Malam itu, Ibrahim mengacuhkan Sonya, wajah dingin dan tatapan tajam itu membuat Sonya tak berani mendekat.
Sementara Ibrahim sibuk sendiri, masih mencoba membuat Yusuf untuk tenang.
Sampai akhirnya saat Sonya keluar dari dalam kamar itu dan keadaan kamar jadi sepi, barulah lambat laun tangis Yusuf pun mereda.
Di gendongan Ibrahim, bayi mungil ini akhirnya terlelap setelah menghabiskan dua botol susu buatan bik Sumi.
"Yusuf sudah tidur Bik, apa aku bisa meletakkannya di boxs bayi Yusuf?" tanya Ibrahim, tubuhnya sudah sangat lelah, sejenak saja iapun ingin merebahkan badan.
Sementara bik Sumi nampak ragu untuk menjawab. Karena biasanya jika rewel begini, Yusuf tidak akan mau tidur sendiri.
Berada di pelukan sang ibu semalaman barulah Yusuf bisa tidur nyenyak.
"Co-coba saja Tuan, nanti jika Yusuf menangis coba saya yang gendong," jawab bik Sumi.
Mereka berdua bicara dengan lirih, tidak ingin menganggu Yusuf dan membuat bayi mungil ini kembali terbangun.
Pelan-pelan, Ibrahim mulai menggerakkan tangannya, memindahkan Yusuf dari gendongan ke dalam boxs.
Namun belum terlepas sempurna dari gendongan Ibra, Yusuf kembali terbangun dan menangis.
Ibrahim lantas dengan sigap kembali menggendong sang anak. Kembali menggerakkan tubuhnya, menimang.
"Sst sst sstt, cup cup sayang," gumam Ibrahim penuh dengan kasih sayang. Lelah yang ia rasa barusan mendadak hilang.
Berganti cemas dan kasihan menatap sang anak.
"Tidur ya, tidur di gendongan ayah," gumam Ibra lagi, dan berhasil membuat Yusuf kembali tenang.
Bik Sumi yang melihat itupun tersenyum. Bersyukur Ibrahim menyayangi Yusuf dengan tulus.
Malam itu Ibrahim terus terjaga, dibantu bik Sumi ia mengurus Yusuf.
Sama halnya dengan Aira. Meski ia berbaring di ranjang yang nyaman sekalipun, matanya tak juga kunjung terpejam.
Setiap detik ia selalu teringat akan sang anak, Yusuf.
Selama ini Aira tidak pernah lepas dari sang anak. Dan berada jauh dari Yusuf membuat Aira merasa kehilangan separuh nyawanya.
Pagi menjelang.
Dan kecemasan di rumah Ibrahim makin menjadi. Pagi ini badan Yusuf panas.
Buru-buru Ibrahim dan bik Sumi membawa sang bayi ke rumah sakit.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di tempat lain.
Pak Basir pun mulai bergerak, mengajukan gugatan cerai Aira ke Pengadilan Agama dan membuat pengumuman untuk para direksi Suryo Media Corporation (SM Corp), siang nanti akan diadakan rapat untuk memilih siapa yang akan menjadi pemimpin di perusahaan untuk menggantikan kakek Pram.
Jam 9 pagi, didampingi pihak kepolisian pak Basir mengajak Aira untuk kembali ke rumah Ibrahim, guna menjemput Yusuf.
Sampai di sana tidak ada satupun orang yang menyambut, Ibrahim tidak ada, Sonya dan bik Sumi tal nampak batang hidungnya.
"Dimana Yusuf Mbak?" tanya Aira pada salah satu pelayan.
Kecemasan di dalam kepalanya makin menjadi, Aira sungguh takut Ibrahim dan Sonya membawa Yusuf pergi jauh.
Jauh hingga ia tidak bisa menemuinya lagi.
Air mata Aira bahkan kembali jatuh bercucuran. Ibu Rachel yang ikut pun dengan segera memeluk tubuh Aira yang lemah.
"Yusuf demam Nyonya, tuan Ibra dan yang lainnya membawa Yusuf ke rumah sakit," jelas sang pelayan.
Membuat tubuh Aira melemas dan nyaris ambruk. Yusuf adalah kelemahannya, Yusuf yang tak berdaya membuatnya pun kehilangan tenaga.
Mendengar penjelasan sang pelayan, pak Basir pun segera mengajak semua orang menuju rumah sakit.
15 menit perjalanan dan akhirnya mereka sampai.
Aira menghapus air matanya dan segera turun dari dalam mobil. Dengan langkahnya yang lebar ia segera berlari menuju ruangan Yusuf dirawat.
Sampai di sana, Aira melihat Ibrahim yang menggendong Yusuf, melihat salah satu tangan Yusuf yang dipasang selang infus.
Ada bik Sumi dan Sonya pula di sana. Tapi Aira tak peduli, kini fokusnya hanyalah menatap sang anak.
Dunia Aira seolah runtuh, namun ia mencoba kuat. Demi Yusuf ia tidak akan terlihat lemah.
Susah payah menahan air matanya agar tidak keluar, Aira menghampiri Ibrahim dengan tatapannya yang dingin.
"Berikan anakku," ucap Aira.
Sebuah ucapan yang mampu menusuk hati Ibrahim. Terlebih Aira mengatakan itu dengan suaranya yang dingin, dengan tatapannya yang dingin.
Aira nampak berbeda, bukan seperti Aira yang selama ini ia kenal. Aira yang selalu berucap lembut dan hangat.
Melihat Ibrahim yang hanya diam, Aira pun akhirnya mengambil Yusuf dengan paksa. Sementara Ibrahim yang masih tergugu atas perubahan Aira pun tidak bisa menolaknya.
"Keluar," ucap Aira lagi. Dengan suaranya yang dingin, Aira mengusir Ibrahim untuk keluar dari ruangan ini.
"Apa maksudmu?" tanya Ibrahim pula. Berbicara tak kalah dinginnya. Ibrahim sudah berniat untuk memperbaiki hubungannya dengan Aira.
Namun kini ia dihadapkan dengan perubahan sang istri. Aira yang seolah mengibarkan bendera permusuhan.
"Aku ingin memberi Yusuf Asi, jadi pergilah dari ruangan ini."
Mendengar itu, Ibrahim mengepalkan tangannya kuat.
"Aku akan tetap disini, kenapa memangnya jika kamu ingin memberi Asi?" tanya Ibrahim, selalu menjawab peryataan Aira dengan sebuah pertanyaan.
"Karena kamu sudah menjatuhkan talak padaku, aku tidak sudi kamu melihat tubuhku," jawab Aira, suaranya masih juga terdengar lantang.
Membuat Ibrahim semakin marah dibuatnya.
Namun belum sempat Ibrahim kembali menjawab, pak Basir menyela diantara keduanya.
Meminta Ibrahim untuk keluar dan memberi waktu Aira untuk menyembuhkan Yusuf dengan sentuhannya.
Ibrahim tidak bisa membantah, saat dokter pun menyarankan hal yang sama.
Yusuf akan semakin cepat pulih saat dekat dengan ibunya.
Mereka semua lantas keluar. Meninggalkan Aira dan Yusuf saja di ruang itu.
Bersamaan dengan pintu yang tertutup, air mata Aira pun jatuh.
"Tidak apa-apa sayang, Yusuf anak pintar. Pasti sebentar lagi sembuh," ucap Aira, memberi semangat pada sang anak. Meskipun hatinya teriris melihat keadaan Yusuf saat ini.
Karena keegoisan Ibrahim, Yusuf jadi jatuh sakit.
Aira makin membenci suaminya itu, cinta yang dulu pernah tumbuh kini menghilang entah kemana.
***
Di luar ruangan Yusuf.
Ibrahim menatap heran 2 polisi yang berdiri di belakang pak Basir.
Namun belum sempat ia bertanya, pak Basir sudah lebih dulu buka suara.
"Tuan bisa segera pergi jika ingin, karena setelah ini Yusuf akan pergi bersama Nyonya Aira," jelas pak Basir.
Membuat kedua netra Ibrahim langsung membola.
"Apa maksudmu! jangan lancang kalau bicara!" balas Ibrahim, kemarahannya selalu saja mudah terpancing.
"Nyonya Aira sudah mengajukan gugatan cerai, jadi hak asuh Yusuf pun berada di tangan Nyonya Aira, bukan anda," jawab pak Basir gamblang.
Kedua tangan Ibrahim terkepal saat mendengarnya. Hatinya mendadak sesak ketika mendengar jawaban itu. Bahkan kepalanya terasa mendidih, ia hendak memukul pak Basir demi meluapkan amarah, namun langkahnya langsung dicekal oleh kedua polisi itu.
Tubuhnya terkunci, membuat Ibra tak berkutik. Namun raut wajahnya tetep menunjukkan kemarahan.
"Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Aira!" bentak Ibrahim.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yuli Silvy
dasar egois
2024-01-16
0
Titika tika
Alahhhh laki2 egois
2023-12-02
1
Alea
mantan istri ya Ibra...bukan istri,kamu sudah menalaknya.kalau kamu lupa
2023-11-17
0