Rindu memang sudah terbiasa akan panggilan semacam ini, ia bahkan sering diskors diwaktu sekolah menengah pertama. Dia bukanlah gadis yang sering membuat onar, tapi ia selalu ikut campur tentang hal yang menurutnya tidak sesuai dengan jalan pikirannya, dan semua itu membuat hidupnya menjadi terjerat masalah.
Kakinya berhenti didepan pintu coklat. Diatas pintu itu tertulis RUANGAN PRODI. ia membuka pintu itu secara berlahan dan berucap “ Assalamu’aikum.” Ia sedikit membungkukkan Kepalanya sopan.
Dapat dilihat didepannya ada beberapa pria tapi yang paling mencolok adalah paru baya yang menggunakan baju yang berjas rapi. Lengkap dengan antek anteknya yang memberi kesan ia bukan orang sembarangan. dan ada salah satu pria yang Rindu hajar pagi tadi.
“Keluar!” Pria yang memakai pakaian jas itu berteriak. Dapat dilihat wajah merah itu adalah wajah yang menampung emosi yang meledak.
“Om dia yang matahin tangannya Willi.” Dia adalah salah satu teman pria yang Rindu hajar.
Pria berbaju jas itu beranjak dari duduknya. Kakinya melangkah mendekat dimana tempat Rindu berada. Sorot matanya tajam. Tapi itu semua sama sekali tak mempengaruhi Rindu.
“Kalian bilang gadis kecil ini.” Dia mengarahkan dagunya untuk menunjuk Rindu.
“Iy iya om.”
“Kamu tahu seberapa berharganya tangan anak saya?” Tanyanya sinis. Rindu hanya diam dan balik menatap pria paru baya didepannya dengan datar. “Bahkan jika saya jual kamu dirumah *******. Kamu tidak akan ada harganya.” Ucapnya sombong.
Kalimat itu menunjukan jika harga diri Rindu itu tidak sebanding dengan apapun yang dimiliki oleh putranya, dan hal itu membuat Rindu sedikit emosi. Tapi karena sudah terbiasa akan situasi seperti ini, ia masih bisa memaksimalkan ekspresinya. “Jika harga diri saya saja setidak berguna itu. Bagaimana kabar dengan tangan anak bapak yang kotor itu. bahkan mengalahkan satu orang gadis yang tak memiliki harga diri ini harus menggunakan teman-temannya untuk mengkeroyok.” Ia tersenyum sinis.
‘Rindu.” teriak pak Verry. Ia adalah dosen pembimbing prodi. ia tak menyangkah jika Rindu seberani itu. Lawannya bukanlah orang biasa. Bahkan kampus yang Rindu pijaki adalah kampus orang yang dihadapi Rindu!.
Paru baya itu memerah malu. Tangannya terkepal erat. Apa yang diucap Rindu memang benar, bahkan anaknya terlalu lemah menghadapi gadis didapannya. “ Kamu tahu berhadapan dengan siapa?” Dia bertanya cukup berteriak.
Tapi itu bukan pertanyaan, tapi pernyataan bahwa dia bukan orang biasa!.
“Saya tak butuh tahu siapa lawan saya. Ketika saya tahu jika saya benar.” Ringan suara itu teralun dari bibir Tipis Rindu, tapi masih terdengar tegas dan menantang lawan.
Pria paru baya itu menyeringai. Sedikit tersenyum, ia tertarik dengan keberanian Rindu. Meskipun Rindu seperti orang yang tidak sopan. Ia baru sekarang bisa menemukan orang yang sama sekali tak tunduk dibawah kakinya. "Lalu menurut kamu?. Apa kamu sudah benar?” Tanyanya. Ia mendekatkan Rindu.
“saya rasa bapak juga tahu jawabannya” ucap Rindu santai.
“ Siapa orang tua kamu?” Pria itu bertanya sinis.
“Apa ada hal lain yang lebih berguna untuk saya jawab Tuan Antonio Williem.” Rindu menekankan nama dari pria parubaya yang bernama Antonio, sebagai penjelas. ‘saya tiduk melibatkan marga atau jabatan’ dan itu bisa dimengerti dengan baik dengan pak Anton.
“Pak Antonio. Maafkan mahasiswi saya. Dia mahasiwi baru disini. Jadi ia belum menerima banyak pelajaran dan pengetahuan." Ucap pak Verry sedikit gemetar. Ia bahkan tak menyangka jika mahasisiwinya menentang pemilik kampus.
“Jika bicaranya selesai. Saya permisi. Masalah hukuman, saya menanti dengan keputusan bijak.” Ucap Rindu. Ia menekan kalimat Bijak sebagai peringatan ‘sesuai peraturan kampus dan tak melibatkan apapun Selain itu’ dan itu menyinggung semua orang yang berada didalam sana.
“Saya permisi.” Ucap Rindu. Ia mengawali Assalamu’alaikum tapi tak dijawab memiliki kesimpulan jika orang orang didalam adalah orang-orang non-muslim, karena itu ia mengganti dengan ‘permisi’ tapi kalimat perubahan itu bisa diserab langsung oleh pak Anton, dia adalah orang yang jenius, jika tidak. Bagaimana mungkin ia menjadi orang sukses.
Rindu meninggalkan ruangan yang masih dalam diam. ia bahkan merasakan itu bukanlah masalah baginya. Tapi tidak didalam ruangan itu. Termasuk pak Verry. “ Maaf pak Willi, karena mahasisiwi kita sangat kurang ajar. Dan saya berjanji akan menghukumnya secara berat.” Ucapnya dengan wajah yang penuh keringat dingin.
Pak Willy hanya menganggukan kepala. Entah, dia sama sekali tak merasa emosi saat Rindu mengatakan hal yang tidak sopan. Bahkan ia sangat kagum akan keberanian itu. Tak semua orang yang bisa seperti itu!. “Jangan berikan hukuman apapun sebelum ada instruksi dari saya.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan ruangan yang diikuti tiga pria yang menggunakan baju hitam berbadan tegap.
____
Rindu berjalan ringan menuju kelasnya kembali. Saat sampai didepan kelasnya, bisa ia lihat kelas itu sudah kosong. Hanya ada 1 orang perempuan yaitu Vivi. Vivi yang melihat Rindu sudah sampai langsung menyapa dan memberi sejuta pertanyaan. Sepertinya ia sudah lama menunggu Rindu.
“Rin. Kamu kenapa dipanggil sama prodi?. gara-gara pagi tadi ya. Yaampun, maafin aku ya, gara-gara aku kamu jadi kena imbasnya.” Pertanyaan itu terlontar berturut-turut, Rindu hanya menghela nafas dan memijit batang hidung atasnya. Ia snangat pusing ingin menjawab pertanyaan yang mana duluan.
“Gue nggak apa-apa. Tenang aja.” Ucap Rindu untuk menghindari deretan pertanyaan Vivi.
“Terus kata pak Verry tadi apa Rin. Kamu kena hukum nggak?” Tanyanya lagi.
“Belum tahu. Udah ah, gue udah biasa kayak gini.” Ucap Rindu santai. Saat Vivi mulai membuka mulutnya lagi untuk bertanya ia mengalihkan pembicaraan “Kantin yuk, laper gue” Ucap Rindu. Vivi hanya menganggukan kepalanya.
Rindu dan Vivi berjalan ringan menuju kantin. Tapi Rindu memilih untuk ketoilet sebentar untuk buang air kecil, sehingga Vivi mau tak mau harus menunggu didepan Tolet. Saat Rindu sudah selesai dengan urusannya ia melangkah keluar dan melanjutkan jalannya.
“Vivi” teriaka itu berasal cukup jauh dari mereka. Membuat Vivi berhenti dan menoleh kesumber suara. Senyum diwajahnya mengembang menambah kadar kecantikan diwajahnya “Hey kak Kevin apa kabar?” Ia memeluk pria yang dipanggilnya kak Kevin itu cukup erat.
‘Sepertinya mereka cukup dekat’ batin Rindu.
“Baik akunya. Kamu apa kabar?. Kamu kulia disini juga, jurusan apa?" Pertanyaan itu berurutan. Rindu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua. Sama saja.
“Tanyanya satu satu donk. Kan jadinya aku bingung mau jawab apa” Vivi menepuk pundak pria itu sedikit manja.
“Hehe. Kamu kulia disini juga?, jurusan apa?” Tanya nya.
“Iya iyalah. Kalo nggak kulia disini ngpain aku disini. Aku jurusan hukum kak.” Jawab Vivi.
“Waw enak dong. Bisa ketemu terus dong kita.” Jawab pria itu bahagia. Ia melirik Rindu yang berada disisi kanan Vivi. Ia tak menyadari kehadiran Rindu dari tadi karena kegirangan dengan Vivi. Vivi mengalihkan pandangan kesumber mata pria didepannya. “ Oh astaga. Aku lupa. Kenalin ini temanku namanya Rindu kak.” Ucapnya sambil memegang lengan Rindu. Rindu hanya memberi senyum seadanya tanpa berucap apapun.
“Dia emang dingin orangnya. Aku juga baru kenal.” Bisik Vivi tapi masih bisa didengar Rindu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
Humhum Humkum
kuliah, thor bukan kulia
2024-04-16
0
anggrymom
good rindu, klo benar ga ush takut.
2021-07-22
2
Dwi Niken
jd wanita hrs jual mahal jgn d rendahkan hatinya dr laki-laki , aq suka bgt wanita tegar , berani mengambil keputusan dan bertindak sebagai wanita pemberani dan sukses 💕💕💕
2021-03-31
8