"Malam ini juga kumpulkan semua penduduk agar kita bisa mempersiapkan upacara kepergian saudara kita itu," ujar Oryza Sativa kemudian. Pengasuh Cresen mengangguk.
Setelah puas tidur Cresen terbangun dan mendapati dirinya berada di tempat yang menurutnya kini adalah kamarnya. Ia terkejut. Lalu tampa perintah ia pun berlari keluar saat tidak menemukan keranjangnya. Dan mendengar serta melihat dua wanita sedang bercengkrama di teras.
"Di mana kapasku?" tanya Cresen dalam bahasanya.
Meski tidak mengerti ucapan Cresen, tapi melihat raut muka anak itu, kedua wanita itu tersenyum. Mereka tahu kalau anak tersebut sedang mencari benda lembut yang berwarna putih tersebut. Lalu pengasuh Cresen menyerahkan keranjang kapas tersebut.
Tapi saat Cresen hendak mengambil kapas tersebut, pengasuhnya langsung menarik keranjang itu.
"Kamu boleh bermain dengan kapas ini, tapi dengan satu syarat! Kamu harus makan!" perintah Pengasuh Cresen.
Cresen tidak paham apa yang diucapkan pengasuhnya jadi ia diam saja. Karena Cresen tidak mendengarkan ucapannya, pengasuh itu menarik kembali keranjang tersebut. Hal itu membuar Cresen marah.
Cresen ingin memukul wanita itu tapi kemudian ia mengingat kalau tangannya sedang sakit. Tapi anehnya, ia tidak merasakan sakit lagi. Ia pun tidak mau memukul pengasuhnya saat mengingat tangan Kepala Suku yang sekeras batu.
"Dari pada tanganku patah, lebih baik aku bersabar. Nanti malam saat wanita jelek ini tidur, aku akan mengambil kapasku darinya," batin Cresen.
Melihat putranya yang tiba-tiba diam, Kepala Suku meminta Pengasuh Cresen untuk mengembalikan keranjang Cresen beserta isinya. Saat Keranjangnya dikembalikan Cresen pun tersenyum mengejek ke arah Pengasuhnya.
"Rasain kamu kena marah!" ujar Cresen dengan kuat.
"Hei, aku sudah mengembalikannya. Kenapa masih marah?" tanya Pengasuh pada Cresen.
"Sudahlah, sana bawakan buah untuk putraku. Dia lebih suka makan buah atau umbi dari pada daging buaya atau pun daging lainnya. Siapa tahu dia sudah mau makan sekarang," ujar Kepala Suku.
Dan saat Pengasuh Cresen kembali dengan sekeranjang buah anggur yang manis, barulah Cresen merasa lapar. Ia menghentikan kegiatannya, dan menatap buah anggur itu tanpa berkedip.
"Kamu mau? Ambillah!" ujar Pengasuh Cresen.
Dan Cresen pun menghentikan kegiatannya lalu membersihkan tangan dengan mengelapkan tangannya ke pakaiannya. Kemudian ia pun makan dengan lahap. Karena baru kenyang makan buah anggur, Cresen kembali merasa mengantuk dan akhirnya ia menarik keranjang kapas itu masuk ke kamarnya.
Sambil menguap Cresen melanjutkan memintal kapas tersebut dan akhirnya tertidur lagi di kamarnya. Kepala Suku kuatir putranya tersedak menghirup kapas tersebut tanpa sengaja, jadi kapas itu diletakkan di luar kamar. Dan kemudian meninggalkan Cresen pada pengasuhnya.
Malam pun tiba, Cresen yang baru sehat tidak mandi. Dan saat ia bangun hal yang pertama ia cari adalah keranjang kapasnya. Lalu ia pun melanjutkan memintal bahan pembuat layar kapalnya nanti.
Cahaya yang berasal dari api unggun yang dibakat di depan rumah Kepala Suku membuar Cresen bisa melihat kapas yang ia pintal. Ia tidak tertarik menerjemahkan ucapan-ucapan penduduk pulau itu yang terdengar sampai ke dalam tempat Cresen berada.
Sesuai dengan penguman tadi malam, maka keesokan harinya dilaksanakanlah persiapan upacara kematian pada orang yang diduga telah tiada. Yaitu mereka yang diduga sebagai orang tua Cresen.
Dan ternyata di tengah acara, cenayang meminta Kepala Suku untuk mengambil tetesan darah Cresen. Dan betapa terkejutnya Cresen saat tiba di lapangan, banyak orang menatapnya dengan lekat-lekat.
"Aagghhkk!" teriak Cresen saat tangannya disayat dengan sebilah bambu yang tajam.
Tetesan darah Cresen dialirkan pada persembahan yang sudah disediakan.
"Dasar kalian! Lepaskan aku!" teriak Cresen.
Namun tidak ada yang paham dengan ucapannya. Lalu upacara dilanjutkan. Mereka membawa sesaji itu ke tepi laut. Kemudian menenggelamkan sesaji yang telah ditetesi dengan darah Cresen.
"Pergilah dengan damai, saudariku!" ujar Kepala Suku.
Setelah acara selesai, mereka kembali ke perkampungan dan menikmati santapan yang ada. Tapi Cresen tidak ada di sana. Kepala Suku meminta pengasuhnya untuk mengajak Cresen makan bersama. Tapi ternyata Cresen tidak ada dikamarnya.
Ia pergi dengan tangan yang terluka. Dan lukanya terus mengalirkan darah. Cresen sangat marah pada Oryza Sativa. Lalu memutuskan untuk pergi sejauh mungkin. Tapi dia dikejutkan dengan kemunculan hewan buas.
"Gawat kenapa ada harimau sebesar gajah di sini?" batin Cresen.
Dengan perlahan Cresen berjalan mundur. Tapi harimau yang mencium aroma darah Cresen menyadari keberadaan anak itu di sekitarnya. Ia menoleh ke arah datangnya angin. Lalu mengejar Cresen.
Dengan ketakutan Cresen pun berlari. Dan ia mengunakan alat yaitu sebatang ranting untuk mengusir harimau tersebut. Tapi bukannya lari harimau tersebut malah semakin mendekat.
Aroma darah dan bunyi detak jantung Cresen membuatnya semakin ingin menerkam anak itu. Saat ia mulai dekat Cresen melepas pohon yang di tarik, agar pohon itu memukul kearah harimau tersebut. Dan hal itu membuat harimau murka.
Taringnya yang keluar dari ujung mulutnya tampak siap menerkam Cresen yang telah berhasil ia kejar. Jarak mereka sangat dekat. Jantung Cresen berdetak dengan sangat cepat. Detak jantung itu memicu hewan yang ada di pulau itu untuk menuju ke tempat Cresen berada.
Saat mengira hidupnya akan berakhir, seseorang muncul dari belakang, dan menyerang harimau tersebut. Ia pun bergulat dengan harimau itu dengan kemenangan.
"Hei, bangun!" panggilnya pada Cresen yang pingsan.
Saat Cresen pingsan, detak jantungnya melemah, membuat hewan yang tadi menjadi buas kehilangan arah. Tidak punya pilihan lain, akhirnya hewan-hewan yang mendengar panggilan dari detak jantung Cresen berhenti di tempat. Lalu memutuskan untuk kembali.
Tapi berbeda dengan hewan yang sudah dekat dengan keberadaan Cresen dan penolongnya, Mereka pun muncul dan mengepung Cresen dan orang yang sudah menolong Cresen.
Penolong Cresen memanggil burung rajawali milik Kepala Suku dengan siulan. Tidak mau buang waktu penolong Cresen membawanya ke perkampungan. Dan segera ia disambut dengan baik oleh para penduduk. Mereka merasa lega saat melihat Cresen dibawa ke perkampungan.
"Apa yang terjadi pada putraku?" tanya Oryza Sativa pada penolong Cresen.
"Aku menemukannya di jalan menuju hutan kapas," jawab penolong Cresen yang merupakan suami dari Kepala Suku.
Oryza Sativa terkejut saat menyentuh putranya yang tidak terlihat bernapas. Dia mulai cemas, apalagi saat melihat darah dari luka putra angkatnya tidak berhenti. Wajah Cresen sudah mulai tampak memucat.
Dengan tidak berpikir panjang Oryza Sativa merobek bagian bawah dari pakaiannya dan membalut tangan Cresen yang terluka. Dan anak itu dibaringkan di tengah ruangan rumah kepala desa.
Oryza Sativa menyeruh seseorang meracik obat luka untuk Cresen dan tidak menunggu lama obat luka itu siap dipakai. Obat itu diserahkan pada Kepala Suku dan kemudian ia mengobati luka Cresen.
Saat sadar Cresen memegangi kepalanya yang terasa pusing akibat kekurangan darah. Melihat Cresen yang sudah sadar Oryza Sativa merasa sangat senang dan ingin memeluknya. Tapi Cresen menahannya dengan tangannya yang terluka.
"Jangan mendekatiku! Aku benci kamu!" teriak Cresen. Dan setelah itu ia kembali tidak sadarkan diri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Senajudifa
ngga diobatikh lukax
2022-07-14
2
𝕸y💞🅰️nny🌺N⃟ʲᵃᵃ🍁❣️
lanjut
2022-04-07
2
Ayya
eh kenapa pingsan lagi??
2022-02-03
5