"Insya Allah Abang ikhlas Nes.. kita hanya bisa menjalankan peran yang sudah di tetapkan Allah. Kita tidak bisa mengulang kenyataan satu detik yang lalu tapi kita bisa mengusahakan masa depan yang lebih baik. Abang tau mengucap tidak semudah menjalaninya jadi hanya belajar ikhlas saja bekal kita menjalani setiap detiknya"
"Insya Allah aku akan belajar seperti itu Bang"
:
"Kenapa belum sadar juga Bang. Apa kita bawa ke rumah sakit saja?" Tanya Nesya saat sudah lebih dari tiga puluh menit Dinda belum juga siuman.
"Obat tidak akan membantu Nes. Mentalnya terhantam kuat. Kamu dan Dinda mungkin hidup dalam didikan mental yang berbeda" jawab Bang Wira.
Nesya melirik Bang Rendra yang sudah membuat semua kekacauan ini.
"Dinda mengandung anak Abang dan sampai seperti ini. Lalu apa tanggung jawab Abang???"
Bang Rendra terdiam tak bisa menjawabnya. Ia sungguh menyesali kejadian ini.
"Kalian pulanglah dan selesaikan masalah kalian. Biar disini Dinda saya yang urus. Dinda juga masih syok khan dengan kejadian ini. Saya tidak bilang kamu rugi Nes. Tapi tanpa pernikahan dan perlindungan hukum.. Dinda tidak akan bisa berbuat apa-apa. Dinda juga rugi, dalam pribadi dan juga di mata masyarakat" kata Bang Wira.
...
Dinda sudah mulai sadar. Bang Wira terus membujuk Dinda agar wanita cantik itu mau makan.
"Apa gunanya menyiksa diri seperti ini? Apa kamu mau lari dari tanggung jawabmu sebagai ibunya? Anak itu tidak minta ada dalam rahim mu. Tolong jangan sakiti dia, kalau kamu tidak mau, biar Abang yang merawatnya"
"Berat sekali Bang. Rasanya Dinda nggak kuat. Dinda pengen mati sajaa..!!!" Dinda kembali menangis dan memukuli perutnya dengan kencang.
Bang Wira segera menyergap kedua tangan Dinda lalu menindih dan memeluknya.
"Jangan Dinda.. jangan. Abang tau kamu nggak kuat. Biar Abang yang pikirkan jalan keluarnya, kamu hanya perlu jaga anakmu baik-baik. Tolong dek..!!" Bang Wira sampai lemas melihat keadaan Dinda saat ini. Ia pun sampai tak sanggup makan, sakit itu benar-benar menusuk batinnya.
***
"Dindaaa..!!!!" Bang Wira begitu terkejut melihat Dinda terguyur air di kamar mandi kontrakannya. Ia baru saja pulang dari batalyon usai apel pagi.
Wajah Dinda sudah sangat pucat.
"Kenapa kata-kata Abang tidak ada yang masuk ke dalam hatimu dek..!!"
Secepatnya Bang Wira mengangkat Dinda kembali ke dalam kamar. Ia membongkar tas Dinda.
"Kamu.. bisa pakai pakaianmu sendiri?"
Dinda mengangguk. Bang Wira segera keluar dari kamar dan menunggu Dinda di depan pintu. Hatinya gelisah tak karuan.
...
"Siang tadi Abang dapat cuti dinas luar selama tiga hari. Kita selesaikan masalahmu" kata Bang Wira.
"Maksud Abang apa?" Tanya Dinda lirih.
"Percaya Abang. Semua akan baik-baik saja"
-_-_-_-_-
Dinda tidak tau kalau Bang Wira mengajaknya menemui kedua orang tuanya. Di depan matanya ada rumah yang besar lengkap dengan penjagaan ketat memakai baju loreng. Ia panik tapi Bang Wira terus meyakinkannya.
"Abang janji akan melindungimu"
...
Buuugghh.. baagghhhh..
"Bikin malu keluarga? Di mana otakmu saat kamu melakukannya Wira???"
"Jangan Pak..!!! Dinda yang salah....!!!!!" Pekik Dinda histeris saat Papa Bang Wira menghajar putranya itu. Dinda sampai memeluk tubuh Bang Wira.
Bang Wira memegang tangan Dinda dan mencegah Dinda untuk bicara lagi.
"Aku khilaf pa. Maaf..!!" jawab Bang Wira.
"Dinda yang salah, Abang nggak salah pak" Dinda histeris sampai akhirnya pingsan. Bang Wira segera bangkit dan mengangkat Dinda untuk di rebahkan di atas sofa.
"Dindaa.. nak..!!"
"Papa sudah Pa, Dinda sudah terlalu tertekan. Kasihan pa, Dinda sedang mengandung cucu kita" kata Mama Bang Wira.
"Astagfirullah hal adzim Wiraaa. Apa kamu nggak kasihan sampai buat perempuan jadi seperti ini. Bayimu bisa tidak sehat kalau ibunya stress" kata Papa Ramzi sembari memijat pangkal hidungnya. Ia pun segera mengambil ponsel di atas meja.
"Tolong panggilkan penghulu"
...
"Sah.."
"Alhamdulillah.." Bang Wira pun turut mengamini apa yang telah di lakukannya kali ini. Baru saja sadar.. Dinda kembali pingsan.
"Panggilkan dokter saja. Tidak baik seperti ini" perintah Papa Ramzi ikut cemas mengingat menantunya itu tengah mengandung.
//
"Terlalu tertekan, banyak pikiran. Kurang istirahat." Kata dokter yang memeriksa Dinda.
"Apa perlu perawatan di rumah sakit?" Tanya Bang Wira.
"Nggak perlu pak. Hanya untuk sementara jauhkan ibu hamil dari hal yang bisa memicu tingkat stress nya."
"Baik dok. Terima kasih"
...
Bang Wira mencium perut Dinda.
"Sehat terus ya anak papa. Tujuh bulan lagi kita ketemu sayang."
Dinda tak sanggup berkata apapun lagi, tak terbayangkan sakitnya hati mengingat kejadian demi kejadian dua hari ini.
Bang Wira beralih menatap mata Dinda. Tangannya menyelipkan anak rambut di belakang telinga istrinya
"Sudah enakan dek? Kamu mau makan apa? Dari kemarin kamu nggak mau makan"
"Badan Dinda lemas bang. Mual.. nggak pengen makan apa-apa" jawab Dinda.
"Itu karena kamu nggak mau makan, jadi nggak ada tenaga. Coba makan sedikit dulu ya..!! Hati Abang nyeri lihat kamu pingsan terus dek" ucap jujur Bang Wira.
Dinda menutup mulutnya, ia mencoba bangkit tapi badannya sudah tidak kuat.
"Muntahkan disini saja" kata Bang Wira.
Tapi sayangnya tidak ada yang bisa di muntahkan Dinda, terlihat sekali Dinda begitu tersiksa.
"Kalau nggak mau makan nanti kamu di rawat lho dek."
"Bang.. boleh lihat pantai nggak? Dari Dinda kecil.. nggak pernah lihat pantai dari dekat." Pinta Dinda tiba-tiba.
"Ayo..!! Abang masukan barang dulu ke mobil. Kita pergi ke pantai"
...
Malam itu.. Bang Wira berpamitan pada orang tuanya untuk mengajak Dinda pergi ke pantai.
"Hati-hati jaga istri Wir.. kandungannya masih muda sekali. Jangan sistem kebut semalam. Awas kamu kalau cucu papa ada apa-apa. Papa hajar kamu" kata Papa Ramzi.
"Iya pa, aku paham kok." Jawab Bang Wira sambil menempelkan kertas di belakang kaca mobilnya.
Jaga jarak, jaga lisan, jaga rem. Mohon maaf.. istri sedang hamil muda.
"Bagus nggak pa?" Tanya Bang Wira.
"Bagus Wir. Biar orang-orang tau ada bumil di dalam mobilmu" jawab Papa Ramzi menyetujui ide putranya.
...
Mobil di belakang Bang Wira menyelip tanpa amarah dan umpatan, mereka tersenyum melihat pesan di belakang mobil Bang Wira.
"Semangat pak, semoga kehamilan istrinya lancar sampai persalinan" teriak salah seorang pengemudi di jalan.
"Terima kasih pak" jawab Bang Wira.
"Bang.. nggak malu kah di lihat orang?" Tanya Dinda yang sedikit malu melihat tingkah posesif Bang Wira.
"Kenapa mesti malu? Abang pakai baju. Ganteng lagi" jawab Bang Wira dengan gayanya yang cool.
"Eehh dek, di belakang ada keripik belut.. tadi mama bawakan camilan untuk kamu. Abang mau donk. Suapin..!!" Pinta Bang Wira yang sebenarnya hanya mengalihkan perhatian Dinda juga agar wanita yang sudah menjadi istrinya itu mau bergerak.
"Belut Bang? Dinda tinggal di desa tapi belum pernah pegang belut" kata Dinda sambil mengambil bungkusan di jok belakang.
"Ya nanti Abang ajari pegang belut sampai nggak takut lagi" jawab Bang Wira santai.
"Ini kok pendek ya Bang, apa remuk tertindih barang?" Tanya Dinda sambil memperhatikan bungkus keripik.
"Nanti kalau tertindih Abang, bentuknya lain" jawab Bang Wira.
Dinda pun menyuapi Bang Wira meskipun tangannya masih lemas.
"Abang pelihara juga?"
"Wooo.. jelas donk.. kebanggaan nih, penuh daya magis beraliran listrik"
Dinda memperhatikan lagi kripik belut di tangannya.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Queen Sha
😂 ada2 aja
2023-12-09
0
Nur Insana Hadi
Klo aku jd Nesya mending talak 3 itu si suami laknat Rendra yg tdk punya kesetiaan. Dasar suami tukang selingkuh
2022-04-29
1
Neng Win
pemeran utamanya siapa Thor? Rendra +Nesya ,/Wira+Dinda 🤔
2022-03-29
0