"Itu yang tadi kami bahas tuan," ucap Asisten Rio yang sudah menebak pasti Vada akan langsung mengirim pesan.
"Nona meminta nomor saya," Elvan langsung menatap Rio tajam, Gadis itu benar-benar, bukannya meminta nomornya malah minta nomor asistennya, dasar istri nggak ada akhlak! Mau nyabang pikir-pikir dong, masa sama asistennya. Masalah Mirza saja belum kelar, ini tambah lagi. Pikirnya mendadak kesal.
"Tapi saya kasih nomor Tuan muda, dan nona kira itu nomor saya," sambung Rio.
Elvan mengembuskan napasnya kasar. Ia masih mencermati emoticon yang ada di pesan tersebut, "Suami... Apa ini maksudnya?"
"Yo...!"
"Ya, tuan muda?" sahut asisten Rio tanpa menoleh.
"Ini maksudnya apa?" tanya Elvan mencondongkan tubuhnya ke depan lalu menyodorkan ponselnya ke depan asisten Rio demi jawaban atas rasa penasarannya.
"Suami apa ini maksudnya?" tanya Elvan lebih jelas.
"Itu emoticon beruang dan salju tuan muda," jawab asisten Rio.
"Salju?" Elvan mengernyit lalu duduk kembali.
"Iya, mungkin maksud nona, beruang kutub," terang asisten Rio yang menahan senyumnya seraya melirik ekspresi wajah Elvan dari mirror center.
Seketika Elvan langsung menghirup udara dengan kasar hingga ia tersedak.
"Uhuk!"
"Berani sekali dia mengataiku beruang kutub, awas kamu!," rutuknya dalam hati.
"Tuan muda, apa anda baik-baik saja?" tanya asisten Rio.
"Hem," sahut Elvan jaim.
Asisten Rio terkekeh dalam hati, "Nona nona, sudah saya bilang untuk hati-hati kalau kirim pesan, belum ada lima menit saya bicara, udah bikin tuan muda Keselek beruang,"
"Yo..." panggil Elvan.
Asisten Rio langsung mengatup, "Apa dia tahu aku menertawakannya dalam hati?" batinnya menerka.
"Ya, tuan muda," sahut asisten Rio.
"Menurutmu, apa kau percaya Kalau Vada mencelakai Zora" tanya Elvan tiba-tiba.
"Kalau mencelakai Anda, saya percaya, karena dia memiliki alasan untuk itu," ucap asisten Rio jujur.
Elvan langsung mendelik mendengarnya.
"Tapi, kalau non Zora. Saya tidak yakin, apalagi nona Vada tahu, kalau Zora adalah adik dari nona Zoya, perempuan yang sudah mendonorkan mata untuknya, nona Vada bukan wanita yang tidak tahu berterima kasih," jelas asisten Rio.
Elvan diam tak menanggapinya, ia tampak memikirkan sesuatu yang hanya dia sendiri yang tahu.
"Kenapa tuan mud bertanya seperti itu?" tanya Asisten Rio penasaran. Pasalnya drama pagi tadi di mansion belum sampai ke telinga asisten Rio.
"Nggak apa-apa," sahut Elvan pendek. Asisten Rio diam, meskipun dia kepo. Tapi, terus bertanya sesuatu yang tuannya tidak ingin berbagi, hanya akan menimbulkan masalah.
Elvan terus menatap pesan singkat yang di kirim oleh Vada. Meski sebal dengan emoticonnya, tapi sudut bibirnya terangkat ke atas hingga membentuk senyuman samar.
Sayang sekali ia harus ke luar negeri beberapa hari, kalau tidak sudah di pastikan gadis itu akan habis di ranjang, pikirnya.
Tapi ada untungnya juga ia pergi beberapa hari, bukankah di rumah juga percuma, ia tidk bisa mendatangi surga dunianya karena sedang ada tamu bulanan.
🖤🖤🖤
"Kau sudah bangun," ucap Vada ketika masuk ke dalam kamar Zora.
"Aku bawakan bubur untukmu," imbuh Vada. Ia membawakan semanhkuk bubur baru yng baru saja ia hangatkan.
"Tenang saja, ini tidak ada lada hitamnya apalagi racun," ucapnya lagi datar.
"Vada, soal tadi. Aku minta maaf ya. Aku nggak bermaksud nuduh kamu, beneran. Kak Elvan pasti marah besar ya sama kamu. Sorry banget ya?" kata Zora.
Vada tersenyum, "Enggak kok, dia sama sekali nggak marah. Justru dia malah minta aku buat jagain kamu selama dia pergi. Berarti dia percaya kan sama istrinya. Di makan ya buburnya, mau aku suapi?" tawar Vada.
"Aku makan sendiri saja," Zora mengambil mangkuk bubur dari tangan Vada dengan tersenyum paksa.
"Masa sih, kak Elvan nggak marah sama dia," batin Zora kesal sendiri.
"Kok cuma dilihatin doang buburnya, dimakan dong. Aku keluar dulu ya, kalau ada apa-apa panggil aku aja, nggak apa-apa," ucap Vada dengan senyum penuh arti. Ia yakin Zora kesal karena tahu Elvan tak marah apalagi menghukumnya.
🖤🖤🖤
Hari berikutnya, karena kondisi Zora sudah mendingan, Vada mulai kembali bekerja. Untuk pekerjaan sebagai loper koran ia lepaskan. Karena ia tidak mungkin bisa lagi berangkat kerja pagi-pagi seperti sebelumnya jika suaminya berada di rumah.
Selama beberapa hari Elvan tak berada di rumah, membuat Vada sedikit leluasa untuk pulang agak malam karena ia sengaja mengambil job dobel di cafe. Ia memanfaatkan waktu yang ada saat suaminya tak berada di rumah.
Namun, hari ini ia mendapat pesan dari nomor yang ia ketahui sebagai nomor asisten Rio.
"Nona, tuan muda pulang malam ini," Vada membaca pesan tersebut setelah ia membawakan sebuah.
"Baiklah, aku akan pulang lebih awal. Jam berapa kira-kira sampai rumah?" Vada membalas pesan tersebut.
"Sekitar dua jam lagi,"
"Baiklah aku akan pulang satu jam sebelumnya," Vada kembali mengirim pesan.
"Dandanlah yang cantik untuk menyambut tuan muda!"
Vada mengernyit membaca pesan yang baru saja masuk.
"Dih ogah! Nggak dandan aja tuanmu udah nap su sama aku. Gimana kalau dandan, bisa-bisa jatuh cinta dia sama aku,"
"Yah baterai low,," kekuah Vada.
Elvan menggeram membaca pesan terkahir dari istrinya. Ia lngsung melirik asisten Rio sebal. Kalau benar nomor asisten Rio yang Vada miliki, hancur sudah harga dirinya.
" Gadis ini, benar-benar!" umatnya dalam hati.
Vada masih belum tahu jika nomor yang di berikan waktu itu adalah nomor suaminya sendiri. Elvan juga belum berniat mengatakan yang sebenarnya, ia malah menikmati perannya sebagai asisten Rio yang bisa berkirim pesan singkat dengan Vada.
" Apa, ada masalah tuan?" tanya asisten Rio. Mereka baru saja sampai bandara internasional Singapura.
"Nggak!" jawab Elvan tegas dan ngegas. Membayangkan istrinya bergosip dengan asistennya membuatnya kesal sendiri.
🖤🖤🖤
Satu jam kemudian, Vada selesai manggung. Seperti biasa ia ke toilet terlebih dahulu sebelum pulang. Entah kenapa acara ke toilet sebelum pulang harus menjadi rutinitasnya. Saat turun dari panggung pasti ia kebelet.
"Beser!" ledek Roni.
"Ih biarin, daripada ngompol di sini, Bang. Cindy nggak ke sini bang?" sahut Vada.
" lagi jalan dia sama pacarnya, heran tuh anak pacaran mulu kerjaannya, abangnya aja masih jomblo, dia entah udah berapa kali ganti. Mau langsung pulang nih?"
"Iya bang, dari setor ke toilet langsung pulang. Abang nongkrongnya pindah ke cafe sebelah gih, siapa tahu dapat pacar di sana. Pamit ya bang!"
" Buru-buru amat sih, kayak ada yang nungguin aja di kosan, mereka masih mau kamu nyanyi tuh," ucap Roni.
"Kan ada mereka bang, mereka juga bagus kok, sekarang aku nggk bisa kalau sampai cafe tutup bang," Vada menunjuk band yang sedang menyanyi.
"Tambah bonus deh,"
"Hehe maaf bang, sibuk,"
"Dih sok sibuk! Apa ada pekerjaan lain lagi kamu? Baik-baiklah, jaga kesehatan, jangan kamu ajak kerja terus itu badan. Dia butuh istirahat," ujar Roni.
"Iya ada kerjaan lain, bang. Tapi makasih banget loh, abang udah selalu ngertiin aku. Cuma abang yang mau nerima aku waktu aku kesusahan buat cari kerja selama aku tidak bisa melihat kemarin. Abang juga nggak mematok jadwal aku kerja, abang terlalu manjain aku tahu nggak sih,"
"Kamu itu udah aku anggap kayak adik aku sendiri, jadi slow ajalah. Lagian aku tahu, kamu itu kerja banting tulang dari pagi sampai malam, jadi tak tega aku kalau harus nekan kamu juga. Suka-suka kamulah kapan bisa mnggungnya, nggak usah jadi beban,"
"Makasih bang," ucap Vada tulus, ia bersyukur dipertemukan dengan orang baik seperti Roni dan bu Sukma.
"Ya udah bang, aku ke toilet dulu, udah nggak tahan nih, malah di ajak ngobrol. Sekalian aku pamit pulang bang!" ucap Vada sambil berlalu, berjalan cepat menuju toilet.
Sesaat setelah buang air kecil, Vada merasa ada yang mengunci pintu toilet dari luar.
Dan benar saja, ia menggerakkan handle pintu namun pintunya tiada mau terbuka.
Dok dok dok! "Siapa di luar, tolong buka pintunya!" teriak Vada. Namun tak ada yang menyahut.
"Ya ampun kenapa bisa di kunci sih, apa di kira nggak ada orang di dalam," gumam Vada. Ia kembali menggedor-gedor pintu namun tak ada yang membukakan pintu untuknya.
Di pintu luar toilet, terpasang tulisan jika toilet tersebut sedang rusak dan dala masa perbaikan. Para pengunjung di persilakan untuk menggunakan toilet yang lainnya, yang letaknya paling ujung bangunan tersebut. Praktis, tak ada satupun orang yang masuk ke dalam toilet dimana Vada kini terkunci. Meskipun ia berteriak, tak ada yang mendengarnya.
"Tolong buka pintunya! Siapa sih yang iseng begini? Nggak lucu, tolong dong buka!" Vada terus berteriak dan menggedor pintu namun sia-sia.
Vada mengambil ponselnya di tas, ia akan menghubungi Roni ataupun karyawan cafe lainnya, untuk meminta di bukaan pintunya. Namun naas, ponselnya mati karena kehabisan baterai.
" Ya ampun, apes banget sih. Sampai kapan aku terkunci di sini. Elvan asri marah lagi kalau aku nggak ada di rumah saat di sampai nanti,"
Dok dok dkk!
"Tolong buka, apa ada yang di luar?"
Vada pasrah, suaranya hampir habis karena berteriak tapi tak ada yang datang menolongnya.
Satu jam berlalu, dan masih sama. Vada sudah merasa lelah, "Haruskah aku menginap di sini sampai pagi?" keluhnya putus asa.
Tiba-tiba lampu di toilet tersebut padam, Vada semakin ketakutan. Ia paling takut gelap. Hampir empat tahun dalam kegelapan, tak bisa melihat apapun di sekitarnya membuatnya benar-benar trauma.
"Tolong, tolong aku!" teriak Vada.
"Elvan, tolong aku, aku takut, aku takut, tolong.. ," gumamnya dalam keputus asaan. Entah kenapa ia ingat suaminya. Padahal biasanya ia selalu menyebut nama Mirza setiap kali kesusahan. Tubuhnya merosot pada dinding toilet. Ia memeluk kedua lututnya dalam kegelapan tersebut.
🖤🖤🖤
💠💠Sabar ya, jalan buat Vada dan dekat emang nggak mudah...tapi ini salah satu jalan mereka lebih dekat lagi kok....
LIKE dan komen jangan lupa...VOTE enya juga boleh dong buat Vada, udh hari senin loh ini 😄😄 💠💠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Anisatul Azizah
andai kau tau Cin, Nevada lagi mempersiapkan diri untuk terkencing2 saat suaminya bucin nanti
2024-03-18
0
Anisatul Azizah
masih bocor istrinya paaak, pelan2 pak supiiir
2024-03-18
0
Erina Situmeang
pasti kerjaan zora
2023-10-20
1