia sekolah di SMU kota sebelah. Sekolah pilihan.
Dia tergila-gila sepak bola, dan dia serta teman-temannya main di taman. Kayaknya sih aku pernah melihat mereka ketika aku "tanpa sengaja" mengajak Si Tom jalan-jalan ke sana. Dia bisa dibilang menarik. Mark lho, bukan Si Tom kucingku. Kecuali mulutnya.
Dia kepingin jadi pemain sepak bola dan pernah mencoba masuk ke salah satu club di kota itu. Pembicaraan yang menyenangkan, tapi aku harus mengakhirinya. Waktu aku meninggalkan tempat itu, dia berkata....
"Sampai ketemu lagi."
Oh tidak!! Ini lagi, bagian "Sampai ketemu lagi" seperti yang terjadi setahun yang lalu. Aku melihat Mark menyusuri jalan bareng teman-temannya. Ia mengedarkan pandang dan menengadah ke jendela kamar tidurku. Jadi aku harus buru-buru menunduk. Moga-moga dia tidak melihatku, soalnya aku sedang pakai masker alpukat dan selotip di rambutku supaya poniku lurus. Dia mau ke mana ya? Dia mengenakan training dan celana joging.
Mendengar ibu dan ayahku bertengkar. Oh, benar-benar sempurna. Sekarang mereka akan bercerai dan mereka sama-sama menginginkan hak asuh atas diriku. Kalau aku ikut ibu, aku akan punya akses ke make-up, pakaian dan sebagainya. Dan biasanya aku bisa membujuknya untuk mengijinkan aku pulang lebih malam. Dia tertawa kalau aku melontarkan lelucon dan dia sering ke luar rumah. Di lain pihak, ada ayahku. Ah, ya....dadah ayah!! Jangan serius, itu hanya dugaanku saja.
Tahun ini, bakal dansa natal di sekolah. Kepala sekolah William mengumumkannya di pertemuan pagi.
"Anak-anak, akan ada pesta dansa di sekolah untuk merayakan Natal."
Rasanya kayak adegan balet Beauty and The Best. Aku dan Julia, Jasmine dan Ellen langsung berpelukan gembira. Semua bersorak kegirangan.
"Tenang anak-anak. Untuk memeriahkan pesta itu, kita akan mengundang band." lanjut Kepala sekolah William.
"Oohhh....."
Aku dan semuanya bersorak lagi. Han Heator memelototi kami dengan galaknya, jadi kami berhenti. Aku sudah mikir mau meneriakinya tiga sorakan buat Kepala sekolah William dan tiga untuk sekolah kami. Tapi nggak jadi.
"Bandnya The Star Nine." lanjut Kepala sekolah William lagi. Sontak, aku langsung tertegun diam.
"Apakah menurutmu kita pergi saja? Maksudku, Lindena akan datang. Dan Jackson mungkin...., yah, dia mungkin datang sama cewek lain dan kita akan seperti...." ucapan Jasmine Rendra tidak dilanjutkan.
"Sepasang obat nyamuk?" sahutku serius.
Jasmine Rendra hanya mengangguk. Jam di mulai pelajaran pun tiba. Kami semua masuk ke kelas masing-masing. Perasaan jutexku terhadap Jasmine Rendra masih ada. Tapi mau gimana lagi? Hanya dia teman satu-satunya untukku.
Jasmine Rendra datang menginap. Kami ngobrol tentang rencana untuk dansa sekolah. Mengintip lewat jendela kamarku, kepingin tahu apakah kami bisa melihat ke dalam kamar tetangga karena aku kepingin tahu apa yang dikenakan oleh ibu sebelah rumah kalau tidur. Menurut Jasmine, piama. Tapi menurutku sih gaun tidur mini.
Terus waktu kami mengintip seperti itu, kami melihat Mark menyusuri jalan bareng cewek. Mereka berhenti di bawah lampu jalan tapi aku nggak bisa lihat seperti apa sih tampang cewek itu waktu mereka ciuman.
Mereka nggak ciuman di balik bayang-bayang atau apa. Tapi di bawah lampu. Kami nggak bisa berhenti memandangi dan supaya bisa melihat lebih jelas, kami pergi ke langkan jendela. Langkannya sempit sih, tapi kau bisa melihat semuanya.
Terus aku mendengar tip tap tip tap dan Libby masuk, membawa-bawa selimutnya. Dia melihat kami di langkan jendela dan berkata....
"Libby lihat."
"Tidak Libby, aku mau turun." kataku.
"Nggak, nggak, nggak.... Anak nakal, anak nakal...aku lihat!" rengek Libby dan dia memukulku dengan selimutnya. Jadi aku harus mengangkatnya.
Duh, aku ini bisa-bisanya digertak oleh anak berumur tiga tahun dan si kucing jutex Tom. Aku mengangkatnya dan dia nyelip di antara aku dan Jasmine. Dia melihat pasangan di bawah lampu jalan itu.
"Ooh, lihat! Cowok cewek! Cowok cewek cup cupan kak Viona!!"
Teriakan lucu dan polos Libby mengagetkan kami. Agak sulit untuk mengetahui kapan Mark berhenti dan si cewek mulai. Tapi semuanya ketahuan waktu Mark menghentikan ciumannya dan memandang dari balik bahu ceweknya. Tepat ke jendelaku.
Aku nggak tahu apakah dia bisa melihat kami di dalam kegelapan. Tapi kami turun dari langkan jendela begitu terburu-buru sampai kami jatuh ke atas tempat tidurku. Apakah Mark melihat kami?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
April
Mark itu siapa lagi??
2022-02-17
1
Pemenang YAWW 9 😴🤕
senyumlah sayang
2022-02-07
0
Aris Pujiono
hadir thor
2022-01-06
1