Vada tengah menggulir layar ponselnya yang baru. Sejak kemarin, ia belajar menggunakan ponsel tersebut. Ada banyak pesan dari kekasihnya yang belum ia balas. Bukannya tidak ingin membalas, namun ia tak tahu harus membalas apa. Sedih sudah pasti, Vada tak tahu harus mengatakan apa pada Mirza, laki-laki yang ia cintai.
Pemilik toko dan juga cafe tempatnya bekerja juga menanyakan keberadaannya yang tak tahu rimbanya tersebut. Vada hanya mengatakan kalau dirinya mungkin akan ijin beberapa hari karena sedang sakit.
Sebelum Elvan kembali, ia tak diizinkan keluar dari mansion.
"Asisten Rio apakah aku bisa keluar untuk bekerja?" tanyanya.
"Semua keputusan ada ada tuan muda, sebaiknya nona Tunghu saja beliau kembali," jawab asisten Rio datar.
"Kalau sekedar ke kostan buat ambil barang, apa tidak boleh juga?"
"Apalagi yang anda butuhkan nona? Semua sudah tersedia di sini, sumbangan saja barang-barang nona yang di sana," kata asisten Rio enteng.
"Ck, kalau begitu kau saja yang pergi ke sana dan ambilkan aku boneka-boneka BT21-ku yang ada di sana!" perintah Vada.
"Ya?" asisten Rio tak mengerti maksud ucapan Vada.
"Kau tinggal kesana dan ambil boneka-boneka yang ada. Sekalian sama buku-bukuku, atau aku pergi ke sana sendiri,"
"Baik, akan saya ambilkan," kata asisten Rio mengalah.
"Ck, takut banget aku kabur," desis Vada.
Seperti itulah percakapan mereka kemarin, yang membuat Vada kini hanya berbaring di kasur empuk sambil memainkan ponsel barunya sambil memeluk boneka chimi kesayangannya.
🖤🖤🖤
"Siapa yang menyuruhmu tidur di kamarku?" suara tegas dan dingin itu, Vada serasa mimpi di bentak harimau.
"Ya ampun, tidur aja mimpi harimau ngamuk," gumam Vada sambil mengerjapkan kedua matanya. Ia langsung membungkam mukutnya rapat-rapat ketika menyadari di depannya bukan harimau yang sedang mengamuk, melainkan raja harimau yang siap menekan dirinya.
"Tu-tuan. Anda sudah kembali?" ucapnya gagap.
"Siapa yang menyuruhmu tidur di ranjangku?" Elvan mengulangi pertanyaannya sekali lagi dengan sorot mata yang membuat Vada kesusahan menelan ludahnya.
"Maaf, mbok Darmi bilang kalau aku..."
"Keluar...!" bentak Elvan melengos. Ia tidak tahan melihat kedua mata Vada yang indah, yang membuat dadanya terasa aneh jika memandang mata itu lebih lama. Selain itu, ia takut tidak bisa mengendalikan diri jika mereka tidur satu ranjang. Barusan saja, saat ia masuk melihat Vada tertidur pulas dengan pahanya yang sedikit terlihat karena mengenakan celana hotpants membuat kepala bawahnya tiba-tiba berdenyut.
Laki-laki manapun pasti akan tergoda jika di depannya di suguhi paha yang mulus, seperti milik Vada.
"Ah iya!" seru Vada terlonjak kaget, " Dengan senang hati," imbuhnya dalam hati.
"Kau bisa tidur di kamar lain," ucap Elvan kemudian.
"Baik,,," sahut Vada patuh. Dalam hati ia bersorak girang, karena tidak perlu tidur satu ranjang dengan suaminya yang bisa membuatnya beku jika berlama-lama di dekatnya tersebut.
Elvan mengernyit, melihat istrinya begitu ringan, seringan kapas saat melangkah menuju ke pintu, apa dia terlalu bahagia di usir dari kamar mewah tersebut, pikirnya.
"Tunggu!" sergahnya.
"Ya..?" Vada menoleh.
"Buatkan aku teh herbal," Elvan merasa kepalanya yang pusing akibat perdebatannya dengan orang tua di tambah melihat paha mulus sang istri butuh minum teh herbal.
"Ah baik, akan saya buatkan!" seru Vada. Ia langsung ke dapur mencari mbok Darmi untuk di ajari cara membuat teh herbal seperti yang ia minum kemarin.
Tak sampai lima belas menit, Vada kembali dengan secangkir teh herbal dan juga camilan untuk suaminya.
" Tuan, ini teh herbal yang tuan minta," ucap Vada.
Glek! Ia menelaah ludahnya kasar ketika melihat pemandangan di depannya. Elvan berdiri di depannya dengan hanya mengenakan handuk sebatas pinggang. Benda menonjol diantara pahanya membuat Vada merasa nyeri di area sensitifnya. Rupanya Elvan baru saja mandi dan belum sempat mengganti pakaiannya.
Elvan menjentikkan jarinya supaya Vada mendekat. Dengan langkah gemetar, Vada mendekat. Elvan mengambil teh herbal tersebut.
Pffttt....
Elvan menyemburken teh itu ke wajah Vada, "Kenapa rasanya seperti ini?" ucapnya.
"Maaf tuan, saya akan belajar lagi membuatnya," kata Vada sambil mengerjap-ngerjapkan kedua matanya yang terasa perih terkena semburan teh tersebut.
"Saya akan membuatkan yang baru, Tuan," ucap Vada, tangannya mengambil alih cangkir yang di pegang oleh suaminya. Maniknya menatap kedua netra Elvan. Ya, dia bisa melihat jelas sorot kesepian dari mata itu. Benar kata mbok Darmi, laki-laki di depannya itu hanya perlu di sabari dan di perhatikan lebih.
Lagi-lagi Elvan tak kuasa menatap mata Vada yang indah. Ia serasa di hipnotis oleh kedua mata itu.
"Karena di sana ada kornea Zoya," selalu itu yang Elvan yakini saat menatap mata Vada.
"Tidak perlu!" Elvan menarik tangan Zoya saat gadis itu memutar badan hendak membuat kembali teh untuk Elvan hingga tubuh gadis itu terhubung ke dalam pelukannya.
Pyarr! Cangkir yang ada di tangan Vada jatuh ke lantai saat tiba-tiba Elvan mencium bibirnya. Kali ini lebih lembut dari pertama kali. Elvan memutar posisi mereka lalu mendorong tubuh Vada lalu menggiringnya berjalan sampai ke tepi ranjang tanpa melepas pagutannya.
"Kau akan mendapat hukuman karen sudah lanang tidur di ranjangku!" ucap Elvan setelah melepas ciumannya.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud..." balas Vada sambil mengatur napasnya.
"Apa kau menolak jika aku menginginkannya?"
"Apa aku bisa menolak?" Vada balik bertanya.
"Pintar! Kau istriku, milikku jadi tak ada hak untuk menolak," Elvan kembali mencium bibir Vada. Vada memejamkan kedua matanya. Berusaha menerima takdirnya jika harus kembali melakukannya.
Elvan mencium kedua mata Vada bergantian, "Aku merindukan pemiliknya, Zoya," kata Elvan saat Vada menatapnya lekat.
Jleb, dada Vada terasa nyeri mendengar ucapan suaminya. Ia hanya bisa pasrah ketika Elvan mendorong tubuhnya ke ranjang.
"Apa aku bisa melihatmu sebagai Zoya kali ini? Aku merindukannya," ucapnya ketika sambil membelai pipi Vada.
Vada hnya bisa mengangguk meski dalam hatinya hancur berkeping-keping. Bagaimana bisa suaminya akan melihatnya sebagai wanita lain saat berada dalam kungkungannya.
Kali ini Elvan melakukannya dengan lembut, membuat Vada benar-benar terlena. Setiap inci tubuhnya tak terlewat sama sekali oleh sentuhan tangan Elvan. Membuat tubuhnya meremang bahkan meminta ingin segera di puaskan. Dan Vada benar-benar merutuki pikirannya tersebut.
"Aahhhh..." pekik Vada ketika Elvan kembali menyatukan tubuh mereka.
Tak sampai sepuluh menit, Vada sudah berada di puncak, namun suaminya itu belum apa-apa. Mungkin masih di bilang baru pemanasan belum sampai ke intinya.
Setelah kurang lebih satu jam, Barulah Elvan menyudahi permainannya.
Vada segera memakai kembali pakaiannya setelah selesai. Ia akan keluar dari kamar itu segera untuk membersihkan diri.
"Jangan pernah lupa untuk minum kontrasepsi nya," pesan Elvan dan Vada mengangguk mengerti. Setidaknya sampai saatnya nanti ia bisa pergi dari rumah itu tanpa beban jika tidak hamil atau memiliki anak, pikir Vada.
"Tunggu!"
Vada menoleh.
"Bawa sampah-sampah ini juga, sangat mengganggu kegiatan barusan," Elvan menunjuk boneka-boneka milik Vada yang sudah berantakan di atas ranjang, padahal tadi masih tertata rapi.
Vada mengambil seluruh bonekanya, lalu pergi dengan memeluk boneka-boneka itu tanpa bersuara. Elvan hanya memandangi punggung istrinya dengan tatapan kosong, dengan tubuh yang masih polos. Ia segera memanggil pelayan melalui intercom untuk membersihkan pecahan cangkir di lantai kamarnya sebelum akhirnya ia ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya kembali.
🖤🖤🖤
Setelah keluar dari kamar utama, Vada berlari sampai di kamar yang akan menjadi kamarnya setelah ini, Vada lngsung berlari ke kamar mandi. Ia menghidupkan shower dan tubuhnya langsung melorot ke lantai. Dalam guyuran shower ia menumpahkan kesedihannya. Ia menangis, mengeluarkan air mata yang tak terbendung lagi.
Tangannya menutup mulutnya supaya tangisannya tak mengeluarkan suara. Ia paling tidak suka menangis, apalagi menangis di depan orang lain. Ia lebih memilih menutup luka maupun kesedihannya dengan senyuman maupun dengan wajah datarnya. Vada terus berteriak tanpa suara dan memakai dirinya sendiri.
Teganya Elvan menjadikannya objek sebagai Zoya. Vada benar-benar merasa harga dirinya terluka, benar-benar terluka.
"Bodoh bodoh bodoh! Sudah tahu kau hanya di jadikan pelampiasan, tapi kenapa kau menikmatinya Vada, aaaarrgghh!" rutuknya dalam hati. Ia memukul-mukul dadanya sendiri. Untuk seorang gadis polos yang sama sekali belum mengenal masalah ranjang sebelumnya seperti dirinya, tentu saja apa yang di lakukan suaminya itu mampu membius kejernihan otaknya.
"Mas Mirza, maafkan aku... " ucapnya pilu. Hatinya benar-benar seperti tersayat belati. Seketika ia ingat akan kekasihnya. Rasa bersalahnya menyelimuti hatinya saat ini. Apa yang harus ia lakukan untuk kekasihnya itu. Bagaimana jika Mirza tahu kalau dia sudah menikah? Vada belum siap kehilangan laki-laki itu.
🖤🖤🖤
💠💠LIKE dan komennya jangan lupa ya kesayangan-kesayanganku 😊😊 tengkyu🙏🏼🤗❤️💠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Fajar Ayu Kurniawati
.
2023-10-14
0
ℳ𝒾𝒸𝒽ℯ𝓁𝓁 𝒮 𝒴ℴ𝓃𝒶𝓉𝒽𝒶𝓃🦢
menarik tangan Vada thor, zoya mah udah metong
2023-10-08
2
Alivaaaa
kasihan Vada 🤧
2023-09-30
0