“Rin. Kok tangan Loe ada baret sii. Perasaan kemaren enggak de. Apa loe berantem lagi?” Pertanyaan itu dilontarkan oleh Vivi. Saat ini Rindu baru duduk di Kursi nya.
“Nggap apa-apa kok. Luka biasa.” Ucap Rindu biasa. Rindu sama sekali tidak memiliki teman selain Vivi.
Vivi menatap Rindu malas. Rindu cukup Introvert dari sudut pandangnya, sehingga susah untuk mengetahui isi hati dan fikirannya.
“Loe tau nggak. Entar ada anak baru lo...” Ucap Vivi mengalihkan pembicaraan.
“Oh “ jawab Rindu singkat.
Vivi berdecap sebal melihat tanggapan Rindu yang sama datarnya dengan es balok. “ Loe nggak mau nanya. Cewek atau cowok gitu?. Atau dari mana gitu?"
“Keuntungan buat gue apa kepo masalah orang?” Rindu berbalik Bertanya.
“Pokonya walaupun kamu nggak mau tau. Aku mau cetota ni ya. Kamu harus denger baik baik” Ucap Vivi. Ia lebih merapatkan diri dengan Rindu. “Dia tu katanya cowok ganteng Rin. Katanya ni ya, kegantengannya tu melebihi artis korea, matanya, bibirnya hidungnya, semua terpahat sempurna, bahkan cewek aja iri liat kulitnya lebih mulus dari cewek.“ ucapnya serius. Lalu memegang tangan Rindu. “Dan katanya kenapa ia pinda karena dia terkena kasus membunuh temannya sendiri disalah satu kampus ternama di negara XX. Tapi karena dia anak sultan, jadi semua bukti dihilangkan dan dicuci bersi. Pihak kampus nggak mau menerima dia lagi karena mencemarkan nama baik kampus. Jadi dia balik de kesini...” Lanjut Vivi panjang kali lebar.
‘Gimana kalo Vivi tau ya kalo disampingnya sendiri pernah membunuh orang. Bahkan empat orang sekaligus’ batin Rindu.
“Eh Rin. Kamu dengerin aku nggak sii?” Vivi menggucang bahu Rindu yang setengah melamun.
Rindu buru-buru kembali kealam sadarnya dan menatap Vivi. “Gue denger. Udahkan ceritanya. Liat tu orangnnya udah didepan.” Ucap Rindu sambil mengarahkan pandangannya kedepan.
Ternyata Rindu benar. Mata Vivi melebar saat menatap didepannya adalah pak Verry dan anak baru yang ia cerita. Cepat-cepat ia kembali kekursi paling depan, kursi favorit nya dan meninggalkan Rindu disudut ruangan sendirian.
Jeritan antusias dari kalangan kaum hawa sudah menjadi ciri khas mereka saat melihat kaum adam yang memiliki kelebihan berupa ketampanan.
“Baik anak-anak. Saya minta waktu kalian sebentar dan tolong diam..!” Ucap pak Verry tegas menatap kaum Hawa yang bertiak histeris, Sedangkan kaum adam melontakkan kata sinis. Padahal perempuan kelas ini hanya berisi 5orang tapi suaranya bisa menggemah diseluru ruangan.
“Perkenalkan anak baru dikelas kalian. Saya mendengar jika Udin tidak lagi melanjutkan Studi nya karena hambatan ekonomi. Jadi kelas kalian kekurangan orang...” Jelas pak Verry. Ia beralih menatap pria yang disampingnya” Perkenalkan diri kamu!” perintahnya.
Pria itu menganggukan kepalanya. “Perkenalkan nama saya Gavin fernandes, kalian bisa panggil saya Gav.” Ucapnya datar.
Memang benar, dia sangat tampan bahkan Mendekati cantik. Dengan tubuh yang tinggi dipadukan tubuh yang jangkung nan kurus, alisnya tersusun rapi seperti teroplasi plastik, bibir tipis nan merah mengalahkan gadis-gadis lain. Hidung yang mancung dan kulit putih bersi. Tak tersenyumpun ia sangat tampan. Apa lagi jika ia tertawa bahagia.
“Baiklah Gavin. Silakan duduk dibangku kosong disamping Rindu” Ucap Pak Verry dan mengarahkan kursi disamping Rindu.
Gavin berjalan mendekati kursi didekat Rindu. Sorak, sorakan dari pria lain yang mengatakan ia pembunuh menggema. Apa lagi jika bukan Iri atau takut tersaingi karena tampang?.
Tapi semua itu tak menjadi penghalang dan mendorong mundur Gavin untuk duduk disisi Rindu. Ia menatap Rindu sebentar yang sama sekali tak menatapnya. Ia duduk dikursi disamping Rindu dengan elegan.
Rindu menatap Gavin sebentar. Tak sengaja mata mereka bertemu.
tapi sayangnya ini bukan kisah Romantis yang memberi kesan terhanyut dalam tatapan satu sama lain. Wajah mereka sama –sama datar dan memalingkan wajah serentak.
“Baik. Kalo begitu kita akan mulai memasuki pelajaran kita hari ini” ucap pak Verry.
Pelajaran dimulai dengan begitu Khidmat. Sesekali ada yang bertanya dan menjawab. Pak Verry memberi kesempatan untuk mahasiswa/i untuk menjawab rekan lainnya.
Kelas Internasional ini memang sangat aktif dibanding kelas lainnya. Karena memang kelas ini berisi orang-orang yang pintar dari berbagai skolah bahkan daerah. Kelas ini tak pernah sepi akan argumen kontra ataupun prokontra. Dosen pun juga sangat senang karena dalam semua pertanyaan manpu dijawab benar oleh mereka, meskipun mereka belum diberi bahan untuk diskusi. Lebih tepatnya kelas ini perkumpulan orang-orang jenius.
Meskipun begitu. Ada enak dan ada tidaknya hidup didalam orang-orang yang pintar. Enaknya seperti kata pepatah. ‘lebih baik menjadi orang yang paling bodoh diantara orang-orang yang pintar dari pada menjadi orang yang paling pintar diantara orang-orang yang bodoh’.
Kelas yang berisi orang-orang pintar biasanya menjadi individualis dan mementingkan diri sendiri, susah kompak, selalu memiliki argumen sendiri yang menurut mereka benar tanpa ingin mendengarkan orang lain dan hidup berkelompok. Berbeda dengan orang-orang yang terbilang tidak pintar. Mereka biasanya lebih kompak dan melindungi satu sama lain. Satu hal yang paling penting. Mereka menjadi orang yang sangat tulus.
Dua hal itu menunjukan suatu sisi negatif dan positip dalam segi masing-masing karena itu. Bersyukurlah dimanapun kamu berada.
Kelas Rindu sudah dibubarkan. Rindu menutup buku catatannya lalu memasuki bukunya didalam tas selempangnya.
Dari bangku paling depan Vivi berandak duduk dan melangkah mendekati bangku Rindu yang terletak yang paling sudut. Wajahnya tenuh dengan senyuman. “Hay Gavin..” Ucapnya sambil melambai tangannya.
“Hati-hati Vi. Ntar loe dibunuh lagi ama psikopat...!” Celetok salah satu murid pria yang duduknya tak jauh dari Rindu.
“Bener tu. Enak ya jadi anak sultan. Udah ngebunuh orang nggak masuk penjara. Terus ni ya, bisa hidup bebas diluar sana. Ni ya gue ingetin. Kampus kita udah nggak aman berarti...!” Celetuk teman sebangkunya.
Givan hanya diam tak menjawab. Rindu dapat melihat jika ada kesedihan dimata Givan. Dia menatap para pria dikelasnya sudah berkumpul disana dan menuju kebangkunya dan Givan.
Salah satu pria tersebut mengebrak meja Givan dengan tangan kekarnya. Tepatnya sekarang bangku Rindu sudah dipenuhi oleh beberapa pria penghuni kelas dengan raut wajah sinis menatap Givan.
Tentu saja nyali Vivi menciut. Ia didorong salah satu pria disana untuk menjauh. Karena tak ingin mencari masalah Vivi hanya diam dan pergi, meski raut wajahnya tak dapat disembunyikan bahwa ia sangat khawatir dengan Rindu dan Givan.
“Hey pembunuh!. Ngapain loe disini..” Teriak salah satu pria yang berbadan paling besar. “Seharusnya loe dipenjara aja sana."
Givan hanya diam. Rindu menatap mereka saksama. Ia tak beranjak ataupun menjawab, hanya mengawasi.
"Loe tu Cuma ngotorin kelas kita aja tau nggak. Pasti diluar sana nggak bakal mandangin kelas kita lagi kalo ada pembunuh disini..!” Teriak pria lain. Ia menarik kerah Gavin yang sedang duduk. Matanya hampir keluar menatap Givan. Tetapi yang paling mengejutkan Givan hanya menatap mereka dengan diam. ada raut ketakutan yang mendalam disana jika dilihat.
“Loe denger nggak?” Teriaknya.
Rindu yang menatap hal itu menjadi tak nyaman. Ia menggebrak meja dengan tangannya. Ia beranjak berdiri. Ia menatap pria-pria itu yang menatapnya terkejut. “Mau kalian apa si?. Pergi nggak dari bangku gue. Berisik tau nggak?”Teriak Rindu.
“Santai aja donk. Mentang-mentang ada cowok ganteng loe sok-sok an mau belain dia. Dasar murahan” teriak salah satu pria.
Rindu memejamkan matanya untuk menahan emosi. Ia menatap pria-pria itu dengan tajam. “Loe mau cari gara-gara ama gue?.” jawab Rindu dengan setenang nmungkin.
“Apa?. Loe pikir gue takut ama loe...?” Ia tak kalah menantang Rindu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
Marhaban ya Nur17
namanya gavin apa givan se
2022-04-17
1
zha syalfa
Gavin? Givan?
2022-04-16
1
Dwi Niken
Rindu d lawan bicara dgn kata2 pedas dan agak tegas buat pria yg cr masalah dgnnya , cr mati aja deh 😬😬😬😬
2021-04-01
5