Jatuh Cinta Dadakan
Hello, perkenalkan nama gue Anggita Rahmawati. Gue lahir di Solo, namun besar di Jakarta. Tapi semenjak Kakek gue yang di Solo meninggal, kedua orang tua gue memutuskan pindah ke Solo untuk mengurusi pabrik batik warisan Kakek di sana. Sedang gue dan Abang gue memilih untuk menetap di Jakarta karena urusan pekerjaan.
Oke, gue bakalan cerita sedikit tentang gue. Gue ini anak bungsu dari dua bersaudara. Gue punya Abang yang mesumnya ngalahin Tante girang haus belaian, tapi berduit, jadi kalau gue lagi pengen apa-apa gampang. Muka Abang gue ini masuk kategori ganteng. Masalah body pun, Abang gue ini juara. Meskipun perut kotak-kotaknya tidak seoke model L-men, tapi kata salah satu temen gue bilang kalau bokong Abang gue paling top markotop. Bahkan beberapa temen kerja gue pun menjulukinya si Abang Boksi.
Jujur, awalnya gue tidak paham dengan julukan aneh itu. Tapi setelah Vinzi, salah satu sahabat karib gue memberi tahu. Gue jadi paham julukan itu. Gue pun akhirnya penasaran untuk membuktikan. Bahkan demi membuktikan itu semua, gue rela nungguin Abang gue boker kala itu, dan setelah si doi keluar dari kamar mandi langsung gue pantau seoke apa itu bokong, dan hasilnya cukup mencengangkan. Gue sampai melongo kala itu, saking nggak percayanya. Gue jadi heran, itu temen-temen gue matanya jeli banget. Tapi kalian tahu apa reaksinya kala gue memandanginya dengan tatapan kagum?
"Apa? Lo pengen pegang? Apa jangan-jangan pengen ngerasain go--"
Tanpa menunggu Bang Riki nyelesain kalimatnya, langsung gue menendang bokongnya saat itu juga. Alhasil, dada biasa Bang Riki pun sukses menyentuh lantai. Membuat gue terbahak puas, sementara Bang Riki jelas saja langsung menumpahkan segala umpatan, makian, sampai sumpah serapahnya.
Oke, udah kali ya, cuap-cuap tak berfaedah gue. Karena gue udah kesiangan dan harus menggoreng telor ceplok untuk juragan gue, yang gue yakini saat ini baru akan masuk kamar mandi.
Dengan langkah riang, gue menuruni anak tangga, kemudian berbelok menuju dapur. Membuka isi kulkas yang membuat gue melongo. Anjiirr, kenapa tidak ada stok telor di kulkas, dan kenapa cuma ada stok minuman kaleng Bang Riki? Dengan gemas, gue menepuk jidat gue sendiri karena lupa emang belum belanja bulanan.
Sialan!
Pagi gue indah banget, ya?
Sambil menghela nafas pasrah, gue membuka kulkas bagian atas. Beruntung saat menemukan ada bungkus naget di dalam freezer.
"Alhamdulillah, seenggaknya pagi gue nggak buruk-buruk amat." Dengan perasaan senang gue mengangkat bungkus naget yang ternyata enteng itu. Membuat gue gemas untuk kembali mengumpat.
"Astaghfirullah, mulut gue gatel banget pengen ngumpat."
Sambil mengusap dada, gue mencoba untuk bersabar.
"Sialan! Tinggal dua biji doang." Akhirnya karena gemas, gue berteriak. Bahkan umpatan yang gue tahan-tahan dari tadi pun keluar. "Sial banget nasib gue, ya Allah!"
Dengan pasrah, gue pun mulai menyalakan kompor untuk memanaskan minyak. Selagi menunggu minyak panas, gue pun berinisiatif untuk menyiapkan kecap dan juga bubuk cabe, yang diiklanin anaknya Sule itu lohh. Lalu gue lanjut dengan menyiapkan dua piring nasi.
"Selamat pagi Adek-kuh sayang!"
Dalam hati gue meringis tak enak, kala mendengar sapaan riang dari Bang Riki. Wah, sepertinya mood-nya lagi bagus. Tapi sebentar mungkin akan hancur karena kelalaian gue.
"Dududu, calon istri idaman. Pagi-pagi udah di depan kompor, nyiapin nasi segala pula. Mau minta apaan lo?"
Seketika gue menoleh, meringis lalu menggeleng. Baru kemudian meniriskan dua buah naget yang baru selesai gue goreng.
"Pagi ini temanya belajar hidup susah ya, Bang."
Gue nyengir sembari meletakkan satu naget di atas piringnya. Kemudian mendekatkan cabe bubuk dan kecap ke arahnya.
Bang Riki menghela napas. Ketara sekali kalau dia sedang menahan diri agar tidak mengamuk. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman, meski terkesan terpaksa.
"Tema hidup susahnya besok-besok lagi, ya. Sekarang mending Adek goreng naget lagi. Nggak papa, Abang ikhlas kok cuma sarapan sama naget goreng. Tapi jelas Abang nggak ikhlas kalau cuma sebiji demi memenuhi tema hidup Adek."
Gue kembali meringis, mendengar nada suara Bang Riki yang penuh penekanan. "Kulkasnya kosong, Bang. Adanya ya cuma itu, yang bisa dimakan. Lainnya cuma soda kaleng."
"APA?! Lo kasih makan gue cuma naget sebiji sama kecap doang? Wah, parah lo. Gue aduin Ayah sama Ibu di Solo, ya. Jadi adek durhaka banget deh. Heran gue. Pantesan jomblo!"
Dengan emosi yang memuncak, gue pun akhirnya berdiri sambil menggebrak meja, membuat Bang Riki terperanjat kaget.
"Eh, maksud lo apaan ngatain gue jomblo segala? Jangan mentang-mentang lo tiap minggu ganti cewek, lo bisa seenak pantat lo gini ngatain gue. Gue udah berupaya semampu gue ya, gue juga udah berbaik hati mau ngelayani lo sebagai adek yang baik. Jangan mentang-mentang lo bisa ngasilin duit banyak lo bisa seenak lo gini. Gue nggak terima. Kesel gue punya Abang kayak lo!"
Setelah selesai mengeluarkan unek-unek, gue kembali duduk. Mengatur nafas yang sedikit ngos-ngosan karena berceloteh panjang lebar.
"Minum!" kata Bang Riki sembari menyodorkan segelas air mineral.
Gue meliriknya sinis, namun tetap menerimanya.
"Sorry, gue nggak tahu kalo lo lagi mens."
Gue melotot tak terima mendengarnya. Apa tadi yang dia bilang barusan?
"Mata lo biasa aja kali, copot mampus lo," gerutunya sambil menuangkan kecap dan juga bubuk cabe di atas nasinya. "Nih, buat lo aja," imbuhnya sembari meletakkan nagetnya di atas piring gue.
Abang gue, meski hobinya ngatain gue. Tapi doi sayang banget sama gue. Apapun yang gue minta selalu diturutinya. Tapi doi beruntung, karena gue bukan tipekal adik yang nggak tahu diuntung, yang suka minta ini-itu seenak dengkul gue. Karena bagaimana pun juga, gue udah ngerasain susahnya cari duit. Kerjaan gue memang biasa saja, cuma seorang resepsionis di salah satu hotel yang kebetulan sudah berbintang. Tidak seperti Bang Riki yang kini baru saja dipromosiin menjadi General Manager di salah satu perusahaan makanan ringan.
Maklum, Abang gue gitu-gitu lulusan S2 di UI. Sementara gue, enggak lulus kuliah karena memang tidak tertarik untuk kuliah. Bisa dibilang, kerjaan gue yang paling tidak bisa dibanggain sama sekali. Berbeda dengan saudara sepupu gue yang punya gelar dan jabatan yang oke-oke.
Gue melirik Bang Riki yang kini tengah memiringkan tubuhnya, dan mengeluarkan dompetnya dari saku celana. Mengeluarkan beberapa lembar seratus ribuan dan menyodorkannya untuk gue.
"Nih, nanti pulang kerja belanja dulu. Naik ojol aja. Gue ada janji soalnya."
"Cewek mana kali ini?" Gue tetap menerima duit itu, meski pandangan gue menatapnya curiga.
"Ada. Cakep pokoknya."
"Percuma cakep, Bang, kalau nggak bisa dijadiin istri."
Bang Riki terkekeh lalu meneguk air mineralnya. "Gue belum pengen nyari istri. Gani juga gagal kawin kok. Santai." Ia kemudian berdiri. "Gue duluan ya, ada rapat bulanan nih sama tim manager yang lain. Lo kan tahu sendiri gue baru naik jabatan, kalau gue telat bisa-bisa langsung dimutasi atau bahkan dipecat gue ntar. Ohya, untuk daftar belanjaan kebutuhan gue nanti gue WA aja. Gue udah telat soalnya."
Gue mengangguk sembari mengibaskan tangan kanan gue, memilih meneruskan makan gue sembari memesan ojek online.
Setelah selesai sarapan dan membereskan piring kotor. Gue pun bergegas untuk keluar rumah. Dan ternyata tukang ojek online yang gue pesan sudah nangkring depan rumah. Dengan gerakan buru-buru gue pun segera mengunci rumah.
"Udah lama ya, Mas?" tanya gue agak panik.
Mas-mas ojol-nya tersenyum sembari menggeleng. "Santai aja, Mbak, kalau sama saya."
Gue meringis sembari mengangguk. Mendekat ke arah motor dan menerima sodoran helm yang diberikan Mas-Mas ojol. Tak lupa mengucapkan terima kasih.
"Siap, Mbak?"
Gue mengangguk sembari memakai helm. Membuat Mas-Mas ojol ini berseru, "Berangkat!" Sembari memelintir stang motor meticnya.
Setelah berjibaku dengan kemacetan kota Jakarta, yang tak berujung macem sinetron di tipi-tipi. Gue akhirnya sampai di tempat kerja.
"Makasih ya, Mas," kataku sembari menyodorkan helm dan juga uang kepada Mas-mas ojol.
"Sama-sama, Neng. Saya duluan. Mari!" ucap si Mas-mas ojol sebelum melajukan motornya.
"Tumben naik ojek? Mumpung nggak becek, ya?" canda Vinzi salah satu rekan kerja dan juga teman curhatku.
"Belajar hidup susah." Gue berkata dengan sedikit ketus dan berjalan meninggalkan Vinzi.
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Aminah
boksi,bokong seksi bukan?
2023-05-21
0
TePe
boksi apaan thor ......
bokong maksimal yah😅
2023-04-29
0
nanda
lanjut
2022-12-11
0