Susan tiba di rumah dengan wajah muram. Ia tampak lesu.
Padahal seharian di kantor tadi, semua bersuka cita menyanjungnya. Dokumen perjanjian kontrak dari Yudha Mas Corp tiba di Corporate Secretary dan diadakan meeting mendadak untuk membahas strategi.
Semua kaget dan sibuk memberi selamat Susan, tanpa mereka tahu rencana di balik itu.
Namun, Susan menanggapi tanpa senyum. Ia hanya mengaku sedang capek karena sibuk merendahkan diri di depan suaminya.
Berikutnya, tinggal rencana resignnya.
Tapi, kenapa Susan malah tidak bersemangat?!
Susan menghela napas.
Aku butuh relaksasi, mungkin berendam air mawar, atau minum teh cammomile. Atau ke spa saja malam ini? Masih buka nggak yah?!
Susan mengernyit menatap jam dinding. Pukul tujuh malam. Mepet, satu jam lagi waktunya tutup toko.
Kalau sekarang ke spa hanya akan menyusahkan para pegawainya.
Setelah mandi singkat dan berganti pakaian, Susan menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga dan menyalakan tv. Entah kenapa ia butuh menghirup udara segar di ruangan luas. Padahal ia sangat jarang menonton tv.
Para ART dan pengurus rumah lain sudah kembali ke kamar masing-masing di paviliun belakang. Jadi rumah mewah itu terasa sepi.
Terdengar sayup-sayup suara Alwa sedang mengaji di mushola. Suaranya bening dan menenangkan.
Susan mendengarkannya dalam hening. Entah bagaimana, pusing di kepalanya berangsur-angsur menghilang.
Susan bisa mengaji dan bisa berbahasa Arab, karena mereka juga membuka kantor cabang di Dubai. Namun ya bisa diperkirakan, ia sangat jarang melakukannya.
Alwa keluar dari Mushola sekitar 15 menit kemudian, sementara Hanifah ada di kamarnya.
"Assalamu'alaikum Mbak Susan!" Sapa Alwa.
Susan meliriknya dengan sinis, "Salam," balasnya.
"Tumben jam segini sudah pulang, Mbak. Tapi kok mukanya Mbak Susan pucat ya?"
"Banyak masalah di kantor," Ia masih sebal dengan Alwa, padahal bukan salah Alwa.
"Mau aku pijat, atau mau dibikinkan teh?"
Hm,
Tawaran yang menggiurkan.
"Boleh, bahu ke pinggang pegal," desis Susan.
"Sebentar aku ambilkan aromatheraphy, yang lavender saja ya biar relax," dan wanita berhijab syar'i itu berjalan ke kamarnya dengan langkah sigap.
Akhirnya selama setengah jam, Alwa memijat Susan sambil menonton sinetron, sementara Susan dipijat sambil browsing sosial media.
"Hei Alwa," panggil Susan tiba-tiba.
Alwa seketika memekik. "Alhamdulillah!"
"Hah?" Susan sampai ternganga kaget
"Akhirnya Mbak Susan panggil nama akuuuuu!" Alwa tampak senang sambil menutupi tawanya dengan tangan yang berlumuran minyak pijat.
"Nggak usah lebay, berisik heboh sendiri!" Dengus Susan.
"Aku seneng loh ini, Mbak,"
"Bodo amat,"
"Ada apa Mbaaaak?" Tampaknya Alwa sudah bisa menyesuaikan diri dengan kejudesan Susan. Ia melanjutkan pijatannya.
"Bagaimana gaya David saat kalian bercinta?"
Alwa langsung menghentikan pijatannya. Lalu menatap Susan dengan kaget.
Seketika,
Wajah Alwa langsung merah.
"A-anuuuuu, kok nanya tiba-tiba mbak?"
"Memangnya nggak boleh ya tanya begitu?"
"Yaaa bukan begituuuu, duh aku maluuu,"
"Kita sama-sama wanita, dan sama-sama istrinya,"
"Eh, iya sih Mbak, hehehehe, duh malu ih!"
Susan hanya mencibir melihat Alwa salah tingkah sampai badannya geliat geliut begitu.
Sok imut banget sih nih ciwi! Batin Susan ketus.
Tadinya Susan tak ingin bertanya. Tapi ternyata rasa ingin tahunya cukup besar.
"David suka pakai gaya apa? Foreplay dulu ngga? Istrinya wajib dandan dulu nggak? Pakai lingerie atau naked aja?" Susan bertanya bertanya bertubi-tubi.
"Eh? Apa Mbak? Porplei? Itu apa mbak? Kayak porepack gitu?" Alwa balik bertanya.
"Foreplay, Wawaaa! Pemanasan!"
"Maksudnya pemanasan itu gimana mbak? Kok kayak oven dipanasin dulu sebelum dimasukin kue? Kak Hanifah suka panasin oven dulu sih, sebelum memasukan adonan,"
"Saya boleh istighfar nggak sih nanggepin kamu?!" Dengus Susan sinis. Ia mengernyit karena Alwa dianggapnya sengaja bercanda untuk mengalihkan perhatian. Padahal Alwa memang tidak mengerti.
Susan menghela napas.
"Sebelum kalian bercinta, melakukan adegan se-ks, apa itu istilah halusnya, bersenggama, melakukan kewajiban, bikin anak, apalah itu," dengus Susan.
Wajah Alwa semakin merah.
"David itu sukanya pake ritual apa? Apakah bercanda dulu, atau ciuman dulu, atau pelukan dulu, biar Nona Vi kamu licin dan dia masuknya gampang, atau langsung aja main tubruk? Tuh kurang jelas apa coba saya tanyanya?!"
"Eh? Nona Vi itu siapa Mbak?" Alwa memicingkan mata.
"Astaganagabonarbawagolok!" Seru Susan tak sabar. "Aktivitas apa sih yang kalian lakukan di kamar sebenarnya?" Susan menggerutu.
"Ini mbak tehnya," tiba-tiba Hanifah datang membawakan teh peppermint dengan madu.
"Kak Hani, aku ngga ngertiiiii," Alwa meminta pertolongan Hanifah.
Hanifah menyeringai.
Dari tadi sejak dimintai bantuan Alwa untuk membuatkan teh, ia sudah mendengarkan dari balik dapur. Dan ia mengerti maksud pertanyaan Susan. Namun Alwa memang lebih polos dari pada Hanifah, jadi tidak mengerti maksud Susan.
"Saya boleh menjawab ya Mbak Susan," Hanifah menyeringai, "Kami bersenggama masih dengan pakaian menempel di tubuh kami Mbak. Sesuai Sunnah. Biasanya Abi mengobrol dulu, kami bicara dari hati ke hati. Kalau cium biasanya ya normal-normal saja. Di dahi atau pipi,"
"Oooh itu yang mau ditanya? Ih aku pikir apa hihihi," Alwa cekikikan.
"Kalian nggak telan-jang?"
Hanifah menggeleng, "Setahu saya nggak boleh, Mbak. Kami bahkan masih dengan hijab kami, kok,"
"Mana enak?!"
Alwa dan Hanifah terdiam.
"Eh, yaaa memang perih sih Mbak. Tapi Abi suka tanya sakit atau tidak, biasanya setelah itu dia bergerak lebih lembut,"
"Jadi dia bahkan tidak melihat bagian dalam kalian di balik gamis itu?!" tanya Susan. menurut wanita itu, hal ini sangat aneh.
Alwa dan Hanifah menggeleng.
"Kalian juga tidak pernah melihat David tanpa pakaian?!"
Wajah Hanifah kini memerah, lalu ia menggeleng.
"Ya ampun, ngebosenin banget, saya jadi nggak nafsu dengernya," Susan mencibir.
Dan akhirnya mereka bertiga terdiam di ruang keluarga sambil ngeteh bersama dan nonton sinetron kesukaan Alwa.
-----***-----
Sampai satu jam kemudian, David pulang.
"Udah sana kamu siap-siap, sekarang giliran kamu, kan?" Kata Hanifah ke Alwa.
"Hihi! Iya, aku mau pake parfum yang kemarin dibeliin Mbak Susan. Kelihatannya Abi suka wanginya,"
David masuk ke rumah dengan langkah tegas. Wajahnya tampak serius.
"Assalamu'alaikum," sapanya. Ia tampak mengamati ketiga istrinya.
Diracunin apalagi si Alwa dan Hanifah?! Batinnya sudzon.
Seperti biasa kedua istrinya langsung sigap mengurusi David, sementara Susan sibuk dengan ponselnya, berlagak cuek.
"Anuuu, Abi. Sekarang waktunya jadwal Aku," bisik Alwa dengan mata berbinar.
"Hum," David hanya bergumam. Sebenarnya ia sedang capek.
"Abi, boleh ya aku pakai parfum yang waktu itu? Hehe,"
"Alwa, sepertinya jadwalnya harus diundur dulu ya,"
Binar mata Alwa langsung sirna.
"Saya sedang kurang fit, ada pekerjaan yang harus diselesaikan malam ini," kata David sambil menghelus pipi Alwa.
"Oh, begitu ya? Abi butuh apa? Nanti Alwa sediakan," terdengar suara Alwa agak gemetar.
"Tidak perlu, kamu istirahat saja duluan," kata David sambil menuju kamarnya.
"Susan,"
Susan melirik ke arah David,
"Hm?"
"Aku mau bicara, masalah pekerjaan. Di tempat biasa boleh?"
"Iya, aku ambil laptop dulu,"
Saat David menghilang ke balik kamarnya untuk membersihkan diri, Susan sempat melirik Alwa.
Wanita itu sedang berdiri di balik pintu dapur, dengan punggung naik turun sesenggukan.
Susan hanya diam.
Karena ia tak mengerti, kenapa Alwa sesensitif itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Putri Dhamayanti
🤣 astagaaahh... somplak susan
itu 2 istri pd polos, kamu tanyain aneh"
2024-06-15
0
Putri Dhamayanti
🤣🤣🤣🤣🤣 susaaaaaan
2024-06-15
0
Asngadah Baruharjo
ngakak paraahhh thorrr 🤣🤣🤣🤣
2024-03-08
0