Mendekati hari kelahiran anak Ibrahim dan Aira, kedua orang tua Aira memutuskan untuk menjenguk sang anak.
Dari Tegal pak Imam dan ibu Asma datang ke Jakarta, tanpa memberi tahu kakek Pram dan Aira sebelumnya.
Mereka ke Jakarta menggunakan kereta api, lalu beriringan naik ojek dan berhenti persis di depan gerbang rumah kakek Pram.
"Ayo Pak masuk, ibuk sudah tidak sabar bertemu dengan Aira, pasti sekarang perutnya sudah semakin membesar," ajak bu Asma pada sang suami, ia menarik lengan pak Imam untuk masuk ke dalam sana.
Penjaga keamanan yang sudah mengenal pak Imam dan ibu Asma pun membantu besan majikannya ini untuk membawa beberapa barang bawaan. Ada tas baju dan 2 kardus berisi oleh-oleh.
Dengan antusias keduanya mulai memasuki teras rumah, tanpa mengetuk pintu penjaga keamanan itu langsung membawa kedua orang tua ini masuk.
Bertemu dengan bik Sumi dan disambut dengan hangat.
bik Sumi meminta kedua besan tuannya untuk beristirahat di ruang tengah, meminta para pelayan yang lain untuk melayaninya sementara ia memanggil Aira dan kakek Pram.
Tidak ingin membuat pak Imam dan ibu Asma menunggu lama, bik Sumi mempercepat langkahnya ke kamar kakek Pram yang ada di lantai 1 dan setelah kakek Pram keluar ia segera bergegas ke lantai 2.
Saat ini jam 1 siang, sehabis makan siang tadi para tuan dan nyonyanya memang kembali ke kamar masing-masing.
Tok tok tok.
Bik Sumi mengetuk pintu kamar Aira dan tak berselang lama Ibrahim membukanya.
"Ada apa Bik?" tanya Ibrahim, ia tidak membuka pintunya lebar-lebar, hanya setengah saja dan ia sedikit keluar.
"Di bawah ada kedua orang tua Nyonya Aira Tuan, mereka baru saja tiba dari Tegal."
Mendengar itu kedua netra Ibrahim membola, bibirnya tersenyum tipis, merasa kabar ini pasti akan membuat istri keduanya senang.
Ibrahim menganggukkan kepala dan berkata pada bik Sumi bahwa ia dan Aira akan segera turun.
Setelah bik Sumi pergi, Ibrahim kembali menghampiri sang istri yang tengah duduk di atas ranjang. Niatnya tadi mereka ingin sama-sama beristirahat sambil bermain dengan anak mereka yang mulai aktif menendang.
Namun urung karena bik Sumi datang.
"Ada apa Mas?" tanya Aira saat sang suami sudah duduk disisi ranjang, disisinya pula.
Bukannya langsung menjawab, Ibrahim malah tersenyum lebar. Membuat Aira cemberut dan menatap curiga.
"Bapak sama ibuk ada di bawah," ucap Ibrahim setelah memberi jeda.
Dilihatnya senyum sang istri yang langsung terbit setelah ia berucap, membuat Ibrahim pun mengukir senyum yang sama.
Entahlah, kini jika melihat Aira bahagia iapun akan merasa bahagia pula. Bahkan Ibrahim sungguh enggan melihat istri keduanya ini bersedih.
Senyum Aira lebih enak untuk dipandang.
Aira dan Ibrahim turun ke lantai 1. Ibrahim terus memeluk sang istri saat menuruni anak tangga, memposisikan agar istrinya aman saat menuruni satu per satu anak tangga itu.
Keduanya bahkan saling bertukar pandang dan senyum diantara langkah-langkahnya.
Pak Imam dan ibu Asma yang melihat pemandangan itu sungguh merasa bahagia, mereka terus bersyukur di dalam hati masing-masing. Melihat rumah tangga anaknya yang rukun membuat keduanya merasa tenang.
Pertemuan mereka kali ini tak ada canggung sedikitpun, karena Ibrahim benar-benar membuka diri untuk menerima pak Imam dan ibu Asma sebagai mertuanya.
Bahkan Ibrahim berulang kali meminta maaf karena tidak menjemput, lalu mengatakan pada kedua mertuanya jika besok dia sendiri yang akan mengantar kepulangan ibuk dan bapak ke Tegal.
Tersenyum lebar dan lagi-lagi bersyukur. Pak Imam dan ibu Asma sungguh bahagia, ia percaya jika kini Ibrahim dan Aira sudah saling mencintai. Ada anak diantara mereka membuat hubungan itu semakin menghangat.
Ya Allah terima kasih, terima kasih. Batin Asma, seraya terus menatap Aira dan Ibrahim yang tampak bahagia.
Setelah melepas rindu di ruang tengah, kini Aira mengajak ayah dan ibunya untuk makan siang. Kakek Pram menemani sementara Aira dan Ibrahim membuka oleh-oleh yang dibawa ibuk dan bapak.
"Sonya dimana pak Pram? kenapa dia terlihat," tanya pak Imam, meski tak enak hati untuk bertanya namun tetap ia tanyakan juga, penasaran dan ingin tahu, takut jika ada apa-apa.
"Sonya pindah di rumah kami yang lain Pak Imam, sekarang Ibrahim yang bergantian untuk menemui istri-istrinya. Aira dan Ibrahim perlu saling mengenal, karena itulah Sonya pindah rumah," jelas kakek Pram.
Tidak bercerita alasan yang sesungguhnya. Sonya pergi dari sini karena ia yang mengusir, karena Sonya selalu membuat Aira tertekan bahkan sampai Aira pendarahan karena stress.
Pak Imam dan ibu Asma yang mendengar ucapan kakek Pram pun menganggukkan kepalanya, merasa setuju pula dengan keputusan itu.
Memiliki privasi antara istri pertama dan kedua memang perlu. Tinggal bersama pasti akan terjadi banyak percekcokan.
Perbincangan mereka teralihkan saat mendengar Aira tertawa di meja pantri sana. Mereka kompak menoleh dan melihat kemesraan Aira dan Ibrahim.
Ibrahim memakan buah pisang lalu menyuapi sang istri dengan pisang yang sama. Keduanya sering sekali saling bertemu tatap dan saling pandang dengan tatapan yang dalam.
Bahkan hanya melihatnya saja semua orang seolah melihat banyak cinta diantara keduanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari berlalu, setelah 3 hari di Jakarta akhirnya pak Imam dan ibu Asma pulang ke Tegal. Seperti janjinya, Ibrahim sendirilah yang mengantar.
Pagi ini Ibrahim bersiap untuk pergi dan Aira membantu suaminya itu untuk bersiap.
"Nanti setelah anak kita lahir dan cukup besar kita pulang bersama-sama ke Tegal ya?" pinta Ibrahim, ia duduk di kursi meja rias dan membiarkan Aira menyisir rambutnya.
"Benarkah? Aku dan Mas pulang bersama-sama ke Tegal?" tanya Aira memastikan, ia menghentikan pergerakan tangannya dan menatap Ibra dengan mata yang berbinar, penuh harap.
"Iya sayang, aku, kamu dan anak kita," jelas Ibrahim gamblang membuat istri keduanya ini langsung menjerit pelan, merasa kegirangan. Senang yang membuncah.
Setiap harinya Ibrahim terus memberinya cinta yang berlimpah, membuat Aira menjadi wanita yang paling beruntung di dunia ini.
"Kamu bahagia?" tanya Ibrahim, ia menatap lekat kedua netra sang istri dan berhasil membuat euforia kebahagiaan Aira terhenti.
Wanita cantik ini lantas membalas tatapan sang suami dengan tatapan yang tak kalah dalamnya.
"Tentu saja, aku bahkan sangat bahagia Mas," jawab Aira jujur, bahkan dari matanya nampak jelas kejujuran itu.
Membuat Ibrahim terpaku seketika, selama ini Ibrahim tidak pernah memberikan barang mewah apapun, apalagi uang belanja yang berlimpah untuk istri keduanya. Tapi Aira tetap bahagia dan selalu memperlakukannya dengan tulus, penuh cinta.
"Cium aku," titah Ibrahim.
Dan dengan bibir yang tersenyum Aira mulai mengikis jarak, dengan patuh ia mendekat, menjangkau bibir tebal sang suami dan mulai melumaatinya dengan lembut.
Ibrahim tersenyum kecil lalu mulai membalas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
komalia komalia
pergi ke tegal sama sama sekalian memulangkan kamu ke orang tua mu aira
2025-01-27
0
ALNAZTRA ILMU
dihantar balik ke org tua ka ib🤭🤭
2025-01-16
0
andi hastutty
Tulus tidak perlu dikasi yg mewah cukup balas dengan ketulusan juga ibra. Tidak seperti istri pertamamu yg suka kemewahan
2024-09-06
1