Ibrahim masuk dan dia langsung melihat Aira yang memalingkan wajahnya.
Ada sesak di hati Ibrahim yang ia rasa tiap kali melihat sikap Aira yang dingin itu.
Makin membuatnya ingin terus menyakiti sang istri kedua.
Ibrahim duduk disisi ranjang, tepat di sebelah Aira yang sedang menggendong Yusuf.
“Apa kamu benar ingin menjadi CEO di perusahaan kakek?” tanya Ibrahim dengan sauaranya yang dingin, ia bahkan bicara tanpa menatap ke arah Aira.
“Apa karena aku akan menjadi CEO di perusahaan kakek, karena itulah kamu tidak jadi menceraikan aku?” jawab Aira, membalas dengan pertanyaan pula. Sama halnya dengan Ibrahim yang dingin, Aira pun tak kalah dinginnya.
Ibrahim terdiam, menyelami hatinya sendiri yang terasa kelam.
Sementara Aira pun bingung harus bagaimana. Melawan atau menyerah. Aira sadar betul, hubungan dengan Ibrahim hanya akan terus saling menyakiti seperti ini.
Tidak akan ada yang terluka selain mereka berdua.
Hingga akhirnya Aira menunduk dan melihat Yusuf di gendongannya.
Sekelebat isi pesan kakek Pram di surat wasiat itu kembali Aira ingat. Tentang mempertahankan rumah tangga ini dan memberi Yusuf keluarga yang utuh.
Tapi bagaimana bisa utuh? Jika saat bersama hanya ada luka diantara ia dan Ibrahim.
“Jawab saja pertanyaanku, kenapa malah balik bertanya,” balas Ibrahim. Ia melepas dasi yang ia kenakan hanya dengan satu tangan, lalu melemparnya asal seolah menunjukkan jika saat ini ia sedang kesal.
“Jika aku menolak menjadi CEO apa kamu akan menceraikan ku?” tanya Aira, dan Ibrahim tersenyum sinis mendengarnya.
“Jadi setelah mendapatkan harta kakek kamu ingin berpisah denganku?” selidik Ibrahim, ia menoleh dan mentap Aira dengan tatapan yang entah, matanya terlihat tajam juga sayu.
“Apa hanya ada harta di dalam pikiranmu?” sengit Aira.
Keduanya terus bicara dengan saling bertukar tanya, tapi tak ada satupun yang menjawab diantara keduanya.
“Sekarang kamu pandai bicara? Berbeda sekali dengan Aira yang dulu, Ah! Atau mungkin Aira yang dulu memang tidak pernah ada, inilah Aira yang sesungguhnya,” putus Ibrahim, senyum miring merendahkan Aira.
Dan melihat itu Aira pun tersenyum kecil.
“Padahal kita sama-sama tahu, siapa yang menjadikan pernikahan ini sebuah sandiwara,” balas Aira.
Ia lebih dulu memutus tatapan keduanya dan memilih untuk menatap ajah Yusuf. Hanya dengan melihat Yusuf, Aira bisa tenang. Kebencian dan kegundahan hatinya melebur seketika.
“Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikanmu,” ucap Ibrahim, ia lantas bangkit dan hendak pergi darisana.
Namun kakinya berhenti melangkah saat mendengar Aira kembali membalas.
“Jika semua harta pemberian kakek padaku ku serahkan padamu, apa kamu tetap tidak akan menceraikanku?” tanya Aira, dilihat oleh Aira punggung Ibrahim yang terus membelakanginya.
Hingga lambat laun punggung itu berubah jadi tatapan Ibrahim yang mengarah ke netranya.
“Sepertinya kamu ingin sekali kita berpisah ya? Apa Dirga begitu menarik dimatamu? Baru semalam kamu menginap di rumah pak Basir dan kamu berubah begitu banyak.”
Ibrahim berdecih, lalu segera berlalu dari sana. Keluar dari dalam kamar dan menuju ruang kerja.
Meninggalkan Aira yang terus beristigfar di dalam hati.
“Astagfirulahalazim, astagfirulahalazim,” gumam Aira lirih, ia bahkan sampai mengelus dadanya yang terasa sesak.
Ia tak menyangka, Ibrahim menilainya sehina itu. Tentang ingin menguasai harta kakek dan tentang ia dan Dirga. Padahal Aira berani bersumpah, jika ia pun tak mengenal Dirga dengan baik.
Yang ia tah hanyalah Dirga anak pak Basir dan ibu Rachel, sudah dan tidak ada yang lain.
Tapi Ibrahim sudah menilainya yang bukan-bukan.
“Astagfirulahalazim,” lirih Aira terus, hingga akhirnya ia sedikit lega.
***
Hari berlalu.
Hubungan Aira dan Ibrahim terus berjalan dingin seperti itu. Sonya pun semakin tak dianggap keberadaannya di rumah. Aira dan Ibrahim sama-sama tidak peduli pada wanita itu.
Sampai akhirnya pak Basir meminta Aira untuk mulai bekerja di perusahaan SM Corp.
Rapat direksi akan kembali di gelar untuk menyambut Aira di perusahaan itu.
Selama Aira bekerja, bik Sumi lah yang akan menjaga Yusuf di rumah.
Semalam pak Basir mengatakan, jika Aira memang harus mengambil alih kendali di SM Corp. Bukan untuk menguasai harta kakek Pram, namun membuat Ibrahim mengerti bahwa ia bukanlah wanita yang lemah, bukan wanita bodoh yang tidak bisa melakukan apapun.
Pak Basir juga mengatakan jika selama ini Ibrahim selalu menggunakan kekuasannya sesuka hati, kepemimpinannya membuat perusahaan merugi.
Selama Ibrahim belum mengerti artinya tanggung jawab dan kerja keras, selamanya ia tak akan bisa menjadi pemimpin yang baik.
Pak Basir juga mengatakan jika Ibrahim harus di lawan, jika tidak selamanya Ibrahim tidak akan berubah. Tetap menjadi Ibrahim yang angkuh dan sesuka hatinya sendiri.
Malam itu Aira terus mendengarkan satu per satu nasehat pak Basir. Dalam sudut hatinya pun ia membenarkan ucapan pak Basir, tentang suaminya yang angkuh dan bersikap seolah dia yang paling benar. Tanpa peduli apa yang orang lain rasakan.
Perusahaan ini bukan hanya tentang kakek Pram,
Ibrahim ataupun Yusuf, tapi juga ratusan karyawan di dalamnya. Ucap pak Basir malam
itu yang akhirnya membulatkan tekad Aira untuk mengambil alih posisi CEO dari
sang suami.
Anda tidak sendiri Nyonya, saya dan tim direksi lain
akan membantu. Selama ini kami sudah banyak berutang budi pada kakek Pram,
karena itulah kami tidak ingin perusahaan ini hancur.
Kata-kata pak Basir itu pun masih terngiang diingatan Aira hingga pagi ini. Membuat Aira akhirnya bersemangat untuk mulai bersiap-siap.
Tanpa memperdulikan Ibrahim yang masih terlelap di atas ranjang, Aira mulai merias dirinya sendiri.
Semua keperluan dan kebutuhannya sudah disiapkan oleh seorang asisten pribadi wanita, Luna. Asisten yang diperintahkan pak Basir untuk membantu Aira.
Pagi ini Aira nampak sangat berbeda.
Menggunakan setelan baju kerja dan hijab warna putih yang ia kenakan.
Sudah tampil sempurna, Aira pun mengambil Yusuf untuk dititipkan pada bik Sumi, namun belum sempat melangkah keluar.
Suara Ibrahim menghentikan langkahnya.
“Dasar munafik, ternyata memang benar kan? Kamu ingin menguasai harta kakek,” sindir Ibrahim, ia bangkit dari tidurnya dan tetap duduk diatas ranjang.
Menatap Aira yang nampak berbeda, sangat cantik. Namun ia semakin kesal melihatnya.
“Iya, aku memang ingin menguasai harta kakek, semuanya akan aku miliki sendiri,” balas Aira, sengit..
Kata pak Basir, sebaiknya Aira membenarkan semua tuduhan Ibrahim. Hingga akhirnya Ibrahim akan tau sendiri jika semua tuduhan itu salah.
Dan Aira pun menuruti, kini semua tuduhan suaminya itu akan ia terima dengan tangan terbuka.
“Cih, bercerminlah dulu Aira, lihatlah dirimu yang sesungguhnya,” sengit Ibra.
“Sudah, aku sudah berulang kali melihat cermin, sampai akhirnya aku sadar sesuatu, ternyata dengan banyak uang aku terlihat lebih cantik,” balas Aira tak kalah sengit.
Sebuah senyuman manis Aira berikan untuk suaminya itu sebelum ia benar-benar keluar dari dalam kamar.
Meninggalkan Ibrahim yang mengepalkan tangannya kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
ALNAZTRA ILMU
heran ya.. denganmudah lagi kbali.. pedahal sudah dicerai.. lemmmahhh
2025-01-16
0
Akbar Razaq
Sudah jatuh talak dan mereka masih satu atap bahkan Ibra sudah menyentuh istri yg tlah di cere.Tidak mustahil.jk marah.nanti Ibra akan berbuat yg sama..
Harus ada pencegahan keluar dr rumah itu.
basir itu.tanggungjawabmu.
2024-12-16
1
andi hastutty
Masi mau ibra hahahha
2024-09-06
0