Setelah benang-benang itu menjadi abu, Cresen sudah seperti orang bodoh. Tidak lagi bersemangat melakukan apapun. Ia cuma diam dan tidak berselera memakan buah yang ada dihadapannya.
Malam pun tiba. Cresen ingin membalas perbuatan penduduk di pulau itu. Ia ingin membakar rumah-rumah mereka. Maka ia mencari alat untuk melancarkan aksinya. Membongkar tempat penyimpanan di rumah Oryza Sativa.
Saat membongkar setiap sudut ruangan ia menemukan banyak lembaran kulit yang lebar. Mata Cresen terbelalak melihat banyak lembaran kulit yang lebar di tempat penyimpanan itu.
"Sedang apa kamu?" tanya pengasuh Cresen.
Ia yang akhirnya terbangun karena suara yang dibuat Cresen saat membongkar seluruh isi rumah Kepala Suku. Wanita itu terkejut melihat ruangan itu sudah seperti kapal pecah. Barang-barang berserakan.
"Ini sudah malam, ayo kembali ke ranjangmu," ujar Pengasuh Cresen.
Cresen yang sudah pucat pasi takut ketahuan hanya bisa pasrah saat ia digendong. Ia mengira kalau akan mendapat masalah. Tapi ternyata pengasuhnya hanya mengembalikannya ke ranjangnya.
"Tidurlah, dan jadilah anak yang baik. Agar kepala suku cepat pulang," ujar wanita itu tersenyum.
Cresen tidak tahu apa yang diucapkan oleh wanita itu, selain kata "tidur". Sebab setiap Oryza Sativa meletakkannya di tempat itu, ia pasti mengucapkan kalimat yang mengandung kata "tidur". Cresen memejamkan matanya.
Saat melihat Cresen memejamkan matanya, maka wanita itu pun mengembalikan barang-barang yang berserakan pada tempatnya. Ia hanya menarik napas panjang dan meniupkannya dalam satu detik. Setelah ia selesai membereskan benda-benda tersebut, barulah ia tidur kembali.
Cresen yang tidak mendengar suara berisik lagi, akhirnya membuka mata dan mengintip. Setelah merasa aman, barulah ia mengatur posisinya ke posisi yang menurutnya nyaman. Ia mulai memikirkan sesuatu yang baru.
"Aku akan membuat layar dengan kulit-kulit itu," batinnya.
Maka ia melupakan niat untuk membakar desa tersebut, malam itu dan memilih untuk tidur.
Di pagi hari ia membuka mata dan segera memeriksa penyimpanan yang berisi lembaran kulit. Dan mengeluarkannya kembali. Pengasuh Cresen membiarkannya saja. Itu adalah jubah Oryza Sativa, melihat Cresen memegang benda itu, membuatnya berpikir kalau Cresen merindukan mamanya.
Dengan pemikiran seperti itu, pengasuh Cresen membiarkan anak itu bermain dengan lembaran kulit hewan yang lebar itu. Dan memilih melakukan kegiatan lainnya.
"Tapi jika satu lembar, meski pun lebar, tidak akan cukup jadi layar," gumam Cresen setelah menemukan lembaran kulit yang paling lebar.
"Apa aku harus menyatukan kulit-kulit ini?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Ia pun memutar bola matanya. Sebab menurutnya di tempat itu tidak ada benda yang berbentuk jarum. Sebab pakaian mereka tidak ada yang memakai benang dan tidak dijahit. Menyatukan pakaian hanya dengan menggunakan getah pohon.
"Kalau aku menggunakan getah pohon, takutnya saat terkena air, daya rekat getah itu akan berkurang," gumam Cresen lagi.
Kini ia berbaring di atas tumpukan lembaran kulit-kulit tersebut. Sambil berpikir bagaimana cara menyatukan lembaran tersebut. Pengasuhnya datang dan mengajaknya mandi.
"Aku akan 'mandi' sendiri," ujar Cresen.
Ia menggunakan bahasanya sendiri, kecuali pada kata "mandi" sebab ia mengatakan kata "mandi" dalam bahasa penduduk setempat.
"Oh baiklah," jawab Pengasuhnya.
Wanita itu mulai bisa menerka ucapan Cresen setelah sering mendengar kalimat yang sama. Dan membiarkan Cresen pergi sendiri dan mandi di dalam gentong yang berisi rempah-rempah yang membuat tubuh segar dan wangi.
Dan setelah selesai mandi dan berpakaian, Cresen dibawa ke ruangan bayi. Untuk mendapatkan biji yang menandakan umurnya, menurut pendapat penduduk setempat. Melihat biji-biji yang menempel di kalungnya, Cresen bisa tahu, sudah berapa lama ia di situ.
Meskipun belum genap sebulan, ia merasa kalau sudah setahun tinggal di sana. Ia merindukan suasana kota yang memiliki teknologi tinggi, jika dibandingkan dengan situasi di perkampungan tersebut.
Saat sedang melamun, Cresen mendengar beberapa wanita tengah berbincang-bincang. Lalu pengasuhnya berpencar dari perkumpulan itu. Mengambil Cresen lalu menaruhnya dalam keranjang. Ternyata para bayi yang lain juga mengalami hal yang sama.
"Ayo kita berangkat," ujar pengasuh Cresen.
Di tengah perjalanan Cresen hanya bisa menyimak tanpa memahami ucapan-ucapan mereka. Dan matanya liar memandang ke segala arah dari dalam keranjang. Ia sedikit membuka penutup keranjang. Melihat daerah yang baru pertama kali ia lihat.
Hutan bambu. Begitulah Cresen menamainya. Ternyata di tengah hutan itu ada sebuah kolam yang telah surut airnya. Banyak bangkai ikan yang tergeletak begitu saja. Dan burung bangau yang besar mematuki ikan yang tidak bergerak itu lagi.
"Kita cari bagian sini saja!" ujar Pengasuh Cresen.
Lalu para bayi diturunkan. Mereka ikut turun ke kolam yang kering itu. Kecuali Cresen. Ia bahkan tidak mau keluar dari keranjangnya. Dan memperhatikan para bayi yang menginjakkan kaki di tanah yang berlumpur tersebut.
"Ih jorok!" ujar Cresen.
Pengasuh Cresen menoleh kebelakang dan melihat Cresen yang tidak keluar dari keranjangnya. Membuat wanita itu kembali kebelakang dan mengeluarkan Cresen. Anak itu menolak dikeluarkan dan memegangi keranjangnya.
"Ayolah... tidak perlu takut. Belajarlah mengenal jenis tanah. Agar kamu makin pintar," ujar pengasuh Cresen.
Meski tidak paham, Cresen menebak kalau ia akan dibawa ke lumpur tersebut. Hal yang paling dibenci oleh Cresen. Ia tidak suka akan hal-hal yang jorok.
Cresen makin mempererat pegangannya saat melihat para bayi dioleskan dengan lumpur-lumpur yang ada di kolam itu. Tapi para bayi menyukai hal itu dan akhirnya malah mengoleskan lumpur pada teman-temannya. Para ibu mengawasi agar tidak ada yang memakan dan mengusap mata mereka dengan tangan yang berlumpur.
"Aku tidak mau!" teriak Cresen yang diangkat dalam keranjang.
Dan dari celah keranjang, lumpur pun masuk membuat Cresen yang bersembunyi di dalam mau tidak mau keluar dan mencoba melarikan diri.
"Aggkk! Dasar kalian! Menyebalkan!" teriaknya saat orang-orang yang ada di sana mengolesinya dengan lumpur tersebut.
Sialnya mereka terus melakukannya, meski Cresen berteriak. Ternyata itu adalah ritual yang mengatakan mereka sudah bertambah besar satu tahap. Berbeda dengan Cresen yang membenci lumpur itu. Beberapa bayi malah mengira itu adalah makanan.
"Ya ampun, ini bukan makanan!" teriak para wanita pada putri mereka yang mencoba memakan lumpur itu.
Melihat para bayi yang menangis karena dilarang memakan lumpur, maka ritual itu diselesaikan. Mereka akhirnya membawa para bayi yang sudah berlumur lumpur dari rambut hingga ujung kaki ke sebuah air terjun.
"Wah lihat, putra kepala suku senang sekali melihat air," ujar pengasuh Cresen pada para wanita.
Cresen yang tidak suka kotor, begitu melihat air, langsung keluar dari keranjangnya. Dan menceburkan diri di bawah aliran air terjun yang membentuk kolam kecil. Dan lumpur-lumpur yang hampir mengering ditubuhnya, mulai luntur.
"Ugh, menyebalkan! Aku mau pulang! Aku mau pulang!"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Senajudifa
kutukan cinta dn mr.playboy mampir
2022-07-23
1
𝕸y💞🅰️nny🌺N⃟ʲᵃᵃ🍁❣️
kasihan kali si cresen..😄😄
2022-04-07
6
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
kece cresen
2022-03-22
2