"Abang beli apa?" Tanya Dinda.
"Beli susu buat si kecil, biskuit sama roti, takut kamu tiba-tiba nanti malam lapar" jawab Bang Wira.
"Dinda nggak suka roti Bang." Ucap Dinda lirih, ia merasa tidak enak karena Bang Wira sudah berusaha membahagiakan nya.
"Ya sudah nggak apa-apa. Kamu mau apa? Sebelum kita ke pantai nih"
"Tahu isi sama tempe mendoan. Boleh Bang?" Tanya Dinda.
"Boleh, di depan sana ada pasar. Pasti banyak yang jual."
...
Bang Wira dan Adinda sudah sampai di pantai tapi Dinda hanya terdiam mematung duduk di dalam
"Katanya mau lihat pantai? Ayo turun..!!" Ajak Bang Wira.
"Nggak kelihatan Bang, gelap semua" jawab Dinda dengan sedih.
"Nggak disini juga neng. Kita masuk penginapan dulu. Nanti kita lihat pantai dari kamar. Lebih privasi dan santai" Bang Wira turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Dinda lalu mengulurkan tangannya. Awalnya Dinda ragu, tapi Bang Wira mengecup kening Dinda dengan sayang.
"Kamu ini istri Abang, masih tidak percaya kah kamu sama Abang? Abang bukan Rendra yang hanya modal air softgun untuk menyenangkanmu. Abang ini modal tampang, alat kejut listrik, pemancar sinyal, gudang logisti.. banyak sekali yang Abang lengkapi untuk jadi suamimu"
Dinda pun meraih tangan Bang Wira lalu ikut berjalan bergandengan bersamanya.
...
Dinda duduk di balkon melihat lautan luas yang ada di hadapannya. Sambil sesekali melongok, bibirnya itu tak hentinya menikmati tahu isi. Sesekali ia mengangkat kakinya karena kaget, di bawah kakinya ada lantai kaca yang memperlihatkan dengan jelas suasana pantai jika lampunya dinyalakan seperti ini.
"Minum susunya dek..!!" Bang Wira membawakan susu khusus ibu hamil untuk Dinda.
"Terima kasih ya Bang"
"Sama-sama bumilnya Abang" Bang Wira menahan senyumnya melihat Dinda yang terkadang masih terkejut dengan terpaan ombak yang datang meskipun tidak besar.
Tak lama ponsel Bang Wira berdering, ada nama Rio disana. Bang Wira pun menjawabnya.
~
Nggak bisa, Abang mau bulan madu dulu. Khan masih ada Rendra sama Jodi" kata Bang Wira.
"Bang.. Abang bulan madu dimana Bang? Ini ada pemeriksaan gabungan Bang" kata Rio.
"Astaga.. Bang Wira..!!" Gerutu Om Rio saat pria berpangkat letnan dua menghubungi Abangnya.
"Ijin Bang. Ikut kegiatan yang di perbantukan dengan pusat nanti.. saya, Bang Jodi, tiga Bintara dan lima tamtama." Laporan Om Rio pada Bang Rendra usai menutup panggilan teleponnya.
"Memangnya ada dimana si Wira? Kenapa ada bulan madu segala" Tanya Bang Rendra.
"Siap.. tidak tau, Bang Wira hanya bilang itu saja" jawab Om Rio.
"Cckk.. kemana dia? Jangan sampai berulah. Belakangan ini banyak sekali razia"
...
"Waaahh.. ikan pindang ya bang?" Tanya Dinda sambil mengunyah tempe mendoan.
"Lahdalaahh.. mati aku. Ikan pindang itu sudah matang dek. Kalau masih berenang begini ya ikan tongkol"
"Oohh iya ya Bang. Ikan sebegini banyak apa nggak takut di sambar kucing?" Tanya Dinda lagi.
"Kamu aja yang Abang sambar duluan bagaimana? Mana ada kucing mau mandi besar di lautan luas begini"
"Iya juga ya Bang" Dinda mengambil lagi tahu isinya.
Bang Wira tak berkomentar apapun saat istrinya banyak mengunyah sebab istrinya mau sedikit makan pun ia sudah cukup lega.
"Dek.. mancing yuk..!!" Ajak Bang Wira.
"Mancing Bang? Ini lautan luas. Kalau nanti yang Abang pancing malah hiu, bagaimana?" Tanya Dinda cemas.
Bang Wira lumayan terkejut dengan jawaban Dinda. Ternyata bumilnya memang begitu polos dan tidak tau kalau penginapan mereka memang sudah dirancang sebaik mungkin dan memang di dirikan di atas 'kolam ikan' dari laut yang sudah di bendung.
"Ini khan malam dek, hiunya nggak mungkin main jauh sampai kesini" jawab Bang Wira.
"Iya benar Bang" Dinda mantap sekali menjawabnya seolah apa yang di katakan Bang Wira selalu benar.
"Terus mau mancing pakai apa Bang? Abang khan nggak punya pancing" tanya Dinda.
"Tangkap aja langsung, kita turun ke bawah, tapi besok saja. Ini sudah malam" kata Bang Wira.
"Ehmm.. kalau sekarang gimana Bang? Dinda pengen injak air laut" Dinda berucap pelan dan menunduk.
"Nggak boleh dek, nanti kamu masuk angin. Kalau nggak lagi berdua sih Abang ijinkan. Ini bawa anak dek, bukan nenteng rangsel." Tolak Bang Wira dengan tegas.
"Besok pagi khan hanya tinggal beberapa jam lagi, masa nggak sabar tunggunya?"
Dinda terdiam tidak berani menjawab perkataan pria yang kini telah menjadi suaminya.
"Besok Abang temani. Jangan sekarang ya" Bang Wira mengecup kening Dinda seperti tadi.
"Ayo masuk.. kita makan dulu"
"Dinda sudah kenyang Bang"
"Ya sudah temani Abang makan saja ya..!!" Ajak Bang Wira.
//
Bang Wira tersenyum saat melihat Dinda tidur nyenyak saat menemaninya makan. Ia segera membenahi peralatan makannya lalu minum sebotol air. Bang Wira memang doyan sekali minum air mineral hingga sekali tenggak bisa menghabiskan enam ratus mililiter air.
"Mesakne tenan to cah ayu."
"Kamu pasti capek sekali ya." Gumam Bang Wira sembari mengusap perut Dinda.
"Hai si kecil di dalam sana, bisakah kamu menerima saya dalam hidupmu? Memang bukan saya yang membuatmu ada disana, tapi saya tidak peduli itu.. kamu akan tetap menjadi malaikat di hati saya.. panggil saya papa. Kamu anak papa" untuk sejenak Bang Wira meluapkan perasaanya. Tak tega melihat sang istri harus menghadapinya hal seberat ini sendirian.
"Mulai saat ini, bebanmu adalah beban Abang.. rasa sakit itu, Abang akan menanggungnya"
Bang Wira mengangkat Dinda dan membaringkan istrinya itu, di tariknya selimut untuk menghangatkan tubuh istrinya.
"Ini AC rusak nggak sih? Dingin sekali, Dinda bisa masuk angin" gerutu nya sambil menggoyang remot AC.
...
Tengah malam buta. Awalnya Bang Wira baik-baik saja tidur di sofa. Ia tidak ingin Dinda kaget karena tiba-tiba ada seorang pria tidur seranjang dengannya. Tapi lama-kelamaan tubuhnya menggigil kedinginan juga. Ia pun bangkit dan naik ke satu ranjang bersama Dinda.
"Abang kedinginan dek.. ikutan tidur donk"
"Hmm.." jawab Dinda yang entah disadari nya atau tidak.
Merasa mendapat ijin dari Dinda, Bang Wira pun segera masuk satu selimut bersama Dinda.
//
Posisi mereka yang sudah begitu mengantuk, lelah, menguras pikiran dan kedinginan membuat mereka berdua tak sadar sudah tidur berjarak begitu dekat. Hingga jam sudah menunjuk pukul empat pagi.
"Abaang.. peluk..!! Dingin" ucap Dinda merengek manja sembari menyenggol Bang Wira.
Bang Wira pun segera memeluk Dinda dengan erat.
"Ini apa siiih?" Tanya Dinda masih bergumam karena merasa memegang sesuatu yang tidak lazim.
"Sensor tegangan tinggi"
Seketika mata Dinda terbuka lebar, ia mendongak saat melihat Bang Wira memeluknya erat. Jantungnya pun bertalu kencang tanpa bisa di kendalikan. Ia menggigit bibirnya dengan cemas.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
NaraY_Kamanatha
check
2022-05-01
1
fala jhoeja
ingin
2022-04-04
0
IUCelebes
sensor tegangan Tinggi 😂😂😂😂......
memang Karya Author the Best.......Aku padamuuu thooorrr🤗🤗🤗🤗
2022-01-22
0