Harap netral dan bijak menyikapi cerita..!!
🌹🌹🌹
Bang Wira membongkar pakaian Dinda tanpa sisa lalu merapatkan kedua paha Dinda. Bang Wira pun melepas pakaiannya. Kini mereka saling memeluk bertukar kehangatan. Perang batin terasa sangat berat menyiksa diri.
Wajah Dinda mengarah ke bawah tapi Bang Wira melarangnya, ia sedikit mengangkat dagu Dinda dan mengecupnya lembut.
"Nggak boleh kalau sekarang, nanti saja kalau sudah waktunya. Sekali melihatnya, kamu nggak akan pernah lupa" bisiknya di telinga Dinda.
"Kamu rasakan saja. Abang main cantik" kedua bibir itu menyatu saling berbagi rasa.
Mata Bang Wira terpejam menikmati hasrat yang mencuat. Semakin lama, dirinya merasa semakin lemah dan tidak sanggup menahan dirinya. Tangannya menyambar pakaian Dinda lalu menutup sebisanya dan menarik diri dengan nafasnya yang tersengal lepas. Kedua tangan menyangga badan disisi meja.
"Abang sudah selesai?" Tanya Dinda sambil membenahi pakaiannya. Sekilas Bang Wira melihat wajah kecewa Dinda karena ia pun tau karena tadi sudah sempat membuat Dinda 'naik'.
"Belum.. Sudah nggak apa-apa. Abang ke kamar mandi duluan ya..!!" Bang Wira menurunkan Dinda dari meja.
:
Bang Wira mengguyur dirinya hingga perasaannya berangsur tenang tapi jujur semua nya terasa begitu sulit. Rasa rindu, ingin marah, hasrat tak tersalurkan hingga rasa kepalanya seakan mau pecah, yang teringat dalam bayangannya hanya Dinda.
Abang pasti akan sabar dek, maafkan Abang yang sudah mencuri waktu bersama mu. Semoga kamu nggak marah... sayang..!!
:
"Nggak mandi dek?" Tanya Bang Wira.
Disadari atau tidak, kejadian tadi malah membuat Dinda semakin ngambek.
"Nanti" jawab Dinda.
"Marah ya sama Abang?" Bang Wira pun merasa sangat bersalah. Ia pun memeluk Dinda.
"Abang tau perasaanmu. Sabar Mama bee sayang"
Mendengar panggilan sayang itu, hati Dinda pun luluh.
"Lima bulan lagi sayang. Anggap saja kita masih pacaran. Nanti kalau sudah waktunya, kita akan menikmatinya berdua. Bukankah buah kesabaran itu indah"
Dinda mengangguk meskipun masih ada sisa rasa kesal.
***
Ibu sudah pulang. Bang Wira menggendong ibu mertuanya masuk ke dalam rumah dan segera mengatur ranjang ibunya karena tidak mungkin Dinda yang akan melakukannya. Perutnya yang mulai membesar sudah mengurangi ruang geraknya.
"Sudah le, kamu perhatikan Dinda saja. Sejak tadi Dinda hanya cemberut saja, apa dia ngidam?" Tanya ibu yang melihat Dinda membawa bungkus makanan ke dalam rumah tapi wajahnya tertekuk kesal.
"Iya Bu, ngidamnya pengen di sayang terus" jawab Bang Wira yang sebenarnya punya makna lain.
"Ya sudah di sayang sana. Nanti kalau pulang jangan terlalu malam. Besok hari Senin sudah aktif kerja khan. Disini khan ada bude. Aman le"
"Iya Bu. Maaf ya Bu, Dinda saya ajak lagi"
"Nggak apa-apa. Sudah hak mu untuk membawa Dinda pulang bersama mu. Ibu titip Dinda ya" kata ibu.
"Iya Bu, ibu tenang saja"
-_-_-_-_-
Sore pun tiba. Dinda menangis saat berpamitan dengan ibunya. Tapi kini baktinya yang lebih besar adalah pada suaminya.
Mobil Bang Wira sudah melaju, tapi wajah Dinda masih saja sembab. Tak lama seperti biasanya Dinda mulai mabuk.
"Minum obatnya dek..!! Obat dari dokter disini cocok nggak?" Tanya Bang Wira.
"Masih cocok obat yang dari kota Bang" jawab Dinda.
"Kalau begitu sekarang cepat kamu minum obat dari kota..!!"
"Obatnya habis Bang"
Bang Wira menepuk dahinya, ia mulai gusar kalau sampai mual Dinda semakin parah di tengah jalan.
"Bang..!!"
"Kenapa?"
"Mau pegang perut Abang?"
"Haahh?? Perut ini apa......"
"Perut Bang..!!"
Bang Wira pun mengangkat sedikit bajunya dan menunjukkan perut sixpack nya lalu membawa tangan Dinda untuk menyentuhnya.
Dinda memejamkan matanya, tak lama ia tertidur.
"Ajaib, untung hanya pengen pegang perut. Pegang yang lain ya gawat" gumam Bang Wira.
...
Bang Wira membuka pintu mobilnya dengan cepat, ia pun terburu-buru masuk ke dalam rumah sampai tidak sempat membukakan pintu mobil untuk Dinda. Mengangkat baju hingga perut sixpack nya terekspose selama dua jam dan terpapar AC mobil membuatnya masuk angin.
"Bang.. Abang nggak apa-apa?" Tanya Dinda.
"Abang nggak apa-apa dek. Tolong pijat bahu Abang ya..!! Rasanya kaku sekali" pinta Bang Wira.
"Dinda masak air panas juga, untuk kompres perut Abang"
Bang Wira sendiri merasa aneh. Dalam pendidikan saja terkena hujan panas, dari pakaian basah hingga kering tak sedikitpun membuatnya masuk angin. Tapi ini perkara pemerbperut sixpack saja bisa membuatnya sampai masuk angin.
:
"Aduuuhh.. sakit sekali. Mual" Bang Wira mengeluh hanya karena masuk angin.
"Abang jangan banyak bicara nanti anginnya masuk lewat mulut" kata Dinda.
Tanpa ancang-ancang, Dinda duduk di atas punggung Bang Wira.
"Lailaha Illallah.. nggak hamil saja kaget kalau tertindih begini dek. Apalagi kamu double.. usus Abang sampai syok"
"Jangan ribut Pak.. mau pilih tindih belakang apa depan??" Ancam Dinda.
"Kalau di suruh milih, Abang pilih depan lah"
Dinda melirik kesal.
"Sakit saja bertingkah. Apa kuat??" Gumam Dinda hampir tak terdengar.
"Kamu jangan cari perkara, itu si dedek baru lahir.. bisa bengkak lagi perutmu kalau berani usik maung tidur" ucap Bang Wira yang ternyata mendengar ucapan Dinda.
Dinda menunduk sembari merawat suaminya.
***
Tiga bulan berlalu.
Bang Wira menikmati makan malamnya yang sekaligus buka puasa. Ia memang rutin melakukan nya. Salah satu alasannya juga karena lebih ingin menjaga diri.
"Besok waktunya kontrol khan dek?" Tanya Bang Wira.
"Iya Bang." Jawab Dinda sedikit lesu.
"Ada apa? Kenapa sejak tadi wajahmu murung"
"Nggak ada apa-apa Bang"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
ella
🏃🏃
2022-01-10
0
ARSY ALFAZZA
😘😘😘
2022-01-10
0
Alif Septino
semangat kak Nara 🥰🥰
2021-11-23
0