Tidak ada Sonya di rumah membuat waktu Aira dan Ibrahim semakin banyak. Namun tidak ada yang berubah dari Ibrahim, ia tetap saja acuh pada istri keduanya itu. Bahkan mereka tidak pernah saling bertegur sapa saat berada di dalam kamar.
Aira hanya melihat suaminya yang sibuk sendiri, bersiap untuk pergi ke kantor.
Tidak bisa dibohongi oleh kedua mata Aira, bahwa sang suami memiliki paras yang tampan. Garis rahang tegas dengan tatapannya yang nampak begitu dingin.
Memiliki pria sempurna seperti itu bagi Aira hanyalah angan-angan. Bahkan rasanya di angan-angan pun ia tidak pantas.
Apalagi saat menatap dirinya sendiri yang jauh dari kata sempurna membuat Aira tersenyum getir.
Rasanya memang tidak mungkin jika mas Ibra jadi suamiku. Batin Aira.
Semenjak hamil, ia merasa mulai mencintai sang suami. Perasaan itu muncul dengan sendirinya. Rasanya ingin Ibrahim selalu ada didekatnya, hanya melihat meski tidak menyentuh sudah membuat Aira merasa lega.
Seperti tidak ada lagi yang mengganjal di hati.
Bahkan Aira pun bersyukur saat kakek Pram memindahkan Sonya ke rumah yang lain.
Aku seperti wanita yang jahat. Batin Aira lagi.
Ia hanya sibuk membatin karena tidak memiliki keberanian untuk buka suara.
"Kenapa masih diam disitu? ayo turun," ajak Ibrahim dengan suaranya yang dingin, tidak ada hangat-hangatnya sedikitpun.
Bahkan saat berucap wajahnya begitu datar tanpa ekspresi.
Membuat Aira tersentak dan langsung turun dari atas ranjang dengan buru-buru.
Ibrahim sungguh jengah melihat sikap Aira itu. Wanita yang ceroboh, pikirnya.
Bagaimana bisa anakku tumbuh di rahim seorang wanita seperti ini. Batin Ibrahim.
Ia lalu menarik lengan Aira agar berjalan beriringan keluar dari dalam kamar.
"Di depan kakek Pram perlakukan aku seperti suamimu," titah Ibrahim saat mereka mulai menuruni anak tangga.
Aira tidak menjawab, hanya menganggukkan kepalanya pelan seraya menuruni anak tangga dengan hati-hati. Bahkan tanpa sadar menyentuh lengan Ibrahim sebagai pegangan.
Dan Ibrahim pun reflek menahan tubuh Aira agar tetap berada di posisi aman.
Bagi Ibrahim, Aira tak hanya ceroboh, tapi juga selalu terlihat lemah, seperti orang munafik. Sungguh menjijikkan. Entahlah, apapun yang dilakukan Aira, Ibrahim tidak pernah menyukainya. Bahkan ia begitu benci saat melihat Aira yang selalu menuruti semua perkataan Sonya, selalu menunduk tiap kali diajak bicara dan selalu bersikap seolah ia yang paling teraniaya.
Ibrahim sungguh benci itu semua.
Dan di ruang tengah lantai 1 kakek Pram duduk di sofa sana, ia mengukir senyumnya saat melihat Ibrahim dan Aira menuruni anak tangga dengan saling peluk seperti itu.
Kedamaian dalam hatinya yang selama ini hilang kini mulai mendatanginya kembali. Ketidakadaan Sonya di rumah ini membuat ia bisa bernafas lega.
"Kenapa kakek disini? kakek sudah sarapan?" tanya Ibrahim pada sang kakek, ia masih memegangi pundak Aira hingga kini menghampiri kakek Pram.
"Sudah, kalian pergilah sarapan berdua," jawab kakek Pram, belum hilang juga senyum di bibirnya.
Aira lagi-lagi hanya bisa mengangguk, berada didekat Ibrahim membuat suaranya menghilang. Ia tak berani tak buka suara, ia tahu Ibrahim tidak menyukai suaranya.
Kata Ibrahim suaranya sungguh mengganggu, seperti bising yang membuatnya telinganya tidak nyaman.
Dan semenjak mendengar ucapan suaminya itu, kini Aira jarang sekali bicara sebelum Ibrahim yang bertanya lebih dulu.
Sampai di meja makan, Ibrahim mendudukkan Aira di salah satu kursi, lalu ia memilih duduk di sebelahnya.
"Makanlah yang banyak, beri anakku makanan yang bergizi," jelas Ibrahim dan Aira mengangguk patuh.
Apapun lauk yang disajikan Ibrahim di dalam piringnya Aira makan hingga tandas.
Benar-benar wanita rakus. Batin Ibra.
Namun meski begitu ia terus menambah makanan di piring Aira, hingga akhirnya Aira berucap sudah.
"Saya sudah kenyang Tuan."
Barulah Ibrahim berhenti.
Selepas sarapan bersama itu, Ibrahim segera menuju perusahaannya SM Corp. Sementara Aira menghabiskan waktunya bersama kakek Pram. Membicarakan ini dan itu, saat bersama kakek Pram seperti ini Aira menjadi banyak bicara, ia bahkan begitu ceria.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
SM Corp.
Jam makan siang Sonya mendatangi suaminya di kantor, ia langsung menuju ruangan sang suami, ruangan yang di depannya tertulis jelas kata CEO.
Masuk ke dalam sana dan Ibrahim langsung menyambutnya dengan senyum lebar. Bahkan meminta sang istri untuk duduk diatas pangkuannya.
"Aku sangat merindukanmu," desis Ibrahim, ia menyembunyikan wajahnya di kedua dada sang istri.
Terasa lembut dan begitu nyaman.
"Aku juga, sangat, apalagi tadi malam aku tidur sendiri," balas Sonya, ia berukang kali menciumi pucuk kepala suaminya.
"Apa istri keduamu baik-baik saja?"
Ibrahim mengangguk, ia semakin memeluk erat tubuh istri pertamanya.
"Aku akan menambah uang belanjamu, apa kamu senang?" tanya Ibrahim seraya mengangkat wajahnya dan menatap kedua netra sang istri.
Dilihatnya mata Sonya yang berbinar.
"Benarkah uang belanjaku ditambah?" tanya Sonya memastikan dan Ibrahim mengangguk.
Sonya langsung menjerit kecil kegirangan lalu memeluk suaminya dengan sayang.
"Terima kasih sayang," ucap Sonya dan membuat Ibrahim bernapas lega. Cukup mudah memang untuk membujuk Sonya agar tidak marah selepas kepergiannya dari rumah. Dengan uang Sonya pasti akan selalu memaafkannya dari ketidakberdayaannya atas keinginan kakek Pram.
"Tapi Mas, boleh aku minta satu lagi?" tawar Sonya, ia melerai pelukannya dan membuat mereka saling tatap.
"Apa? katakan."
"Perlakukan Aira dengan baik, tapi setelah anakmu lahir ceraikan dia. Lalu kita yang akan merawat bayinya," pinta Sonya dengan tatapannya yang dalam.
Dan Ibrahim pun langsung menganggukkan kepalanya, karena sebenarnya itu juga adalah rencananya.
"Baiklah," jawab Ibrahim.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
andi hastutty
Istri pertamanya yg gila harta
2024-09-06
0
Aileen
tengok saja pasti lama² bucin bnget lo sama aira Ibra,
2024-05-16
0
Lilye Dzi'Kai Purnomo
awas ja lu ibrahim klo sampe bucin akut..😏
2024-05-04
0