Ia pun mencoba memintal kapas-kapas itu untuk dijadikan benang dengan jarinya. Oryza Sativa memperhatikan Cresen yang tampak serius dengan mainan barunya. Dan ia yang sedang berlatih memanah di hutan kapas itu, kembali memusatkan perhatian pada latihannya.
Oryza Sativa memilih pucuk daun yang tertinggi, yang bisa ia lihat dari bawah lalu memanahnya. Dan ia mencoba berbagai cara untuk memanah. Saat ia selesai latihan memanah, ia melihat Cresen juga sudah selesai mengisi keranjangnya.
Melihat matahari sudah terik dan tepat di atas kepala, saatnya mereka pulang. Oryza Sativa yang tidak tahu gunanya kapas itu, mengeluarkan benda tersebut dari dalam keranjang. Ia menuangkan kapas itu kembali.
"Hey, kapas-kapasku! Kenapa kamu mengeluarkannya?!" teriak Cresen dengan kesal.
Sudah tidak ada lagi kapas yang tersisa di dalam keranjang, dan Cresen hendak dimasukkan ke dalam keranjang. Tapi Cresen menolak. Ia memukul tangan Oryza Sativa yang mengangkatnya, tapi ia malah kesakitan. Tangannya terasa seperti baru saja memukul sebongkah batu.
"Ahhkk sakitnya...," ringis Cresen memegangi tangannya yang sakit.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Oryza Sativa saat melihat putra angkatnya meringis.
Ia pun mengambil tangan putranya lalu menciumnya. Kemudian meniup tangan itu. Cresen melongo, ia tidak paham apa yang dikerjakan wanita itu.
"Nah sekarang sakitnya sudah hilang," ujar Oryza Sativa mencoba menghibur.
Cresen memandang Oryza Sativa dengan mata memicing. Meski tidak paham artinya ia diam saja dan melihat tangannya yang masih merah. Karena ia menghabiskan tenaganya, saat memukul Oryza Sativa, kini tangannya terasa berdenyut. Mama angkat Cresen mengelus kepalanya dan kembali meniup tangan yang mulai membengkak itu.
Oryza Sativa mulai kuatir dan akhirnya memilih untuk membawa Cresen pergi dari sana secepatnya. Tapi lagi-lagi Cresen menolak. Namun kali ini dia tidak memukul tangan Oryza Sativa. Tapi ia meronta sambil terus mengoceh.
Oryza Sativa melepaskannya dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Cresen untuk mengambil kembali kapas-kapas tersebut, lalu memasukkannya kembali ke dalam keranjang. Oryza Sativa mencoba menebak jalan pikiran putranya dan membiarkan Cresen mengisi keranjangnya dengan kapas sampai penuh.
"Nah sekarang sudah penuh, ayo bawa keranjang ini," perintah Cresen sambil menunjuk keranjang yang penuh kapas tersebut.
Oryza Sativa tidak menggubrisnya sampai Cresen mempraktekkan apa yang harus diperbuat oleh mama angkatnya. Ia meletakkan tali keranjang di bahunya lalu mempraktekkan untuk mengangkatnya. Ia melepaskan keranjang itu dan menyuruh Oryza Sativa melakukan apa yang baru saja ia lakukan.
Cresen menepuk keranjang itu dan menunjuk bahu Oryza Sativa berulang-ulang. Saat mama angkatnya belum juga menanggapi, ia pun mulai berputus asa. Jadi ia memilih diam saja. Dan Cresen pasrah saat Kepala Suku mengangkat tubuhnya di atas lengan. Cresen menekuk wajahnya, merasa sedih karena ucapannya tidak dapat dipahami oleh Kepala Suku. Tapi kemudian ia tersenyum saat Oryza Sativa mengambil tali keranjang itu dan memanggulnya.
"Oh jadi kamu suka dengan mainan ini ya?" tanya Oryza Sativa saat melihat Cresen tersenyum, lalu mereka melangkah menuju perkampungan.
Sampai di perkampungan Oryza Sativa segera meletakkan Cresen dan keranjang penuh kapas itu di sebuah tempat khusus para bayi dari suku mereka. Dan membiarkannya di dalam bersama Mangifera Indica serta bayi lainnya. Kemudian Oryza Sativa pergi ke rumah untuk mengambil obat bengkak.
Mulanya para bayi mengacuhkannya dan memakan buah-buah yang ada disediakan di sana. Tapi saat melihat Cresen asik dengan kapas-kapas yang ada di keranjang mereka pun mulai mendekatinya. Para bayi itu merebut kapas-kapas yang ada di tangan Cresen karena mengira sebagai makanan.
"Hey, dasar! Mau kalian apakan kapas-kapasku?! Jangan dimakan!" teriaknya marah-marah.
Penjaga yang mengawasi para bayi pun menjauhkan mereka dari Cresen. Dan membersihkan kapas-kapas yang ada di mulut para bayi.
"Ya ampun kalian ini, di sana makanan masih bertumpuk. Tapi kalian masih saja mencari makanan yang bukan makanan," ujar pengawas para bayi.
Setelah merasakan kapas-kapas yang hambar itu para bayi tidak lagi mengambilnya dan kembali pada makan asli yang ada di sediakan dalam ruangan bayi.
"Ini makanmu, ayo makan! Jangan bermain terus!" ujar pengawas bayi pada Cresen.
Wanita itu mengambil keranjang kapas tersebut, dan tentu saja membuat Cresen marah. Pengasuh Cresen datang dengan membawa obat pemberian Kepala Suku, untuk tangan Cresen yang bengkak. Dan mencoba menenangkan Cresen yang sedang marah-marah sambil mengoleskan obat.
Cresen mulanya menolak diobati. Dia merasa jijik dengan obat yang hendak dioleskan ke tangannya. Tapi saat obat itu menyentuh kulitnya dan terasa dingin, ia pun membiarkan pengasuhnya mengoleskan obat pada tangannya.
"Anak kepala suku kita ini suka sekali marah-marah ya. Ada apa, kenapa kamu marah terus? Kakak itu cuma menyuruhmu makan. Ini ayo dimakan!" ujar pengasuh Cresen setelah selesai mengoleskan obat.
Tapi Cresen sama sekali tidak berselera dan ia menggeleng. Pengasuhnya tahu kalau ia sedang demam lalu meraba kening Cresen. Ternyata demamnya sudah mulai turun. Meski tidak memakan obat, tapi ramuan yang digiling dan dioleskan ke tubuh Cresen membuat suhu tubuh anak itu menurun.
Cresen tidak perduli dengan ucapan pengasuhnya dan terus saja memintal benang. Dan pengasuh itu tidak memaksanya untuk makan. Cresen akhirnya tertidur setelah merasa lelah memintal benang-benang tersebut.
Pengasuh Cresen memutuskan membawanya ke rumah Kepala Desa. Dan meletakkan Cresen di kamarnya. Tapi kapas itu diletakkan di teras rumah Kepala Desa.
"Apa dia sudah makan?" tanya kepala desa.
"Belum, dari tadi ia tampak asik bermain dengan kapas- kapas ini. Sepertinya ia suka sekali bermain dengan kapas ini. Untungnya ia tidak seperti bayi-bayi yang lain, mengira kalau ini makanan," ujar pengasuh Cresen.
"Putraku meski masih bayi, dia sangat pintar. Cara berpikirnya tampak seperti bukan seorang bayi, apa karena ia lahirnya di laut?" gumam Oryza Sativa.
Sekilas ia berpikir untuk menyuruh warganya melahirkan di laut saja, agar anak yang baru lahir bisa pintar seperti Cresen.
"Oh iya, bukankah kata wanita yang menemukannya di laut. Ia dimuntahkan oleh sebongkah kayu besar. Dan kayu besar itu hancur akibat pusaran air," ujar pengasuh Cresen sambil mengingat-ingat.
"Iya, aku ingat hal itu. Apa mungkin wanita yang melahirkan anakku berada di atas bongkahan kayu tersebut. Tapi ternyata bongkahan kayu itu hidup dan pemakan manusia. Karena sudah kenyang memakan wanita yang melahirkan anak itu, jadi bayinya dimuntahkan oleh bongkahan kayu tersebut," ujar Kepala Suku menerka-nerka.
"Ihh, menyeramkan sekali jika hal itu sampai terjadi lagi. Tapi kenapa bisa ada bongkahan kayu yang hidup. Apa itu jenis mahluk lain? Dan lagi hidupnya di lautan. Lebih menyeramkan lagi pemakan manusia. Sebaiknya Kepala Suku jangan biarkan siapapun lagi ke laut, untuk mengambil ikan atau pun untuk melahirkan. Bisa-bisa dimakan mahluk bongkahan kayu itu."
"Kamu benar, aku akan mengatakan hal itu nanti malam saat semua warga berkumpul, agar tidak ada lagi yang melahirkan di laut, atau pun membawa bayi mereka ke laut. Agar tidak ada lagi jatuh korban akibat dimangsa mahluk bongkahan kayu. Tapi kira-kira siapa yang telah melahirkan bayiku itu?"
"Iya, ya. Dia itu anak siapa? Jika wanita yang melahirkan anak Kepala Suku dari salah satu warga, harusnya ada yang kehilangan. Tapi jumlah kita semua tetap dan tidak ada yang berkurang," ujar wanita pengasuh.
"Apa mungkin ada yang selama ini berada di tempat lain dan kita tidak melihatnya? Atau ia anak seorang cenayang yang bertapa di puncak gunung lalu turun ke laut untuk melahirkan?" lanjut pengasuh Cresen.
"Kepala Suku, memangnya ada ya cenayang yang pergi ke puncak gunung dan belum kembali? Jika benar bisa saja dia yang melahirkan putra anda."
Kepala Suku tampak berpikir setelah ditanya seperti itu. Ia mencoba mengingat-ingat siapa saja cenayang yang pergi ke puncak gunung. Tapi ia tidak bisa mengingatnya.
"Jika benar ada cenayang yang sudah lama naik ke puncak dan belum turun ke perkampungan, maka besar kemungkinan ia yang melahirkan di laut. Dan itu artinya dia sudah tiada," ujar Kepala Suku perlahan.
Lalu ia terkejut seperti baru ingat sesuatu.
"Jadi kita harus melakukan upara kematian untuk menenangkan arwahnya," ujar Kepala Suku.
"Pantas saja selama ini banyak kejadian aneh di sini sejak kedatangan putraku. Ternyata wanita yang melahirkannya belum tenang. Dan merasuki para hewan untuk membawa anak angkatku bersamanya. Kenapa aku baru terpikir sekarang?"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Senajudifa
susah jg nih hrs pake bhs isyarat dulu
2022-07-14
1
🇮🇩⭕Nony kinoy❃hiat🇦🇪
nony dah mampir n semangat nulis nya Thor💪
2022-05-22
2
LA
Dari membahas Cresen yg pinter knpa jadi berujung upacara kematian ibunya Cresen🤦♀️🤦♀️
Apakah kapas2 itu akan berhasil dibuat seperti rencana Cresen??
2022-05-21
1