"Yang sabar cah ayu..." ujar mbok Darmi menenangkan.
"Tapi beneran aku nggak melakukannya, mbok. Elvan kelihatan marah banget sama aku, bahkan aku mau bantu Zora ke kamar aja enggak boleh, kayak aku memang berniat jahat gitu sama Zora. Padahal aku sama Zora enggak ada masalah apa-apa jadi enggak ada alasan buat aku mencelakai nya," jelas Vada.
"Iya, mbok percaya sama kamu. Tuan muda juga pasti bisa melihat siapa yang benar dan salah. Jangan terlalu dipikirkan, cah ayu,"
"Bagaimana bisa melihat mana yang benar dan salah, mbok. Kalau hatinya saja di butakan oleh cintanya untuk Zoya," kata Vada lesu.
Simbok tersenyum, "Tuan muda hanya butuh waktu, dalam hidupnya hanya non Zoya perempuan yang selalu menemaninya dalam keadaan apapun, mereka sudah bersama-sama dalam suka duka sejak remaja. Wajar bila tuan muda masih susah melupakannya. Tapi, bukan berarti kamu tidak bisa membuat hati itu kembali melihat, bukan? Melihat jika ada wanita lain yang pantas ia perhitungkan. Wanita yang pantas mendapatkan cintanya. Seperti yang sudah simbok katakan, saat tuan muda dingin bagai es, saat itu jadilah api yang menghangatkan. Saat tuan muda terbakar api amarah, jadilah air yang menyejukkan hatinya," pesan mbok Darmi.
Vada mengangguk," Mbok kenal yang namanya Zoya?" tanyanya penasaran.
"Sangat kenal, hanya non Zoya wanita yang di bawa tuan muda ke rumah. Jadi simbok sangat mengenalnya,"
"Cantik pasti ya mbok," Vada penasaran sosok perempuan yang bisa meluluhkan gunungan es itu, pasti ia seorang yang sangat spesial.
"Cantik," sahut mbok Darmi pendek.
"Tapi kamu juga cantik, kalian sama-sama cantik dan memiliki kelebihan dan keistimewaan masing-masing. Mbok percaya, tuan muda juga akan melihat kecantikan kamu. Bukan hanya kecantikan wajah kamu, tapi juga hati kamu, cah ayu,"
Vada termenung sejenak, lalu bangkit dari duduknya," Aku mau lihat kondisi Zora dulu, mbok, sekalian bawain bubur ini buat dia," pamitnya yang di balas anggukan oleh mbok Darmi.
🖤🖤🖤
Elvan tengah duduk di tepi ranjang menunggu Zora yang kini tertidur pulas.
" Maafkan aku Zoy, aku tidak bisa menjaga adikmu dengan benar," sesalnya dalam hati, ia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Zora.
"Tuan, bagaimana keadaan Zora?" tanya Vada lirih, karena ia melihat Zora sedang tertidur.
Elvan, menoleh dan melihat Vada membawa semangkuk bubur yang baru saja ia buat untuk Zora.
" Apa yang kamu bawa?" tanya Elvan sinis.
"Bubur, Tuan," karena Zora tidur, Vada meletakkan buburnya di atas nakas dengan pelan.
Menyadari tatapan curiga dari suaminya, Vada hanya bisa menghela napas, "Tuan jangan khawatir, tidak ada racunnya," ucapnya datar.
"Ikut denganku!" tiba-tiba Elvan memegang tangan Vada dan menariknya keluar dari kamar Zora.
Vada hanya diam dan mengikuti langkah suaminya tanpa protes.
Elvan menarik tangannya hingga ke kamar utama. Sesampainya di kamar, laki-laki melepaskan cengkeraman tangannya.
Hening, tak ada yang bicara untuk beberapa saat. Vada melirik suaminya yang duduk di sofa, melipat kedua tangannya di dada dengan kaki kiri bertumpu ada kaki kanannya, menatapnya datar dan dingin. sementara ia duduk di tepi ranjang.
"Ada yang ingin kau katakan?" tanya Elvan kemudian.
"Ya?" Vada tergagap.
"Tidak ada," jawabnya kemudian.
"Setelah apa yang kamu lakukan, tidakkah merasa perlu menjelaskan sesuatu?" kata Elvan dingin.
Vada bergeming. Rasanya menjelaskan apapun tak akan di dengar oleh suaminya.
"Minta maaflah kepada Zora!," ucap Elvan.
Vada menegakkan kepalanya, "Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Vada, jangan membuatku semakin marah,"
"Mau marah ya marah saja, bukankah itu kebiasaan anda. Marah-marah," ucap Vada lirih dan santai, namun tetap terdengar oleh Ervan. Yang mana laki-laki itu semakin mengeraskan rahangnya.
"Aku tidak mau minta maaf, atas sesuatu yang tidak aku lakukan. Aku tidak akan membela diri dengan mengatakan apapun, karena bagi tuan bukankah sama saja. Tuan tidak akan mempercayaiku, bukan? Tuan lebih percaya adik dari wanita yang tuan cintai, bukan istri Anda. Jika ingin menghukumku, hukum saja! aku terima. Tuan bisa menghukum ku sesuka hati, tapi untuk meminta maaf aku tidak bisa," Vada menatap suaminya lekat.
"Kau..." Bentak Elvan tertahan. Aneh! benar-benar aneh. Elvan benar-benar tak mengerti dengan dirinya sendiri. Di satu sisi, perkataan dokter yang membenarkan Zora sakit perut karena alergi, Seharusnya ia marah dan memberi hukuman untuk memberi pelajaran istrinya tersebut. Namun, disisi lain entah kenapa ia percaya dengan istrinya itu.
"Jika tuan percaya dengan mulutku, maka aku mengatakan tidak melakukannya. Aku sangat ingat tadi Zora mengatakan kalau dia alergi lada hitam, makannya aku tidak memakainya sama sekli. Kecuali... Dia sendiri yang melakukannya,"
"Kau! Berani sekali menuduh Zora, tidak mungkin dia mencelakai dirinya sendiri,"
"Kenapa tidak? Orang akan melakukan apapun untuk menjatuhkan orang yang di bencinya, termasuk menyakiti dirinya sendiri demi mendapat simpati dari orang lain,"
"Cukup! Aku tidak menghukummu karena hal ini, bukan berari kau boleh menuduhnya," Elvan bangkit dari duduknya.
Vada cukup terkejut, "Hanya segitu marahnya? Tumben! Kirain mau di lempar ke kasur lagi," batin Vada sambil mengikuti langkah Elvan.
Elvan keluar dan langsung menutup pintunya.
Dugh! "Aduh!" Vada menubruk pintu itu, Elvan langsung menoleh dan melihat Vada muncul dari balik pintu sambil meringis, mengusap keningnya.
"Tuan kenapa langsung tutup pintunya? Aku jadi kejedug,"
"Kalau jalan pakai mata!" sentak Elvan. Tangannya terulur maju, Vada langsung mundur satu langkah lalu memejamkan matanya, ia pikir Elvan akan menamparnya. Tapi, tak di sangka, Elvan justru menyentuh dan mengusap kening Vada pelan menggunakan ibu jarinya.
"Eh dia kenapa?" Vada membuka matanya demi melihat ekspresi wajah suaminya.
Dag dig dug! Jantung Vada tiba-tiba berdetak kencang. "Aaaaargh kenapa ini dengan jantung. Baru juga di sentuh pakai jempol aja udah meleyot, jangan norak Vada!" batin Vada.
"A-aku tidak apa-apa tuan," suara Vada sukses membuat Elvan menarik tangannya.
"Ehem!" Elvan kembali memasang wajah dinginnya.
"Lain kali hati-hayi. Lihat-lihat kalau jalan," ucap Elvan, ia kembali berjalan menuju halaman.
"Kau rawat Zora sampai sembuh, anggap sebagai hukumanmu karena sudah membuatnya sakit. Aku berangkat," ucap Elvan. .
Vada mengembuskan napasnya kasar, baru juga kemarin mulai bekerja, kini ia harus bolos lagi.
"Padahal di rumah ini banyak pelayan yang bisa menjaga Zora, kenapa harus aku sih, dia nggak nyimak omonganku tadi, aku tidak melakukannya! Kenapa tetap di hukum. Benar! Kau tidak percaya denganku! Lagian kayak anak TK mesti banget di jagain," batin Vada kesal sekaligus sedih.
Dugh! Kali ini bukan pintu, tapi punggung suaminya yang Vada tubruk.
Elvan mendengus, lalu memutar badan, "Apa?"
"Tidak apa-apa, tuan. Aku akan merawat dan menjaganya dengan baik, seperti anak saya sendiri. Tuan jangan khawatir," ucap Vada penuh tekanan.
Elvan menautkan kedua alisnya mendengar ucapan istrinya sambil menahan senyum. Menggemaskan sekali, pikirnya.
"Tuan muda," sapa asisten Rio.
"Berangkat sekarang yo," ucap Elvan, ia langsung masuk ke dalam mobil.
Asisten Rio menganggukkan kepalanya menyapa Vada, yang di balas dengusan oleh istri bosnya tersebut.
"Dia masih dendam aja sama aku," batin asisten Rio meringis.
"Asisten Rio, tunggu!" sergah Vada ketika laki-laki itu hendak membuka pintu mobil.
Vada melambaikan tangannya, menyuruh asisten Rio untuk mendekat mendekat.
"Ada apa, nona?" tanya asisten Rio.
"Berikan nomor ponselmu!" ucap Vada setengah memerintah.
Rio mengernyitkan keningnya.
"Jangan GR! Aku minta nomormu supaya tahu kapan dan jam berapa tuan muda mu itu pulang, biar aku bisa pulang lebih awal," ucap Vada ngegas.
"Kenapa tidak meminta nomor tuan muda langsung? Nona bisa bertanya langsung kapan beliau pulang" tanya Rio menoleh ke mobil dimana tuan mudanya berada, laki-laki itu sedang melihatnya tajam dari balik kaca mobil.
"Apa yang mereka lakukan?" gumam Elvan geram.
"Lebih aman kalau aku tanya sama kamu, cepat kasih!" Vada ikut melihat ke arah Elvan seraya menyodorkan ponselnya kepada AsistenRio.
Asisten Rio mendial nomor ke ponsel Vada, "Ini nona," ucapnya.
"Benar kan ini nomormu?" tanya Vada memastikan.
Asisten Rio hanya sedikit mengangkat sudut bibirnya "Kalau kirim pesan, tolong hati-hati dengan kata-kata anda, saya permisi nona," asisten Rio mengangguk dan langsung masuk ke dalam mobil.
"Ini benar punyamu kan, asisten Rio?" teriak Vada. Asisten Rio tak menyahut, ia mulai melajukan mobilnya.
"Apa yang kalian bahas?" tanya Elvan ketus. Ada rasa tidak suka ketika Vada bicara berdua dengan pria lain, sekalipun itu asistennya sendiri.
Belum di jawab oleh asisten Rio, ponsel Elvan bergetar, "Asisten Rio, ini nomorku, di save ya. Beritahu aku setiap kali suami 🐻 🏂ku otewe pulang. Awas kalau enggak bilang😠," Elvan membaca pesan yang baru saja masuk dengan serius, Keningnya mengkerut demi mencermati setiap kata yang ia baca.
"Apa ini?" batinnya tak mengerti.
🖤🖤🖤
💠💠Maaf ya kemarin tidak up 🙏🏼... Kalau kalian suka dengn cerita ini, yuk like dan komennya jangan lupa...
Salam hangat author 🤗❤️❤️💠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
nobita
ya ampun iseng juga nihh assisten Rio... mengerjai majikannya... dasar
2024-11-10
1
Mesri Sihaloho
kan orang kaya pasti ada scctv
2024-09-21
0
Anisatul Azizah
suami beruang kutub, ciyeee
2024-03-18
1