Mama terus membelai rambut Dinda sampai istri Wira itu tertidur.
"Dinda sepertinya sangat tertekan sekali Wira, kamu bawa Dinda liburan saja. Biar Papa atur jadwal liburanmu" kata Papa tidak tega melihat menantunya.
"Saya sudah ambil cuti untuk bulan depan Pa. Mau ajak Dinda liburan ke Paris." jawab Bang Wira.
"Tapi ini bukan hanya sakit di badan Wira. Ini sampai mengenai kejiwaan Dinda." kata Papa.
"Saya tau pa. Biar nanti saya yang selesaikan masalah ini. Dinda hanya belum dapat hiburan lain saja. Papa jangan cemas, Insya Allah semuanya aman pa"
"Papa cemas sekali sama keadaan Dinda.. Wira. Kasihan sekali menantu papa ini" Papa mengusap wajahnya dengan gusar.
***
Dinda pulang ke rumah di temani Mama, Papa juga Bang Wira. Saat itu tak sengaja Dinda melihat Nesya dan Bang Rendra sedang duduk santai menikmati udara sore di teras rumah. Bang Wira tak bisa menyembunyikan perasaannya, ada rasa jengkel saat menatap wajah Bang Rendra karena tidak tega melihat Dinda yang akhirnya harus kembali bersedih.
"Ma.. Pa, tolong bawa Dinda masuk dulu..!!" pinta Bang Wira.
Kini Bang Wira berhadapan dengan Bang Rendra yang sudah meminta Nesya untuk membawa baby Nala masuk.
"Aku sudah bilang untuk menyimpan semua kenangan tentang Dinda sementara waktu ini. Mental Dinda masih belum kuat menerimanya Rendra" tegur Bang Wira.
"Lalu apa aku harus main kucing-kucingan sama Nesya?? Dia bisa curiga, yang Nesya tau.. Nala adalah putrinya, kamu menyerahkan barang ini karena Dinda tidak mau melihatnya" jawab Bang Rendra.
buuugghh...
Bang Wira menghantam wajah Bang Rendra dengan kencang. Ia sungguh kesal mendengar jawaban littingnya itu.
"Silakan kamu menjaga perasaan Nesya, tapi aku pun berhak membela istriku mati-matian. Aku juga tidak ingin melihat Dinda menangis. Sampai aku sempat melihat Dinda menangis lagi karena mu, aku buat tulangmu itu patah" ancam Bang Wira kemudian pulang tanpa menghiraukan keadaan Bang Rendra.
...
Malam tiba..
Perwakilan dari pihak Batalyon berdatangan ke rumah Bang Wira dan mengucapkan kalimat duka cita yang membuat Dinda begitu syok. Saat ini, jelas tidak mungkin mengatakan pada 'dunia' hal yang sesungguhnya bahwa yang tidak ada adalah putri dari Lettu Narendra dan Bukan putri dari Lettu Wiranegara. Mau tidak mau Bang Wira pun menerima nya dengan baik.
Baru saja belajar berbesar hati.. telinga Papa Bang Wira mendengar kembali ibu-ibu yang tengah bergunjing memanaskan hati dan telinganya.
"Itu hukum karma karena telah merebut suami orang lain"
"Benar sekali, Pak Wira jadi harus menanggung aibnya"
Saat itu, tatapan Papa mengarah pada Bang Wira yang juga sudah mendengarnya.
...
"Biar Dinda yang jelaskan Pa..!!" Dinda sudah menangis ketakutan melihat wajah murka papa mertuanya.
"Diam kamu Dinda..!! Abang suamimu.. Biar Abang yang selesaikan..!!" nada suara Bang Wira sedikit meninggi.
Dinda pun langsung terdiam menyandarkan keningnya di punggung Bang Wira.
"Aku yang menghamilinya Pa. Aku nggak sengaja" jawab Bang Wira.
"Tapi seingat papa, kamu ada dinas luar Wira."
"Aku ambil sela waktu libur untuk menemui Dinda. Bukan salah Dinda pa, karena aku yang memaksanya sampai tidak sengaja.. Dinda hamil" ucap Bang Wira tetap melindungi Dinda.
"Bisakah papa percaya padaku saja. Aku keberatan papa membuka lagi masa kelam itu karena semua ini menyangkut harga diri istriku Pa."
"Wiraaaaa.. dimana kamu letakan otakmu saat itu, sekarang bisa sampai jadi bahan gunjingan orang?? Apa tidak bisa kamu redam masalah ini??? Apa kamu tidak bisa mengendalikan hasratt mu yang sedang meninggi saat itu??? Apa itu ilmu dan bekal hidup yang kamu pelajari selama ini??? Bodohnya kamu Wira.. mengumbar nafsuu seperti binatang!!!"
"Maaf Wira mengecewakan papa"
plaaaaakkk.. bugghhhh.. plaaaaakkk..
"Papaaaa.. Jangan pukul Abang Pa.. Dinda yang salah.." pekik Dinda memeluk erat pinggang Bang Wira dan Bang Wira mengusap punggung tangan Dinda menandakan semua akan baik-baik saja.
"Kalian berdua sama-sama salah..!!" Papa Bang Wira menghela nafas panjang.
Mendengar bentakan Papa, jantung Dinda rasanya tidak siap.. ia terhuyung dan tidak sadarkan diri. Bang Wira segera sigap menolongnya.
"Papaaa.. Dinda pingsan pa. Sudah mama bilang jangan teriak. Mantu papa ini terlalu lembut"
"Cepat bawa ke kamar Wiraa..!!! Apa Dinda baik-baik saja???" tanya Papa dengan cemas.
Bang Wira belum sanggup menjawab apapun, terus terang hatinya terasa begitu pedih memikirkan Dinda saja, tak peduli dengan dirinya sendiri. Ia pun berusaha keras menyadarkan Dinda.
"Bagaimana Wira?? Belum sadar??" tanya Papa.
Bang Wira terduduk lemas di lantai setelah membaringkan Dinda di atas ranjang.
"Tolong jangan bahas tentang 'perginya anakku' lagi Pa..!! Aku nggak kuat lihat Dinda seperti ini" Bang Wira menyandarkan kepalanya pada sisi ranjang. Terlihat sekali rasa lelah dan letih pada paras wajahnya, tentu saja letih hati, pikiran juga tenaga yang beberapa hari ini terus menyiksa batinnya.
Papa pun menyudahi ketegangan ini.
"Baiklah le, papa percayakan kamu bisa selesaikan semua dengan cepat. Kalian sudah berumah tangga, pasti tau apa yang terbaik"
"Eghm.." Bang Wira memercing kesakitan meremas perutnya yang terasa seperti di peras kuat.
"Wiraa.. Kamu kenapa le?" tanya Mama.
"Nggak apa-apa ma" jawab Bang Wira.
"Yang benar saja kamu Wira, wajahmu pucat sekali. Kalau ada yang sakit cepat bilang..!! Siapa yang akan merawat Dinda kalau kamu sakit" kata Papa.
"Tolong minta anggotaku untuk beli obat maag Pa. Asam lambungku naik..!!" pinta Bang Wira akhirnya mengaku.
"Kamu ini Wir.. boleh cemas, tapi pikirkan kesehatanmu juga. Dinda butuh kamu"
...
"Mama sendiri lho ini yang bikin. Enak khan dek?" Bang Wira menyuapi Dinda makan malam dengan sop kacang merah.
"Enak Bang" jawab Dinda datar.
"Kamu mau pindah dinas??" tanya Papa tiba-tiba menawari Bang Wira.
"Kemana Pa?"
"Menjabat kepemimpinan di luar pulau Jawa tentunya" jawab Papa.
"Nggak pa, jangan..!! Dinda mau tetap disini sama Abang...." Dinda yang langsung menyambar pertanyaan Papa karena masih belum sanggup berpisah dari Nala.
Bang Wira menyentuh tangan Dinda. Ia paham betul apa yang sedang di rasakan istrinya dan Dinda mengerti, pembicaraan seperti ini lebih baik di selesaikan suaminya saja.
"Nanti saya mengikuti skep yang berlaku saja Pa. Biar Dinda belajar beradaptasi dengan lingkungan sekitar setelah mendapat cobaan ini, saya harap mentalnya bisa jauh lebih kuat" kata Bang Wira.
"Baiklah kalau begitu"
"Besok Papa akan kembali bertugas lagi. Kamu jaga Dinda baik-baik. Papa nggak mau dengar ada kejadian seperti ini lagi Wira." peringatan Papa untuk Bang Wira.
"Saya ngerti pa"
***
Selepas Papa dan Mama kembali ke kotanya. Dinda berada di rumah sendiri karena Bang Wira sedang melaksanakan apel pagi.
Tak lama Nesya datang ke rumah Dinda dengan senyumnya, senyum hangat tanda persaudaraan.
"Dinda apa kabarmu?" sapa Nesya saat Dinda sedang duduk dan melihat ponselnya.
"Alhamdulillah baik mbak? Mbak Nesya bagaimana?" tanya Dinda.
"Alhamdulillah kabarku juga baik Dinda"
"Oohh iya, aku ada kabar baik untukmu" kata Nesya.
Kening Dinda berkerut.
"Kabar baik apa mbak?" tanya Dinda.
"Aku mendapatkan nomer ponsel ibumu dari ponsel Bang Rendra. Aku rasa kamu sangat butuh dukungan ibumu setelah anakmu dan Bang Rendra tiada. Jadi aku menghubunginya" jawab Nesya tanpa paham duduk masalah yang tengah mereka hadapi selanjutnya.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
나의 햇살
pengen tak cekik rasanya nih orang
2022-10-07
0
나의 햇살
kalau aku mendingan orang yg mati daripada anak diserahkan ke orang lain meskipun dia yg buat tapi dia juga yg nyuruh menggugurkan
2022-10-07
0
Eleanor
benar2 ya si Nesya
2022-10-05
1