Raka dan Galuh

"A-abi, lebih baik kita sholat Isya berjamaah yuk?" ajak Hanifah berusaha mencairkan ketegangan yang terjadi.

David menatap tajam ke arah luar jendela, ke arah gazebo, tempat di mana Susan bersantai dengan gadget dan rokoknya.

Bidadari di kegelapan malam

Dia angkuh dan terlihat muram

Sinarnya temaram hampir padam

Menyembunyikan derita sekelam sekam

Kamu berharap apa dariku

Bicarakan gamblang jangan sengau

Bagai burung dengan ramainya kicau

Kau sebutkan satu keinginanmu

Sulit, kau ingin hanya ada aku dan kau

Janji yang kusesali tapi harus kutepati

Menyiksa kita berdua jadi elegi

Kuharap sunyi ini berubah jadi bunyi

Semua bisa berlalu tanpa tersakiti

Pria itu menghela napas berat. Seharusnya ia senang Susan ada di sini, di rumahnya.

Namun tampaknya perjuangan meluluhkan hati istri ketiganya itu masih panjang.

"Ayo, Saya mandi sebentar," sahut David sambil menuju kamarnya.

-----***-----

"Dia memberi kamu cincin berlian ini?" David menaikkan alisnya, bertanya dengan heran.

Mereka bertiga di mushola, baru selesai berjamaah.

Kedua istrinya bercerita mengenai hari yang mereka lalui. Dan Hanifah menunjukkan cincin berlian yang diberikan Susan.

"MasyaAllah Abi, perhiasan Mbak Susan buanyak! Mataku sampai silau melihatnya. Juga perabotannya indah, semua berkilauan. Mirip sekali dengan yang punya kamar,"

"Hm,"

"Sayang banget ya lidahnya ketus," kata Alwa.

"Ya memang ketus, tapi aku kok percayanya dia sebenarnya baik loh, Dek,"

"Kalau kalian bisa mendekatinya, itu bagus sekali. Sudah seharusnya kalian akur," kata David sambil tersenyum lembut.

Terdengar bel pintu ditekan.

Tak berapa lama, bibi ART tergopoh-gopoh ke arah gazebo tempat Susan makan malam.

"Siapa, Bi?" tanya David sambil mengernyit.

"Itu, Pak. Sekretarisnya Bu Susan datang," kata Bibi ART.

"Sekretaris?" David langsung beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah luar.

Tampak Susan di saat yang bersamaan, masih dengan rokok menempel di bibirnya yang bergincu merah -tampaknya sudah batang kedua- berjalan ke arah ruang tamu dan tak acuh pada David.

Alwa dan Hanifah mengintip penasaran.

Raka dan Galuh menunggu Susan di ruang tamu dengan laptop dan bantex.

"Malam, Bu," sapa Raka sambil setengah menguap.

Galuh hanya menunduk sekilas sambil menyerahkan serangkaian dokumen yang harus ditandatangan Susan.

David melotot melihat hal itu.

Susan masih dengan pakaian tidur seksinya yang tipis, menerima tamu dua orang pria di malam hari, di ruang tamu rumahnya.

Sungguh pemandangan yang tidak senonoh, bagi David.

"Susan, kita harus bicara," sahut David tajam.

"Nanti saja, saya ada pekerjaan." Susan mengibaskan tangannya. "Raka, saya sudah bilang jangan ada typo! Periksa KBBI ini seharusnya kata apa! Lalu kenapa provisinya jadi 2%? Saya bilang ke mereka kalau tidak 1% saya ngga mau teken!" seru Susan marah.

"Haduh! Ibu ngga ngomong ke saya, saya kan jadi iya-iya aja! Besok pagi saja bu revisinya ya?" bujuk Raka.

"Revisi disini! Kamu bawa printernya kan?! Kertas logo kita juga kan?!"

"Yah, nyolok sana-sini lagi, dong,"

"Kerjakan di ruang tamu! Dalam satu jam semua harus beres! Memang kamu doang yang ngantuk?!" sahut Susan.

"Bu Susan, sambil menunggu kami mengerjakan, ada baiknya ibu bicara dengan Pak David. Beliau menunggu Ibu dari tadi," kata Galuh sambil membuka tas printer dan mensetting laptopnya.

"Dia bisa besok, paling-paling masalah adab dan etika menerima laki-laki malam-malam," desis Susan.

Alis David terangkat sebelah.

Harus ia apakan wanita ini? Masa harus memarahinya di depan orang?!

Bisa jadi perang kalau sampai itu terjadi. Dan itu berarti David terpancing akan jebakan Susan.

Wanita itu kan memang berencana membuat ulah agar David menceraikannya.

"Jadi," David membuka suara. "Cincin dari Jefry, berlian atau zircon?"

Galuh melirik Susan. Ia memang diminta David untuk memeriksa cincin yang diberikan oleh Jefry saat pernikahan kemarin.

Dan Galuh tidak bicara ke Susan mengenai masalah itu.

Tidak disangka David malah mengungkapkannya.

"Zircon, Pak," sahut Galuh merasa tak enak.

Bakalan dimaki nih,

Ya tapi bukan kali pertama sih.

Batin Galuh.

Susan memekik tak percaya sampai ternganga.

"Galuh! Yang bener aja kamu!" seru Susan marah.

"Huh! Sekelas zircon dibela-belain durhaka sama suami," ejek David sambil berbalik berlalu dari sana.

"Iiih!" seru Susan gemas. Ia menyusul David dengan menghentakkan kaki, lalu menyeret pria itu ke mushola dan membanting pintunya.

Alwa dan Hanifah langsung merapat ke sudut,

"Ngga usah coba bikin malu aku di depan anak buahku!" Susan menyudutkan David ke dinding.

"Justru aku yang harusnya ngomong begitu, kamu berpakaian seksi bertemu laki-laki, di rumahku pula, kamu terang-terangan menghina aku di depan orang lain!"

"Raka dan Galuh sudah 9 tahun menjadi anak buahku, kalau mereka mau dari dulu aku sudah dihabisi!"

"Kita ngga tahu keinginan terpendam dari seorang laki-laki,"

"Dan kamu tahu? Ooh karena kamu mesum! Benar juga," sindir Susan. "Aku baru ingat kalau dua cewek manis di pojok itu adalah pelampiasan se-ks kamu, ngga cukup cuma seorang!"

"Susan!" tegur David.

"Makanya kamu ngga suka sama Raka dan Galuh, karena kamu pikir mereka itu seperti kamu!" Susan melanjutkan sindiran kerasnya.

David menarik napas menahan sabarnya.

"Terus terang aja David, aku makin ngga respek sama kamu. Aku menuntut keadilan dari kamu, atau kamu bisa melepasku,"

"Kalau aku lepas kamu sekarang sebelum masyarakat lupa aib kamu, Papa kamu bisa nangis-nangis,"

"Jangan bawa-bawa Papaku!"

"Apa kamu lupa kenapa kamu disodorkan padaku? Karena mereka ingin nama baik kamu kembali! Mereka percaya reputasiku di dunia bisnis akan mempengaruhi hal itu! Paling tidak kita harus bekerjasama sampai kesalahan kamu itu dimaafkan khalayak!" seru David.

Alwa dan Hanifah menarik napas ketakutan. "Astaghfirullah," gumam mereka.

Mereka baru kali ini melihat David membentak seseorang. Raut wajah pria itu sangat berbeda dengan biasanya. Penuh kemarahan dan menggelegar.

"Apa jadinya kalau sekarang kita bercerai, aib kamu malah tambah banyak! Siapa yang percaya dealing dengan wanita yang sudah ternoda?! Harusnya kamu mengerti etos kerja di budaya timur!" seru David menghardik Susan.

Susan menarik napas menahan diri.

Sial!

Suaminya sangat benar dalam hal ini.

Wanita itu berkacak pinggang dan menenangkan dirinya.

"Kali ini aku biarkan mereka bekerja di rumah. Kancingkan kimono kamu, aku ngga pingin belahan dada kamu terlihat sesenti pun. Terserah mereka sudah sering melihat kamu telanjang atau bahkan bercinta dnegan kamu, itu terjadi sebelum kamu menikah denganku. Sekarang kamu milikku, aku tidak rela, mereka bisa kutuntut secara hukum!" desis David sambil keluar dari Mushola dan masuk kamarnya dengan kesal.

"Laki-laki egois!" gerutu Susan sambil mengibaskan rambutnya.

Tapi ia kancingkan juga kimononya.

Lalu ia juga meninggalkan mushola untuk mendampingi Raka dan Galuh bekerja.

Tinggal Alwa dan Hanifah berpegangan tangan ketakutan dan gemetaran di sudut mushola, masih dengan mengenakan mukena.

Terpopuler

Comments

Lia Kiftia Usman

Lia Kiftia Usman

tersentuh juga hati mu susan

2024-09-04

0

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞

Ya Allah nggak kebayang gimana takutnya mereka berdua😁

2024-02-11

1

🍊 NUuyz Leonal

🍊 NUuyz Leonal

wkwk 😂😂😂 sabar Ya mbak

2023-10-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!