Bab 16

Setelah melapas rindunya pada Yola, Zia putuskan untuk pulang. Ia merasa hatinya sedikit lega, karena beban yang selama ini ia pikul menjadi lebih ringan.

Zia kembali ke Jakarta menggunakan alat tranportasi kendaraan umum. Di jalan lumayan padat merayap dengan kendaraan, yang kebetulan ini menjelang weekend.

Zia menyandarkan kepalanya di sandaran bus, ia menatap ke jalan lewat jendela bus tersebut. Sepenjang jalan ia terus kepikiran akan ucapan Yola. Sejujurnya, kata cerai tak pernah ada dalam benaknya. Tidak ada wanita yang ingin menjadi janda, tapi hidup yang dijalaninya begitu sulit. Selama pernikahan ia lebih sering menangis ketimbang tersenyum.

Hingga lamunan terus berlanjut sampai tak terasa ia sudah sampai di kota metropolitan tersebut. Zia melanjutkan perjalanannya menggunakan taxi, sampai ia pulang di jam 10 malam. Zia langsung masuk setibanya di rumah, ia harap tidak bertemu dengan orang rumah. Ruang tamu nampak gelap, ia menyangka penghuni rumah sudah tidur.

Menit kemudian, lampu langsung menyala. Zia terhenti seketika. Bahkan suara yang menggelegar menyambut kedatangannya.

"Bagus, jam segini baru pulang! Jam berapa ini?" tanya Randy sembari melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Zia tak menjawab, karena ia merasa sudah terlambat pulang. Ini pertama kali ia terlambat.

"Kamu sadar keluar rumah tanpa izin dariku?" tanyanya lagi dengan raut wajah memerah, betapa murkanya seorang Randy. Ia tak mempermasalahkan Zia yang keluar rumah, yang ia tak suka karena Camelia pun ikut pergi, bahkan ia sampai menginap di rumah orang tuanya. Ditinggalkan oleh istri tercintanya membuat hidupnya terasa hampa.

"Gara-gara kamu pergi, Camelia pun ikut meninggalkanku!" cetusnya lagi.

Zia merasa tidak tahan berada di sini, menjadi istri hanya dijadikan pelampiasan kemarahan.

"Lalu, mau apa? Apa kamu mau aku pergi?" tanya Zia, ia mulai menunjukkan keberaniannya pada suaminya.

Mendengar kata itu, Rendy langsung tergelak.

"Kalau berani lakukanlah, kamu pikir aku akan mencegah kepergianmu? Malah itu bagus."

Zia yang mendengar itu tak bisa lagi menahan kemarahannya, ia langsung pergi meninggalkan suaminya menuju ke arah kamarnya. Zia menangis di balik pintu, hatinya begitu pilu. Ia benar-benar tak dianggap.

Zia menghapus air matanya, ia menghampiri lemari, membukanya lalu meraih koper yang ada di dalam lemari tersebut. Zia memasukkan baju-bajunya ke dalam koper secara asal, setelah semua selesai ia berjalan dan keluar dari kamar. Menuruni anak tangga sambil menyeret koper. Untung, ia tak melihat keberadaan suaminya itu, jadi ia bisa pergi tanpa harus berdebat kembali.

Zia sudah berada di luar, berdiri di depan rumah tersebut. Ia menatap rumah itu dengan sendu, rumah yang menjadi saksi bisu betapa tersakitinya ia selama berada di sana. Tak lama, Zia melangkahkan kakinya dan menyeret koper miliknya. Karena sudah malam, tak ada kendaraan yang lewat. Sampai ia terus menelusuri tepi jalan, jalanan begitu mencekam. Zia merasa takut, takut bertemu dengan orang jahat di sana.

Namun ia tetap berjalan dalam kegelapan, hingga ada sebuah mobil dari arah berlawanan. Menyorot ke arahnya, sampai mobil itu akhirnya pun berhenti tepat di hadapannya. Zia pun menghentikan langkahnya, lututnya terasa lemas. Ketakutannya semakin menjadi.

Seseorang keluar dari mobil tersebut, seorang pria tampan yang mungkin tidak asing lagi bagi Zia.

"A-Angga ...," ucap Zia.

"Kamu mau kemana?" Tanya Angga yang melihat Zia membawa koper.

Bukannya menjawab, Zia malah terisak. Ada yang bertanya seperti itu membuatnya menjadi sedih. Angga merasa kasian, lalu ia mengajak Zia masuk ke dalam mobilnya. Tanpa menolak, Zia pun nurut. Hingga mereka berdua sudah berada dalam mobil tersebut.

"Bisa antarkan aku ke toko," pinta Zia.

Tanpa bertanya kenapa? Angga langsung melajukan mobilnya, namun pikirannya bertanya-tanya soal gadis yang ada di sampingnya itu. Ia merasa segan bertanya soal masalah pribadinya. Angga terus mengemudi, sementara Zia, ia hanya melamun. Entah apa yang ada dalam pikirannya, semua nampak kalut. Hingga tak terasa, ia malah tertidur. Ia lelah, lelah batin juga raganya.

Mobil yang dikendarai Angga pun sampai, pria itu belum menyadari akan Zia yang tertidur. Ketika ia membuka seltbebth-nya baru ia menyadari bahwa Zia tertidur begitu pulas. Angga tak berani membangunkan gadis itu, ia malah memilih keluar dari mobil.

Toko yang tadinya gelap gulita, tiba-tiba saja menyala. Dan Angga pun melihat perubahan itu, lalu seorang gadis berumur 18 tahun keluar dari toko karena ia mendengar suara mobil terparkir di depan tempat ia tinggal.

Ya, gadis itu adalah Mila. Penghuni toko kue yang dimiliki Zia.

"Mas Angga," panggil Mila.

"Mila, kamu belum tidur?" tanya Angga. "Ngapain keluar?" tanyanya lagi.

"Harusnya aku yang tanya, Mas Angga ngapain malam-malam di sini? Mbak Zia tidak ada, dia pasti sudah tidur sama suaminya." Setelah menyadari apa yang diucapkannya, Mila langsung menutup mulutnya karena ia sudah keceplosan. Mila menepuk-nepuk bibirnya sendiri. "Duh, ini mulut gak bisa diajak kompromi. Ngapain juga aku mengatakan Mbak Zia tidur sama suaminya," batin Mila.

"Suami? Maksudmu Zia sudah menikah?" Angga merasa kakinya tidak berpijak setelah mengetahui gadis yang ia idam-idamkan ternyata sudah menjadi milik orang lain. Tak sadar, bahwa ternyata Zia sudah berdiri di samping mobilnya.

Zia mendengar percakapan Angga dan Mila. Perlahan, gadis mendekat ke arah mereka. Mila begitu terkejut melihat keberadaan Zia di sana.

"Mbak ... Mbak kok ada di sini?" tanya Mila bingung, secara bergantian ia melihat ke arah Angga dan Zia. Menyimpulkan bahwa keberadaan Angga di sini ternyata bersama laki-laki itu. Tapi kenapa bisa mereka bersama? Bagaimana ceritanya?

Tubuh Angga merasa terkena hantaman petir, ia masih terdiam tak percaya. Bahkan Zia terlihat masih gadis, yang pada kenyataannya Zia memang masih gadis. Status saja sudah menjadi menikah, nyatanya ia masih belum terjamah oleh siapa pun termasuk suaminya.

"Mbak masuk saja, aku ada urusan sama Mas Angga." Setelah mengatakan itu pada Zia, Mila langsung menarik tangan pria yang ada di depannya. Banyak pertanyaan dalam benaknya, bagaimana bisa Zia bersama Angga?

"Apa yang Mas lakukan? Kenapa Mbak Zia bisa bersama, Mas?"

Jangankan untuk menjawab pertanyaan Mila, Angga sendiri masih shock dengan kabar Zia yang sudah menikah, jiwa dan raganya serasa runtuh.

"Sejak kapan dia sudah menikah?" tanya Angga tiba-tiba.

Mila merasa tidak nyambung akan jawaban pria itu, malah Angga memberikan pertanyaan padanya. Harus ia jawab pertanyaan itu?

Pada akhirnya, Mila menceritakan semua tentang Zia pada Angga.

Angga merasa kasihan pada gadis itu, jika diberi kesempatan, ia akan memperjuangkan Zia agar gadis itu mau padanya. Bila perlu, ia akan menikahinya dan membahagiakannya.

Terpopuler

Comments

Noni Kartika Wati

Noni Kartika Wati

Zia ga jgn oon ada yg cinta ngapain berharap sama yg ga cinta

2022-07-09

0

Yulia Orif

Yulia Orif

ayo angga kejar zia

2022-04-10

0

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

Ayolah Zia jangan mengalah terus karena bersabar bukan berarti diam.... saat suami mu mengabaikan mu, Randy tak pernah menghargai mu sebagai istri utk apa bertahan.

2022-03-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!