Seperti ucapan Ibrahim, dihari pertamanya mulai masuk kerja, ia tetap saja pulang lebih awal.
Rasanya meski sebentar ia sudah begitu rindu dengan sang anak, baby Yusuf. Tapi sebenarnya Ibrahim pun ragu siapa yang ia rindukan, baby Yusuf atau Aira? Atau keduanya?
Entahlah, tidak ingin ambil pusing Ibrahim segera mengemudikan mobilnya untuk pulang ke rumah.
Tadi siang ia sempat menelpon Aira, istri keduanya itu meminta untuk di belikan kue ulang tahun, meski tidak ada yang ulang tahun. Kata Aira ia ingin sekali makan kue manis yang banyak creamnya.
Dengan antusias pun Ibrahim menyanggupi.
Ia turun di salah satu kue ternama dan membeli pesanan sang istri.
15 menit di perjalanan, kemudian ia sampai di rumah dan Sonya yang menyambutnya.
Seperti biasa, Ibrahim akan mencium kening istri pertamanya ini dengan sayang.
“Dimana Yusuf?” tanya Ibra langsung saat mereka mulai menaiki anak tangga.
Mendengar pertanyaan itu Sonya sungguh geram, karena sejak ada anak wanita kampung itu Ibrahim sudah tak lagi menaruh perhatian padanya. Semuanya hanya tentang Yusuf dan Aira.
Sonya sungguh benci keadaan ini.
“Mas, aku juga butuh perhatian kamu. Kenapa kamu selalu menanyakan tentang Yusuf dan Aira, sementara aku tidak. Aku ini juga istrimu Mas!” ucap Sonya dengan suaranya yang meninggi. Membuat langkah keduanya terhenti saat berada di tengah-tengah tangga.
Bukannya merasa bersalah, Ibrahim malah tak suka mendengar ucapan Sonya itu. Ibrahim balas menatap Sonya tak kalah tajamnya.
“Yusuf itu anakku Sonya, darah daging ku. Harusnya kamu pun bisa menerima dia, bukankah kamu juga ingin merawatnya?” tanya Ibrahim tak kalah sengit.
Bagi Ibrahim harusnya Sonya pun bersyukur ada Yusuf diantara mereka, Kehadiran seorang anak yang sudah meraka nanti selama 5 tahun dan bukannya mengeluh seperti ini.
Ditanya seperti itu membuat Sonya mengulum bibir, mendadak bingung harus menjawab apa. Sampai suara kakek Pram terdengar dari arah bawah tangga.
“Kalian kalau mau ribut jangan sampai di dengar oleh Aira, kakek tidak mau dia jadi banyak pikiran,” ucap kakek Pram, mengingatkan keduanya.
Ibrahim hanya mengangguk, sementara Sonya mengepalkan tangannya kuat. Selama masih ada kakek Pram di rumah ini, ia tak bisa berbuat semaunya.
Pun Ibrahim yang akan terus mematuhi kakek Pram.
Di diamnya itu Sonya terus berharap dalam hatinya agar kakek Pram segera mati.
“Kembalilah ke kamar, aku akan menemui Yusuf,” ucap Ibrahim kemudian lalu berjalan lebih dulu menaiki anak tangga dan meninggalkan Sonya. Dilihat jelas oleh Sonya sebuah bingkisan ditangan suaminya itu. Sonya sangat yakin jika bingkisan itu untuk Aira.
“Jangan buat keributan di rumah ini jika tidak ingin kakek mengusir mu lagi,” ucap kakek Pram, Sonya pun menurunkan pandangannya dan melihat kakek Pram di bawah sana.
Kekesalannya makin menjadi, ia benar-benar merasa dikucilkan di rumah ini. Suami dan kakek Pram membuat ia semakin membenci Aira dan juga anaknya itu.
Sonya tetap berdiri di tangga itu melihat kakek Pram yang juga meninggalkan dirinya.
“Sabar Sonya, sabar, tunggu sampai saatnya kakek tua itu mati dan kamu bisa memiliki semuanya, mas Ibra dan juga seluruh hartanya,” gumam Sonya, berulang kali ia menarik dan menghembuskan napasnya pelan, mencoba tenang.
“Lebih baik aku pergi menemui teman-temanku,” putus Sonya kemudian, lalu segera menuju kamarnya sendiri dan bersiap.
Jika sedang kesal seperti ini maka Sonya akan menghambur-hamburkan uang yang ia punya hingga hatinya merasa lega.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di kamar Aira, Ibrahim masuk ke dalam sana tanpa mengetuk pintu lebih dulu.
Aira sedang memakan buah-buahan, sementara bik Sumi menggendong Yusuf.
Aira ingin merawat anaknya sendiri tanpa bantuan babysitter, tapi karena kakek Pram tidak tega, akhirnya kakek Pram meminta bik Sumi untuk membantu Aira. Meskipun Aira tetap merasa tidak enak hati, namun ia terpaksa menuruti keinginan kakek Pram itu.
“Aira,” panggil Ibrahim.
Membuat kedua wanita beda usia itu sedikit terkejut. Tanpa mengucapkan salam tiba-tiba Ibrahim ada disini.
“Mas, mana salamnya?” tanya Aira, menuntut.
Dengan mengulum senyum, Ibrahim pun mengulangi kedatangannya dan mengucapkan salam seperti keinginan sang istri.
“Assalamualaikum,” ucap Ibrahim dengan suaranya yang lembut. Membuat Aira dan bik Sumi yang mendengarnya pun sampai mengulum senyum.
Merasa aneh, karena selama ini biasanya Ibrahim selalu berucap dengan suaranya yang tinggi.
“Waalaikumsalam, itu apa?” jawab Aira seraya bertanya tentang bingkisan di tangan sang suami. Senyum Aira makin terkembang saat melihat ada gambar kue ulang tahun di bungkusan itu.
“Mas benar-benar membelikannya?” tanya Aira lagi dan Ibrahim mengangguk.
Makin senanglah Aira dibuatnya.
Setelah Ibrahim mengganti baju, Ibrahim menyuapi sang istri memakan kue itu. Sementara bik Sumi sudah keluar karena baby Yusuf sudah tertidur pulas.
“Mas tidak mau? Dari tadi aku terus yang makan,” tawar Aira, mulutnya masih penuh dengan kue manis.
“Tidak, ini khusus untukmu semua,” jawab Ibrahim, sebenarnya ia tak suka memakan kue manis seperti ini, apalagi cream berwarna putih itu, terasa lengket baginya.
“Minta creamnya,” pinta Aira dan dengan sigap Ibrahim pun langsung menyendok kan cream, menambah sedikit kue berwarna coklat itu dan kembali menyuapi sang istri.
Karena terlalu penuh, membuat cream itu sebagian menempel dibibir atas Aira. Cream yang dulu baginya menjijikkan tapi kini terlihat begitu menggoda ketika sudah berada di atas bibir sang istri.
Merasa tak ada yang perlu ditahan-tahan lagi tentang keinginannya untuk menyentuh Aira, Ibrahim pun langsung mengikis jarak dan menyesap bibir itu. Bahkan menjilati cream di atas bibir aira, hingga terasa manis yang begitu nikmat.
Bahkan Ibrahim mendengar lenguhan pelan Aira yang makin membuatnya bergairah.
Pelan, Ibrahim merasa Aira yang mendorong dadanya, membuatnya mau tak mau melepaskan pagutan itu.
“Kenapa?” tanya Ibra lirih.
“Aku masih nifas Mas,” ucap Aira tak kalah lirih, ia menunduk merasa malu, apalagi kini salah satu tangan Ibrahim masih bersarang di salah satu dadanya.
Aira mengangkat wajahnya saat mendengar Ibrahim yang terkekeh.
“Maaf sayang, aku lupa,” balas Ibrahim.
Namun bukan berarti ia menghentikan keinginannya.
Meski tanpa penyatuan namun Ibrahim tetap memuaskan keinginannya atas tubuh sang istri.
Hari-hari terus berlalu hingga berganti minggu, hubungan Ibrahim dan aira makin terasa nyata. Namun semenjak Sonya kembali ke rumah ini membuat Ibrahim kembali mengingat dengan jelas, jika ini semua hanyalah sandiwaranya.
Ibrahim hanya sedang menikmati perannya ini.
Di satu sisi ia memang menikmati waktunya dengan Aira, namun disisi lain tak bisa dipungkiri oleh Ibrahim jika yang pantas bersanding disebelahnya hanyalah Sonya. Seorang wanita yang berasal dari keluarga terpandang, bukan wanita dari desa.
Tapi kini Ibrahim sudah mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Bahwa Ibrahim berniat melupakan kesepakatannya dengan Sonya, ia tak akan menceraikan Aira. Namun perihal Yusuf, biarlah orang tahu jika itu adalah anaknya Sonya.
Adil menurut Ibra.
Sampai akhirnya setelah dua bulan usia baby Yusuf, kakek Pram tiba-tiba jatuh sakit dan kritis.
Sonya langung memanfaatkan kejadian ini untuk mempercepat kakek Pram mati.
Diam-diam Sonya menjepit selang oksigen yang kakek Pram gunakan. Hingga lambat laun pasokan oksigen ditubuh kakek Pram menipis, membuat otaknya tak bisa berfungsi dengan baik dan akhirnya menyebabkan kematian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yuli Silvy
demi uang jahat x sonya
2024-01-16
2
Titika tika
Semoga aira cpt sadar cmn di manfaatin😞
2023-12-02
1
May Keisya
kejem bgt🤧
2023-10-28
0