Bab 13

Malam pun berganti, bahkan cahaya matahari sudah muncul. Menampkkan dirinya sampai cahayanya menembus kamar yang di tempati oleh Zia. Gara-gara semalam tidak tertidur dengan nyenyak, membuatnya kesiangan.

Zia begitu terkejut mendapati cahaya matahari yang sudah menerangi bumi. Ia langsung beranjak ke kamar mandi, ia berniat langsung membersihkan diri. Ia menghela napas, ia mendapat tamu hari ini. Bangun kesiangan tidak menjalankan ibadahnya membuat Zia sedikit kepikiran.

"Untung lagi dapet." Zia merasa lega karena sedang libur shalat.

Ia pun segera membersihkan diri, dan setelah itu selesai ia langsung kembali ke kamar. Namun langkahnya terhenti karena teringat ada suaminya di sana. Zia mengintip terlebih dulu, tapi ia tak melihat keberadaan suaminya di sana.

"Ah, mungkin dia sudah bangun," kata Zia. Dengan santai, ia berjalan ke kamarnya. Menghampiri lemari untuk mengambil baju untuk ia kenakan.

Setelah memakai baju, ia memoles wajahnya dengan menggunakan make up tipis-tipis. Tak lupa memberi warna di bibirnya. Setelah semuanya selesai, ia pun keluar dari kamar. Menuju ke dapur untuk membuat sarapan. Karena kesiangan, ia pun keduluan oleh Camelia yang sedang bersama Eva di sana.

Camelia begitu gencar mendapatkan hati ibu mertuanya, namun tetap saja Eva kurang menyukainya. Dan Zia pun datang menghampirinya, membantu mereka yang sedang memasak pagi ini. Eva langsung menyambut kedatangan Zia di dapur. Bahkan keberadaan Camelia langsung tersisihkan.

Kejadian itu tak luput dari penglihatan Randy. Melihat istri kesayangannya murung, ia langsung menghampirinya. Ia bukan menemui Camelia, tapi menemui istri pertamanya. Ia menarik tangan Zia dan membawanya pergi dari dapur. Sampai Eva dan Camelia terheran-heran.

Tidak ada kecurigaan di diri Eva, karena Randy menariknya secara lembut agar Eva tidak curiga bahwa selama ini ia memang tidak pernah adil kepada Zia. Randy membawa Zia jauh dari ibunya, setelah merasa aman dan jauh dari ibunya, Randy langsung saja mengucapkan apa yang ingin diucapkan olehnya.

"Kamu tidak perlu membantu Mama dan Camelia di dapur, biarkan mereka dekat!" cetus Randy.

Zia menghempaskan tangannya yang masih dipegang oleh Randy. Ia rasa suaminya itu sudah keterlalun. Sikap mertuanya yang dingin kepada Camelia, kenapa suaminya yang marah padanya?

"Cukup, Mas! Aku tidak mau kamu selalu menyalahkanku, dan jangan melarangku untuk tetap berada di dapur. Kalau kamu berani, langsung saja ngomong sama Mama. Jangan aku yang menjadi kekesalanmu!" Dengan beraninya, Zia mengatakan itu kepada suaminya. Zia menaham sesak di dadanya, lalu ia meninggalkan suaminya itu tanpa berkata-kata lagi.

Zia tidak peduli dengan larangan suaminya, ia tetap ke dapur untuk membantu ibu mertuanya yang masih bersama madunya. Karena ia merasa tidak salah, dan selama ini ia baik-baik saja dengan Camelia tanpa saling menyaingi. Karena mereka hidup rukun-rukun saja. Suaminya saja yang memang membencinya.

Eva melihat gelagat Zia yang seperti sedang kesal, ia merasa ada yang di sembunyikan dari anak dan menantunya itu. Meski pun begitu, mereka menyelesaikan masakkan mereka dengan tenang. Namun dengan pemikiran yang berbeda.

***

Sudah saatnya mereka sarapan, mereka semua sudah berada di meja makan untuk sarapan bersama. Dari situ, Eva melihat ketidak adilan dari Randy pada Zia. Dan sepertinya dugaanya memang benar, biar semuanya adil, Eva menunjukkan ketidak sukaannya kepada Camelia.

Eva sedang mencicipi makanan hasil masakan Camelia.

"Kamu mau buat darah tinggi Mama naik?" terang Eva pada Camelia.

"Maksud, Mama?" tanya Camelia yang tidak mengerti.

"Masakanmu asin sekali," ujarnya lagi. Padahal, itu hanya akal-akalan Eva saja. Ia ingin membuat Randy kesal dan merasakan apa yang Zia rasakan. Eva tahu kalau anaknya itu pasti kesal akan sikapnya yang tak bisa adil pada kedua menantunya.

Eva melihat ke arah anaknya, jika ia tidak adil kepada Zia. Maka ia pun tidak akan pernah adil kepada kedua menantunya. Tatapan Randy langsung terarah pada Zia, semua ini salah istri pertamanya. Hingga sarapan pagi itu sedikit kacau.

Eva langsung minta pulang, dan detik itu juga ia langsung meninggalkan meja makan. Randy dan kedua istrinya tetap berada di sana, melanjutkan sarapannya. Karena Eva lebih dulu meminta pada mereka untuk tetap sarapan bersama-sama.

Sepulangnya Eva dari sana, Camelia menjadi murung. Ia tidak bisa mendapatkan hati ibu mertuanya, dan ia juga menyalahkan suaminya.

"Semua ini gara-gara kamu, coba kalau kamu bisa adil kepadaku juga Zia, mungkin Mamamu bisa menerimaku sebagai menantunya," ucap Camelia tiba-tiba.

"Kamu menyalahkanku? Semua ini karena dia." Tunjuknya pada Zia.

Zia terdiam yang menjadi tuduhan suaminya. Lagi-lagi ia yang disalahkan, muak akan semua itu, Zia langsung pergi dari hadapan mereka. Bahkan ia pergi tanpa pamit.

"Lihat atas keegoisanmu, Zia saja memilih pergi," ujar Camelia pada Randy.

Hari itu benar-benar kacau, dan semua memang salah Randy. Andai ia bisa bersikap adil di sini, kurang apa dari kedua istrinya? Bahkan mereka sudah ikhlas akan takdir yang mempersatukan mereka dalam poligami ini, harusnya Randy bersyukur memiliki istri-istri yang mau berbagi saumi. Hidup rukun tanpa mempermasalahkan semuanya, terutama Zia yang banyak bersabar akan sikap suaminya.

***

Zia menyibukkan diri di toko, menghilangkan kekesalan di sana. Ia melampiaskan kemarahannya pada adonan kue yang sedang ia remas-remas dengan tangannya. Mila dan karyawan yang lain tak berani menyapanya, kemarahan dan kekecewaan begitu terlihat di wajahnya. Ditambah, ia yang sedang mentruasi.

Disaat sedang seperti itu, Angga datang ke toko dan Mila memberitahukan kedatangan pria itu pada Zia.

"Mbak, di luar ada Mas Angga." Kata Mila yang memberanikan diri bersuara pada Zia.

"Bilang saja Mbak tidak ada." Jawab Zia tanpa menoleh, bahkan ia begitu fokus pada adonannya. Sampai adonan pun sudah kalis dan sudah lembut.

Tidak berani berkata-kata lagi, Mila pun langsung pergi melipir dari hadapan wanita yang sedang marah-marah itu. Ia mengusir Angga dengan halus, bahkan ia mengatakan yang sejujurnya. Ia tidak menuruti apa yang di suruh Zia tadi.

"Mas Angga pulang saja," kata Mila.

"Kenapa? Zia ada 'kan?" Karena ia melihat motor Zia terparkir di luar.

"Iya ada, tapi ini bukan waktu yang tepat. Mbak Zia sedang sibuk membuat resep baru."

Tidak mau mengganggu konsentrasi wanita itu, Angga pun pergi, dan ia mengerti.

Setelah kepergian Angga, Mila kembali menemui Zia. Ia mengambil wadah yang berisikan adonan itu dari tangan Zia.

"Adonan ini tidak akan melawan, sampai Mbak Zia bejek jadi abu pun." Kata Mila sambil meraih wadah itu.

Sudah seperti lari maraton, Zia memburu napasnya. Kesal, sedih, marah. Semua menjadi satu. Hingga ia putuskan untuk pergi dari sana, ia ingin melampiaskan kekesalannya dengan cara lain, ingin sharing dan berbagi rasa pilunya. Tepatnya ia ingin curhat, melihat Mila, gadis itu belum waktunya mengetahui semua permasalahan keluarga. Ia takut gadis itu lama-lama menjadi trauma karena cerita rumah tangganya.

Tidak ada pilihan lain selain ia pulang, lebih baik ia pulang dan merendam tubuhnya dengan air dingin, berharap rasa panas dalam otaknya terbawa dingin oleh air.

Terpopuler

Comments

Eny Hidayati

Eny Hidayati

kehidupan rumah tangga penuh dosa... suami tidak adil ... isteri sama seperti tidak pernah dinafkahi sekalipun ditransfer ke rekening tetapi karena sikap suami yang tidak adil ...

2024-12-08

0

Ahsin

Ahsin

zia2 kamu memuakkn... cinta boleh tp jangan begooo sok kuat ujung2 mewek dsr bangke

2024-12-06

0

Masiah Cia

Masiah Cia

Zia juga terlalu bodoh

2023-08-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!