Susan tampak mengernyit saat memperhatikan tingkah kedua istri David. Mereka melihat sekeliling mall dengan takjud.
Alwa dan Hanifah berjalan beriringan sambil menunjuk toko-toko yang menjual benda-benda eksklusif, namun tidak berani sampai masuk ke dalam toko.
Lalu mereka memperhatikan dari luar jendela kaca, tas salah satu desainer eropa yang dipajang, dan begidik sendiri saat menyadari kalau tas itu terbuat dari kulit buaya asli.
Setelah itu mereka berjalan ragu mengitari koridor sambil melihat-lihat pakaian, dan akhirnya berhenti mengagumi perhiasan di salah satu toko berlian.
Susan hanya berjalan di belakang Alwa dan Hanifah sambil mengamati. Menurut Susan, mereka menarik.
Tinggal di pusat kota, daerah elit, namun tidak pernah kemana-mana.
"Mbak Susan! Aku pingin banget lihat bioskop, ada di sini?!" tanya Alwa bersemangat.
"Ada," jawab Susan.
Mata mereka berbinar.
"Kemana saja sih kalian kok kayak orang tinggal di gua? Sudah berapa lama kalian menikahi David?"
"Kami dikhitbah Abi sudah 2 tahun, tapi sebelumnya kami sudah tinggal di Jakarta saat bersama Almarhum Abi Suleyman,"
"Berapa tahun?"
"Sekitar 5 tahun,"
"Dan kalian tidak pernah keluar rumah?"
"Kami hanya keluar rumah dengan Abi," kata Alwa
"Kecuali ke supermarket dan pengajian," sambung Hanifah
"Belanja baju dan kebutuhan kalian?"
"Abi sudah menyediakan baju dan keperluan lainnya, kami tinggal memilih yang mau kami pakai,"
"Hm, kalian tidak ingin membeli barang sesuai dengan selera kalian?"
"Takutnya kami memilih barang yang kurang bermanfaat dan tidak disukai Abi. Kata Abi, saat berbelanja ada kalanya nafsu wanita akan barang unfaedah lebih mendominasi,"
Susan langsung mendengus sinis.
"Laki-laki mana mengerti soal selera wanita,"
"Kami tak masalah asal kami berkecukupan, tidak berlebihan," kata Hanifah.
"Kalau David ingin kalian memakai niqab hitam setiap hari, kalian akan turuti?"
"Tentu saja,"
"Termasuk kalau dia ingin kalian telan-jang setiap hari, kalian juga turuti?"
Alwa dan Hanifah diam. "Kami pikir Abi tidak akan berbuat begitu,"
"Hm, jangan terlalu percaya laki-laki, nafsu mereka kadang mengalahkan simpanse," Susan mengibaskan rambut lembut panjangnya yang sangat wangi.
Alwa dan Hanifah memilih diam, bukan karena tidak setuju, tapi karena mereka tidak terlalu memahami maksud perkataan Susan.
"Mbak Susan, rambutnya wangi," gumam Alwa kagum, berusaha mengalihkan perhatian.
"Baru ke salon kemarin, kayaknya saya butuh creambath juga hari ini," sahut Susan.
"Hm, krimbat itu diapain mbak?"
"Dikasih vitamin, dikasih pelembut, dipijat sedikit, intinya perawatan untuk rambut,"
"Tapi tampaknya kurang bermanfaat bagi kami, rambut kan termasuk aurat yang tidak boleh diperlihatkan ke bukan mahram,"
Susan lagi-lagi mencibir, "Rambut adalah mahkota wanita, salah satu dari 3 aset yang membuat laki-laki tunduk. Rambut, dada, vag-ina,"
Wajah Alwa dan Hanifah langsung memerah, mereka tidak sangka Susan bisa segamblang itu.
"Karena itu, merawat 3 aset itu, tidak ada salahnya, walaupun ditutupi dengan hijab," sambung Susan.
"Kami akan tanyakan ke Abi dulu, kami diizinkan ke salon atau tidak,"
Susan mengangkat alisnya.
"Kalian sangat bergantung ke David ya rupanya," kata Susan.
"Sudah sewajarnya kan, Mbak,"
"Kalau David dipanggil Yang Maha Kuasa, kalian mau kemana?"
Alwa dan Hanifah diam.
Hal yang sangat mereka takutkan.
Mereka teringat saat berita kecelakaan Suleyman kala itu, betapa hati mereka hancur dan kebingungan. Orang tua Suleyman memang berjanji akan mengasuh mereka berdua, tapi tetap saja orang tua Suleyman memiliki kewajiban keluarga yang lain dan Alwa juga Hanifah tidak bisa bergantung seperti kepada Suleyman.
Intinya, mereka sebatangkara.
Ucapan Susan, sangat menohok.
"Wanita, harus bisa membantu suaminya, jangan hanya bergelantungan," Ujar Susan.
"Tapi akar kita juga harus membuat simpul dengan akar suami agar keduanya berdiri tegak. Saat akar suami sudah layu, kita masih dapat tumbuh kokoh, bahkan kalau bisa menujang hidup suami juga," kata Susan sambil memasuki pintu bioskop.
Alwa dan Hanifah sudah tidak fokus ke tampilan ruangan bioskop yang megah. Mereka sedang memikirkan diri mereka.
Dan Susan, walaupun dia judes dan egois, tapi dia juga sensitif.
Susan langsung terasa saat mata Alwa dan Hanifah menerawang.
Dan wanita itu menghela napas, lalu mengarahkan mereka ke restoran di dalam bioskop.
Alwa dan Hanifah masih diam saat Susan selesai memesan menu makanan.
"Kenapa? Baru sadar kalau hidup ini keras?" Tanya Susan.
Wanita itu tidak mengetahui tragedi yang terjadi di masa lalu Alwa dan Hanifah.
"Menurut Mbak Susan apa yang harus kami lakukan?" Tanya Hanifah dengan nada kuatir.
"Apa yang kalian sukai? Kalau kamu kan memasak, kalau Wawa gimana?"
"Aku... Aku suka baca novel, tapi Abi biasanya yang memilihkan buku bacaan,"
"Kamu bisa menjadi novelis, Ipah bisa buka usaha catering, banyak jalan untuk memiliki pendapatan sendiri. Tapi saya kok tidak yakin ya kalian hanya suka hal itu. Apa yang sebenarnya kalian benar-benar sukai, yang kalian sembunyikan dari David selama ini?"
Alwa menunduk, "Tapi," ia ragu.
"Apa? Tidak sepantasnya kalian menyembunyikan sesuatu dari David, sudah seharusnya kalian jujur dalam banyak hal? Tidak masuk akal. David menyembunyikan banyak hal dari kalian, kenapa kalian tidak boleh punya rahasia?!" Sahut Susan.
"Kami takut hal yang kami sukai akan membuat Abi tersinggung,"
"Memang apa yang kalian suka?"
"Aku, sebenarnya ingin sekali traveling kuliner ke berbagai penjuru dunia. Juga, kalau di supermarket ingiiiin sekali beli panci-panci lucu, tea set, dan lainnya," kata Hanifah dengan mata berbinar.
"Kalau aku, aku suka melihat Mbak Susan yang cantik dengan pakaian yang indah-indah, aksesoris yang berkilauan, tas yang sepertinya dibuat khusus," kata Alwa.
"Kamu suka hal yang berbau fashion dan kecantikan, maksudnya," kata Susan meralat.
"Iya, hal semacam itu, Mbak!" Kata Alwa.
"Kalian sudah bicarakan hal itu dengan David?"
Alwa dan Hanifah menggeleng.
"Kenapa?" Tanya Susan.
"Waktu itu kami pernah membicarakannya dengan Abi Suleyman. Tapi katanya kalau nafsu dunia bisa menyesatkan, salah satunya dengan mengumpulkan barang-barang yang kurang bermanfaat bagi kami. Bermewah-mewah itu tidak baik, kami akan kecanduan dan akhirnya berfoya-foya,"
"Sekarang kalian istri David, bukan Suleyman. Mereka adalah dua pria yang berbeda. Suleyman belajar dan menghabiskan waktunya di Cairo, belajar fiqih. Sedangkan David tinggal di Amerika hampir setengah hidupnya untuk mempelajari teknologi. Saya pikir, gaya hidup David bisa lebih terbuka dengan hal-hal semacam itu,"
Alwa dan Hanifah saling bertatapan.
"Kalau begitu, Ipah, kamu bisa memulai dengan mencoba makanan di restoran ini, untuk referensi masakan," Susan menyodorkan buku menu dengan berbagai makanan.
------***------
Sementara itu, David Yudha baru saja selesai meeting dengan para koleganya untuk penandatanganan kontrak kerja sama dengan developer, juga pengembangan sistem pada usaha e-commercenya.
Saat ia akan kembali ke ruangannya, sekretarisnya mengabarkan kalau William Tanudisastro sedang menunggunya.
David mengangkat alisnya.
Kenapa Papa Susan jauh-jauh datang ke kantornya?
Jadi, karena baginya urusan keluarga lebih penting, ia mengatur ulang jadwal meeting selanjutnya dan menemui Papa Susan.
"Pah," sapa David saat membuka ruang meeting.
Papa Susan langsung berdiri dan memeluknya.
"David, kamu sehat?"
"Alhamdulillah," David duduk di depan Papa Susan. "Kenapa Pah?"
Papa Susan menghela napas.
"Bagaimana Susan?"
David mengangkat bahunya, "Seperti perkiraan kita di awal, sulit ditangani. Dia berusaha bertingkah agar saya membebaskannya dari pernikahan,"
"Gosip mengenainya belum reda, David,"
"Pah," Davis tersenyum lembut, "Mohon maaf, tapi untuk pernikahan dengan Susan, adalah murni keinginan saya. Jangan menyamakan dia dengan dua istri saya yang lain,"
"Jadi?"
"Saya menikahi Susan bukan karena untuk menyelamatkannya dari aib, tapi hal itu murni karena saya mencintainya,"
"Lalu perasaan kamu ke istri yang lain? Tidak adil dong? Saya percaya kalau tidak ada cinta yang bisa dibagi dengan beberapa orang, pasti ada kadar yang berbeda,"
"Saya menyayangi mereka, dan bersedia bertanggung jawab atas hidup mereka. Tapi sampai di situ saja," kata David.
Sejenak keheningan mendera ruangan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Lia Kiftia Usman
astaghfirullah....susan jangan didengar laki2 siipanse nya🤣🤣🤣
2024-09-04
0
Anthi Panrelly
ya Allah.....
2023-09-04
0
Elisanoor
anjay 🤣
2023-08-14
0