Alwa yang bersedih

"Kami akan menginvestasikan dana atas nama PT. Yudha Data, anak usaha kami di bidang e-commerce. Jadi sepertinya akan ada kerjasama di produk retail kamu,"

David menjelaskan melalui data di laptop Susan.

"Hal itu agar alasan pengambil-alihan pabrik bisa terdengar lebih masuk akal. Dan juga ...."

Kata-kata David seakan melayang menembus telinganya. Susan tidak benar-benar mendengarkan David.

Ia lebih terganggu dengan sosok Alwa yang menangis di balik pintu dapur.

Mau tidak diacuhkan tapi ternyata begitu terpatri di ingatan Susan.

Apakah karena rasa kasihan? Tidak juga sih. Susan malah 'sedikit' senang karena waktu David tersita untuknya.

Tapi Susan tidak habis pikir kenapa hubungan suami-istri menjadi begitu berarti bagi Alwa?! Ditolak, lalu menangis? Sepertinya tidak masuk akal.

"... san ..."

Apa mungkin Alwa bukan gadis polos dan kecanduan hal itu, tidak seperti yang Susan pikirkan?

" Susan ..."

Bisa jadi Alwa adalah wanita yang sangat sensitif dan tidak kuat menahan penolakan, apa karena masa lalunya?

Lalu berikutnya nyeri melanda pipi Susan, wanita itu langsung tersadar.

"Susaaaaaaannnnn," desis David gemas sambil mencubit pipi Susan. "Aku capek-capek jelasin ternyata kamunya bengong?!"

"Hm? Aku mendengarkan kok, pabrik yang Pulogadung duluan kan? 3 bulan setelah aku resign?" Susan menyimpulkan perbincangan mereka.

"Itu pembahasan yang sudah lewat. Maksudku, pacar kamu itu bakalan dihujat sana-sini dan disalahkan untuk ketidak-kompetenannya di perusahaan, setelah kamu resign,"

"Pacarku yang mana? Jefry udah tamat,"

"Galuh Mahardika maksudku," David sedikti mencibir.

"Oh, selirku maksudnya. Bedain dong golongannya. Tenang Galuh jenis yang tahan banting, kok. Beda sama Raka dan aku,"

Terdengar dengusan sinis David.

Pria itu sebenarnya cemburu terhadap Galuh. Ada pria yang rela jadi kambing hitam demi Susan.

Pengorbanan Galuh memang tidak bisa dibilang main-main. Kalau berada di posisi Galuh, David pun mungkin akan mundur. Tapi Galuh tetap maju untuk menjaga kehormatan Susan.

Dan David, hanya bisa melindungi Susan dengan uangnya. Sesuatu yang sebenarnya sudah banyak dimiliki Susan.

"Boleh tanya hal pribadi?" tanya David akhirnya.

"Kalau aku jawab, kamu juga harus jawab pertanyaanku," kata Susan.

Apa lagi ini?! Gerutu David dalam hati. Tapi ia tidak tahan untuk tidak menanyakan hal ini, jadilah ia menyerah. "Baiklah, tapi pertanyaannya tidak seputar hal vulgar,"

"Justru itu yang mau kutanyakan,"

"Kenapa harus kamu tanyakan? Lebih baik rasakan saja sendiri," pancing David.

"Digilir bukan hal favoritku. Aku diciptakan untuk mendapatkan yang terbaik dan satu-satunya. Aku bukan perempuan di karaoke plus-plus," desis Susan.

David diam.

"Digilir?" desisnya mengulangi perkataan Susan. Sekali lagi kata-kata itu terdengar sengau di telinganya.

"Lalu," wajahnya dari muram kini berubah menjadi penuh emosi. "Kau membalasku dengan keberadaan Galuh dan Raka-mu itu?"

"Itu yang mau kamu tanyakan? Huh!" Dengus Susan sambil melambaikan tangannya.

"Dasar pria. Menduakan wanita, tapi tak ingin di duakan. Kurang egois apa, coba? Tapi berdalih hal itu karena urusan agama dan hati nurani. Kalau mau menolong, tinggal nafkahi saja mereka, tidak harus dinikahi. Ditiduri pula!"

"Aku tidak pernah tidur dengan kedua istriku, kalau kamu mau tahu,"

Alis Susan terangkat, "Wah, lalu bagaimana caranya kamu mendapatkan kepuasan?"

"Giliran kamu menjawab, baru aku akan menjawab,"

"Saat ini aku tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Raka dan Galuh. Begituoun sebaliknya, kurasa. Lagipula Galuh sangat mencintai almarhum istrinya yang sudah meninggal 3 tahun yang lalu, dia juga punya dua anak yang harus diurusi. Istrinya adalah teman kuliahku. Waktunya sudah tersita tidak cukup untuk cinta-cintaan. Dan aku dianggap Raka terlalu bin-al," Susan menjelaskan dengan nada rendah. "Puas?"

"Kenapa Galuh rela mengorbankan dirinya demi kamu?"

"Ssst!" Susan mengangkat telunjuknya ke depan bibir David. "Giliran kamu, Tuan Besar,"

David menghela napas panjang, untuk meredakan emosinya. Lagipula Susan sudah menanggapi pertanyaannya, dan ia tidak jadi cemburu karena puas dengan jawabannya.

"Aku ... Kami ... Melakukannya dengan tetap berpakaian. Itu kewajibanku, aku membutuhkannya dan mereka menginginkannya. Lagipula, kami, kaum pria tidak boleh memuaskan diri kami memakai tangan kami sendiri, kecuali istri kami yang melakukannya. Lebih lengkapnya kamu browsing saja,"

"Apa itu keinginan kamu? Hasrat kamu yang sebenarnya? Fantasi kamu?" pertanyaan yang bertubi-tubi dari Susan.

"Apa kehidupan bar-bar kamu itu hanya seputar adegan percintaan?! Otak kamu itu sudah diracuni sama nafsu!" David menoyor dahi Susan dengan pelan.

Pelan tapi lumayan menyakitkan, di hati.

"Kamu kan lihat sendiri gayaku kalau ingin dipuaskan," Susan mencebik.

"Iya, kamu lumayan seksi," David mengakui.

"Sayang sekali ya Tuan Besar David Yudha, kamu tidak bisa menyentuhku,"

"Kita lihat sampai kapan kamu tahan tidak disentuh,"

"Loh, aku kan bisa pelarian ke ..." Susan menatap jahil ke arah David, "Mainan dari silikon yang bisa bergetar pakai remote,"

Mata David langsung melotot.

Susan beranjak sambil terkekeh. "Banyak jalan menuju surga dunia, Pak Sultan!"

Wanita itu membawa laptopnya dan masuk ke dalam rumah sambil cekikikan.

Ia senang melihat David geram.

David melipat kedua tangan di dadanya sambil menggigit bibirnya karena kesal. Ucapan Susan yang tidak jauh-jauh dari hal merang-sang, sedikit banyak membuat hasratnya sebagai laki-laki langsung naik.

Tapi ia tidak berniat melampiaskannya kepada para istrinya, entah kenapa.

-----***-----

Pagi hari yang mendung,

"Slruuuuppp," Raka menghirup kopinya di teras rumah mewah si Raja Dunia Bisnis Properti pagi itu, "Ha ... Ah!" Dan mendesah lega.

Hari ini, ia sendirian. Galuh izin masuk siang karena sedang mengurusi pendaftaran sekolah dua putrinya, dan pagi ini sedikit mendung.

Semendung wajah David Yudha.

Raka melihat David yang bersungut-sungut masuk ke dalam Merci-nya, lalu berangkat ke kantor.

Hari ini Susan mengambil cuti, tapi Raka harus mengambil dokumen yang telah ditandatangani Susan dan ke kantor untuk mengantarkannya ke divisi yang berkaitan.

Dan saat ini, sambil menunggu Susan selesai membaca dokumen di kamar, Raka duduk santai di teras.

Beberapa orang berseliweran di sekitarnya, memberi salam padanya. Para intel David.

Menggelikan, pikir Raka.

David bahkan tidak jujur ke para istrinya mengenai posisinya di perusahaan. Bukankah lebih enak dibicarakan saja, sehingga para istrinya juga bisa mengatur pergerakannya sendiri karena mengerti akan bahaya dan resiko yang mungkin akan terjadi.

Daripada menempatkan banyak agen, buang-buang uang saja!

Tapi begitulah konglomerat.

Jadi karena tuan rumah sudah pergi, dan Raka agak bosan menunggu di luar, Pria itu akhirnya menelusuri taman.

Bunga warna-warni, berbagai jenis pohon, rumput yang subur, terhampar luas di sekitarnya. Raka berjalan agak ke belakang, karena ia merasa ingin merokok.

Raka menyulut rokoknya di tengah taman dan menghembuskan asapnya ke udara.

Dan di situlah ia melihat.

Alwa duduk termenung di pinggir kolam ikan.

Agak jauh dari lokasinya sekarang, tapi cukup menarik perhatian. Jadi pria itu memicingkan matanya.

Iya, benar itu Mbak Alwa.

Pikir Raka.

Taman belakang cukup jarang dilewati orang, katanya dibuka kalau ada open house atau kerabat yang datang. Biasa untuk barbeque atau gathering.

Yang seliweran di sana paling hanya tukang kebun dan ART, karena jalan menuju paviliun pelayan memang melewati taman belakang.

Lalu, ngapain Mbak Alwa di sana di pinggir kolam, mana masih pagi pula.

Pikir Raka sambil menghampiri Alwa.

"Mbak, jangan terjun di sana, itu kolam koi, ikannya gampang shock," desis Raka mencoba bercanda.

Alwa langsung terkaget sambil mengangkat wajahnya.

Dan membuat Raka langsung menarik napas.

Air mata.

Mengalir deras di pipi Alwa.

Matanya sampai bengkak.

Jangan-jangan diomelin Bu Susan lagi,

Gerutu Raka dalam hati.

"Hum ... Mbak Alwa sakit?" tanya Raka.

"Eh, sedikit ngga enak badan," Alwa menghapus air matanya dengan terburu-buru.

"Ngga enak badan sampai nangis begitu? Terus malah di sini bukannya tiduran di kamar,"

"I-iya, ini mau ke kamar,"

Lalu Alwa teringat kalau Hanifah sedang membersihkan kamarnya.

Dan ia pun duduk lagi.

"Lupa, kamarnya lagi dibersihin," desis Alwa.

"Beresin kamar sendiri dong, masa dibersihin orang lain,"

"Aku dan Kak Hani ganti-gantian membereskan kamar. Kamar yang tidak bisa disentuh hanya kamar Mbak Susan. Dia membayar Bi Nipah secara khusus untuk membersihkan kamarnya,"

"Iya, banyak benda-benda yang ngga patut di lihat sama kalian sih di dalam,"

Alwa memicingkan matanya, "Barang yang tidak patut dilihat kami itu barang seperti apa Mas?"

"Yakin mau saya jabarkan? Nanti kaget, ngga nyangka ada barang kayak gitu di dunia ini," Raka menyeringai.

Namun, tanpa di duga, Alwa malah mendekat sambil sebelumnya dia menengok ke kanan dan kirinya. Lalu berbisik.

"Barangnya kayak apa Mas? Terlarangkah? Aku bisa jaga rahasia kok,"

Raka sampai-sampai mencibir melihat tingkahnya.Tadi nangis, sedetik kemudian kepo, tunggu semenit jangan-jangan malah sudah tertawa-tawa lagi. Memang unik si Alwa ini.

Terpopuler

Comments

Renesme

Renesme

Alwa cocoknya sama Raka deh

2024-11-11

0

Asngadah Baruharjo

Asngadah Baruharjo

ngakak teruuuussss 🤣🤣🤣

2024-03-08

0

🍊 NUuyz Leonal

🍊 NUuyz Leonal

wkwkwkwk rasa kepo nya lebih besar dari rasa sedihnya

2023-10-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!