Terkejut. Lagi-lagi gue harus dibuat terkejut dengan fakta yang baru saja gue ketahui tentang Aro. Belum habis keterkejutan gue dengan pekerjaannya yang ternyata seorang Head Chef di Resto milik Mas Gani. Dan sekarang, gue harus mengetahui fakta bahwa si pengirim sneaker-yang gue incar, ternyata Aro. Aaron Aldric, si pria dengan segala sikap kakunya itu. Iya, si kulkas dua pintu.
Gue melirik Bang Riki yang terlihat sibuk dengan nasi Padangnya, tanpa memperdulikan muka gue yang kini awut-awutan.
"Bang," rengek gue gemas.
Bang Riki melirik gue sekilas, kemudian kembali memfokuskan diri dengan nasi padangnya yang hampir habis.
"FACHRIKI PRANAJA!!" teriakku kesal.
Gumpalan nasi yang harusnya terakhir masuk ke dalam mulutnya, kini tersembur begitu saja. Karena keterkejutan mendengar suara gue. Dengan gerakan kesal, ia membanting sendok dan piring, yang untungnya berbahan plastik, ke atas meja. Pandangannya kemudian beralih ke arah gue dengan kedua mata melototnya.
"Apa-apaan sih lo?" balasnya ikut berteriak tak kalah kesal.
Sialan. Tatapan matanya kok serem ya. Bikin jiper aja.
"Maaf," sesal gue sambil menundukkan kepala.
Dapat gue dengar jelas suara helaan nafas pendek dari mulut Bang Riki, membuatku makin bersalah.
"Lo kenapa sih? PMS?"
Gue mengeleng. Masih dengan menekuk wajah. Ya kali PMS sebulan 2 kali. Bisa bangkrut kita, karena harus nyetok roti tawar lebih.
"Terus?"
"Galau."
Bang Riki langsung mencibir, "Gegara?" Tanya nya sinis.
"Yang di IG kemaren."
Bang Riki menaikkan sebelah alisnya bingung. "Atas dasar apa lo galau?" tanyanya dengan nada mengejek.
Sialan!
Apa maksudnya itu?
"Iiiihhh Abang!!" pekik gue kesal, bersiap mengeplak lengannya. Namun dengan gesit Bang Riki malah menghindar.
"Santai aja bisa nggak sih?"
Gue mendengkus sembari menopang dagu di atas bantal sofa. "Enggak," sahut gue sebal.
Dengan kampretnya Bang Riki malah ketawa. Dosa apa deh gue di kehidupan sebelumnya, punya Abang satu gini-gini banget. Menang di ganteng doang.
"Gini deh, gue kasih tau ya adekku tercinta. Aro ngirim itu sepatu sebagai ucapan terima kasih ya, karena udah ngerawat dia pas sakit kemarin. Lo nggak usah lebay deh, dia ngasih itu cuma sebagai ucapan terima kasih loh, bukan mahar seserahan buat ngajakin lo kawin. Lebay banget."
Gue meraup wajah gue sedikit frustasi. "Ya kali ngucapin ucapan terima kasih pake barang yang nilainya jutaan gitu, lo pikir dong, Bang. Emang masuk akal?"
"Ya masuk akal lah, Aro itu tajir melintir ya, kalo lo nggak tau. Mana dia ini anak tunggal, jadi barang yang dikirim ke lo itu belum seberapa. Ngerti? Paham kan?"
"Ya, tetep aja gue nggak--"
"Nggak apa?" potong Bang Riki dengan tatapan menantang, yang nyebelinnya nggak ke jawab oleh ku.
Sial.
"Tetep aja gue bingung," seru gue frustasi.
"Bingung kenapa lagi sih, Wat?" Bang Riki pun ikut-ikutan meraup wajahnya frustasi, "lo nggak lagi mikir yang iya-iya kan ini?" Kemudian memicingkan matanya curiga.
Gue langsung menatapnya tajam. "Bang!" panggil gue datar.
"Yes?"
Aku berbalik menatapnya dramatis, persis seperti Actress ngetop yang siap memulai dialog nya. "Asal lo tau ya, Bang, selama dua-puluh-tiga-tahun gue kenal lo. Ini adalah kalimat paling nyakitin yang keluar dari mulut lo. Apa yang barusan kamu ucapin itu jahat, jahat, jahat." Gue mengakhiri kalimat gue dengan penuh penghayatan, a.k.a agak berlebihan. Sekaligus mengalihkan pembicaraannya supaya nggak menjadi.
"Pengalihan isu, mana kudet lagi," cibirnya, "AADC2 udah lewat keles, sekarang lagi jamannya Dilan, yang apa-apa jadi berat." Bang Riki langsung bangkit dari sofa, bergegas naik ke lantai atas.
"Beresin itu semua, gue mau siap-siap," serunya memerintah, tanpa menoleh ke arah gue sedikit pun. Bossy banget.
Gue mendengkus sebal, kemudian mulai membereskan sisa makanan Bang Riki.
"Mau ke mana lo?" todong gue begitu melihat Bang Riki sudah turun lagi ke bawah, lengkap dengan kemeja kotak-kotak panjangnya yang di gulung sampai siku, di tambah aroma parfum yang menguar berlebihan dari tubuhnya.
"Lo abis mandi parfum apa gimana sih, Bang?" keluh gue sambil menutup mulut dan hidung menggunakan kaos yang gue pakai.
Dan seperti biasa, Bang Riki hanya memasang wajah cengengesannya. "Hehe, maklum, Wat. Mau 'manjain' dedek gue, jadi harus wangi dong," kedipnya genit.
Tanpa memandang sopan santun dan tata krama atau apapun itu, gue langsung mengeplak lengan-kerasnya. Sialan. Kok kayak batu sih lengen Bang Riki. Apa jangan-jangan doi udah di kutuk Ibu kali ya.
"Astagfirullah al'adzim, Bang! Nyebut! Eling! Ojo gae mumet Ibu karo Ayah nang deso to. Sedih aku ki lho, ra kuat suwe-suwe." (read;ingat! Jangan buat Ayah dan Ibu pusing di desa. Sedih aku tuh, nggak kuat lama-lama.)
"Matur sembah nuwun cah Ayu," (read;terima kasih banyak cantik) ucapnya malah sambil mengedipkan sebelah matanya, ia bahkan mengecup pipi kiri ku sebelum kabur pergi.
"Saranghae, chagiya!" teriaknya sebelum menutup pintu.
"AWAS LO, BANG!!" teriakku kesal.
****
Gue berdiri gelisah di depan pintu gerbang rumah Aro, sambil menenteng paperbag berisi sneakers pemberian Aro. Entah kenapa perasaan gue tiba-tiba bimbang. Antara enggak rela buat balikin ini sneakers dan pengen cepet-cepet balikin ini barang.
Berasa plin-plan banget ya, gue?
Tin Tin
Gue sedikit tersentak kaget saat mendengar suara klakson dari belakang, dengan sedikit kesal gue membalikkan badan.
"Maaf, cari siapa, ya?"
Gue meringis saat menemukan seorang wanita paruh baya, dengan penampilan sosalitanya, cantik dan juga anggun. Namun terkesan tidak berlebihan. Gue menundukkan kepala gue sedikit, berniat mengutarakan niat gue kemari. Namun namanya hidup, tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Baru juga mau buka mulut, eh, tiba-tiba makhluk tak diundang yang nyamber aja kayak petir.
"Wah, si Eneng yang kemaren," ucap satpam yang kemaren membuka kan pintu gerbang untuk gue.
Perempuan paruh baya itu langsung menyahut, "Mang Ucup kenal?"
Satpam yang sekarang gue ketahui bernama Mang Ucup itu mengangguk yakin. "Ini yang jagain Mas Aro kemaren pas lagi sakit, Bu. Masa Ibu belum kenal sama calon mantu sendiri?"
Sialan.
Pantesan aja dari tadi perasaan gue nggak enak, terus deg-degan mulu. Ternyata ini toh penyebabnya?
Dapat gue rasakan lirikan tajam dari si ibu-ibu itu. Mampus gue!
"Jadi, kamu pacar Aro?" tanya si ibu ini dengan senyuman yang entah kenapa sulit gue artikan.
Antara penuh penyambutan campur bahagia dengan senyuman penuh intimidasi. Serem kan? Dan dengan ragu-ragu gue mengangkat wajah.
"Itu... anu...."
Tbc,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Defiarti
bagus bngt...d tgg up na y
2019-09-02
6
Ariyani Ariyani
bang Riki jangan main celap- celup aja deh awas tar kena batunya🙏🙏🙏😊
2022-06-21
0
🍀Ode Tri🍀
wahhh ketemu camer nih
2020-09-07
2