Meski tidak mengerti ucapan Cresen tapi Oryza Sativa paham bahasa tubuh Cresen yang menolaknya. Melihat Cresen rubuh di hadapannya dengan cepat ia membawa anak itu ke kamarnya.
Saat membalurkan obat pada luka Cresen, Oriza Sativa terkejut saat anak itu tiba-tiba bangun dan mendorongnya. Bahkan Cresen memberontak ketika Kepala Suku hendak mengobati tangannya. Dan akhirnya ia memilih meninggalkan obat tersebut di tangan pengasuh Cresen.
"Aku tidak menyangka lukanya bisa separah itu. Padahal aku hanya menyayatnya dengan perlahan sekali. Tapi lukanya bisa sedalam itu," adu Kepala Suku pada Tetua di kampung itu.
"Kulit anak itu lebih lembut dari bayi lainnya, seolah ia baru saja lahir. Bahkan kulit Mangifera Indica saja sudah lebih tebal darinya," tutur Pengasuh Cresen setelah keluar dari rumah Kepala Suku.
"Ya kamu benar sekali," timpal Kepala Suku sedih.
"Aku tidak akan melakukannya jika bukan karena upacara tersebut. Kita butuh tetesan darahnya, agar arwah wanita yang melahirkannya tahu kalau upacara itu dilakukan untuknya. Sebab kita tidak bisa menyebut namanya, karena tidak tahu," ujarnya lagi.
"Tapi jika ia merasakan darah putranya ada di sesaji tersebut, maka wanita itu akan tahu kalau upacara itu untuknya. Bukankah begitu Tetua?" tanya Oryza Sativa pada Tetua.
"Itu benar," jawab Tetua. Sebab ia sendiri yang menyuruh kepala suku untuk meneteskan darah Cresen di atas sesaji.
Ke esokan harinya Cresen terbangun dan lagi-lagi Oryza Sativa ada di dekatnya. Cresen segera keluar dari kamarnya dan juga keluar dari rumah Kepala Suku. Hal itu membuat Kepala Suku merasa sedih.
Ia hanya bisa mengikuti ke mana pun Cresen pergi, namun ia tidak berani menyentuhnya. Takut kalau anak angkatnya itu semakin membencinya. Dan Cresen tidak perduli sama sekali. Sebab jika lapar ia bebas memakan buah yang ia lihat di ruang bayi. Ia tidak perlu takut kelaparan.
"Biarkan aku memandikanmu," ujar pengasuhnya saat Cresen sedang berusaha melepas pakaiannya.
Cresen yang tidak ingin disentuh menatap Pengasuhnya dengan tajam, dan mengirim signal pada pengasuhnya itu. Jika diterjemahkan isinya adalah penolakan.
"Mandi," ujar Cresen meniru ucapan Pengasuhnya.
"Iya benar, aku akan memandikanmu," ujar Pengasuhnya saat mendengar Cresen.
"Mandi," ujar Cresen lagi sambil mendorong kedua tangannya ke depan.
Cresen sebenarnya ingin mengatakan "Aku mau mandi sendiri" namun karena ia hanya mengerti arti mandi, jadi ia cuma mengucapkan kata itu. Dan membuat pengasuhnya salah paham. Akhirnya Cresen menjadi kesal saat ia dimandikan oleh pengasuhnya.
"Dasar, kamu... . Lepaskan!" bentak Cresen saat ia dimandikan oleh pengasunya.
"Haduh, kamu ini sebenarnya mau apa? Katanya mandi. Tapi saat dimandikan malah tidak suka dan marah-marah," ucap Pengasuh Cresen kesal.
Cresen akhirnya duduk di depan teras rumah Kepala Suku. Ia hanya bisa menandang orang yang hilir mudik. Hatinya kesal, tangannya belum juga sembuh. Niat untuk membuat layar secepatnya harus diundur.
"Sebelum melakukan upacara itu, bolehkah aku menemui putraku? Sebab aku tidak akan melihatnya dalam waktu dekat."
"Baiklah tapi ketika matahari terbenam, kamu harus sudah kembali ke tempat ini."
Oryza Sativa yang sedari tadi berada di rumah Tetua akhirnya pulang ke rumah. Ia sangat senang saat melihat Cresen berada di teras. Tapi saat Cresen melihatnya, ia malah buang muka. Dan pergi dari tempat duduknya.
"Putraku! Tunggu!" ujar Oryza Sativa.
Cresen mendorong tangan mama angkatnya. Lalu terus berjalan menjauhinya. Oryza Sativa akhirnya berdiri mematung di tempatnya. Dan berbalik badan dilihatnya pengasuh Cresen berdiri dibelakangnya.
"Tolong jaga dia saat aku kembali!" pintanya pada Pengasuh Cresen.
Matahari terbenam. Pengasuh Cresen mengajak Cresen pulang, tapi anak itu menolaknya. Membuat pengasuhnya tidak punya pilihan selain membawanya dengan paksa. Dan ketika sampai di rumah, Cresen dikunci dari luar. Melalui jendela pengasuh memberikan minuman dan makanan untuk Cresen.
"Aku pergi sebentar jangan pergi ke mana pun. Sebab hari sudah malam," ujar Pengasuh Cresen.
"Kamu bilang apa? Aku tidak mengerti," jawab Cresen.
"Oryza Sativa!!!" teriak Cresen keras-keras.
Ia mengingat Kepala Suku selalu datang jika ada yang menyebutkan kata itu. Cresen menebaknya kalau itu adalah nama Kepala Suku tersebut. Mendengar Cresen menyebut nama mama angkatnya, maka pengasuhnya pun berbalik.
"Mamamu akan melakukan ritual malam ini. Jadi mulai malam ini, aku yang akan menemanimu! Sudah, jangan menangis. Salah sendiri tadi menolak mamamu!" ujar Pengasuhnya lalu pergi lagi.
"Akkhhh menyebalkan! Kalian semua menyebalkan. Oryza Sativa menyebalkan. Kalau aku tiba di kota, aku akan kembali ke desa ini dan menghancurkan kalian semua!" teriak Cresen mengumpat dengan kesal.
Orang-orang yang mendengarnya hanya tidak tahu apa yang ia katakan. Tapi mendengar nama Kepala Suku disebut-sebut mereka jadi sedih. Sebab mengira saat ini Cresen sedang merindukan mama angkatnya tersebut.
"Nak, sabarlah. Setelah ritual selesai, mamamu akan segera kembali. Diam ya, jangan sedih," ujar para penduduk yang tidak melakukan ritual.
Malam semakin larut. Lelah berteriak Cresen jadi lapar. Dan setelah kenyang makan ia pun tertidur sampai pagi. Saat membuka mata, dari celah-celah dinding rumah sinar matahari menerangi ruangan tersebut. Tampak pintu terbuka lebar.
"Kamu sudah bangun? Apa kamu lapar?" tanya Pengasuh Cresen.
Tanpa menjawab Cresen berlari ke luar. Pengasuhnya membiarkannya saja. Membuat anak itu berpaling.
"Kamu tidak menangkapku dan mengurungku lagi?" tanya Cresen.
Pengasuhnya mengernyitkan kening lalu menebak-nebak arti ucapan Cresen. Segaris senyuman muncul di wajahnya. Cresen menjadi bingung.
"Kamu mencari mamamu kan, tenang saja, kalau sudah mandi, mamamu akan segera datang," ujar Pengasuh itu.
"Kamu bilang apa?" tanya Cresen dengan memperlihatkan tampang bodohnya.
Tapi pertanyaannya tidak dijawab. Ia malah digendong dan dibawa ke hutan kapas. Pengasuhnya berpikir Cresen tidak akan mengingat mamanya jika ia asik bermain.
Cresen menarik napasnya ketika diturunkan di atas tumpukan kapas. Anak itu memandangi lukanya yang belum sembuh. Pengasuhnya membuka bungkusan ramuan yang disiram dengan minyak. Lalu memeras ramuan itu dan meneteskan minyak yang ke luar ke atas luka Cresen.
Anak itu hanya berdiam saja di atas tumpukan kapas itu. Tapi perlahan ia mengambil kapas tersebut dan mencoba memintalnya dengan satu tangan. Pengasuhnya mencoba menghiburnya dengan mengikuti tingkah Cresen.
"Aku boleh ikut bermain ya?" tanyanya dengan tersenyum.
Pengasuh itu pun memintal kapas-kapas tersebut. Melihat wanita itu melakukan apa yang ia lakukan Cresen memikirkan sesuatu. Ia mempercepat gerakannya. Lalu memamerkan hasilnya. Pengasuh itu memikirkan tingkah Cresen lalu menebak kalau Cresen mengajaknya berlomba.
Cresen terus memamerkan hasil kerjanya, dan pengasuhnya itu melakukan hal yang sama. Dan tentu saja hasilnya lebih banyak milik pengasuhnya. Tapi Cresen tidak mau kalah. Ia terus bersikap seolah hasil pintalannya yang paling banyak.
Dan hari itu Cresen berhasil memanfaatkan pengasuhnya untuk memintal segulungan besar benang yang dililitkan di sebuah ranting kayu. Dan dibawa pulang ke rumah Kepala Suku.
"Bagus, dengan begini aku bisa membuat benang dengan cepat," ujar Cresen tersenyum.
"Kamu suka mainanmu? Baguslah besok kita akan membuat lebih banyak lagi," ujar Pengasuhnya senang melihat Cresen tidak memanggil Oryza Sativa lagi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Senajudifa
kutukan cinta dn mr.playboy mampir reo
2022-07-14
1
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
baca ulang lagi..semakin menarik
2022-04-14
1
𝕸y💞🅰️nny🌺N⃟ʲᵃᵃ🍁❣️
lanjut
2022-04-07
0