Vada memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing akibat obat bius. Entah berapa lama ia tertidur tak sadarkan diri hingga ia kini berada di sebuah kamar asing yang benar-benar luas dan mewah.
Mengerjapkan kedua matanya dengan tangan yang terus memegangi kepala karena pusing, Vada mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, "Astaga, apa aku benar-benar udah di surga?" gumamnya terheran-heran melihat kemewahan desain kamar yang luasnya beberaa kali lipat kost-kosannya tersebut.
Vada menunduk, meraba dada hingga perutnya, "Apa mereka benar-benar mengambil jantung, hati, atau ginjalku?" gumamnya.
Vada ingat, terkahir kali ia sadar, waktu melihat laki-laki yang datang membeli bunga di tempatnya bekerja waktu itu. Apa laki-laki itu sengaja datang karena sudah menjadikannya sebagai target penculikan?
Dalam kebingungannya, Vada mendengar pintu terbuka. Ia langsung meringkuk di bawah selimut, pura-pura masih tak sadarkan diri.
Terdengar suara langkah kaki mendekati ranjang, "Bangun, saya tahu kamu cuma pura-pura tidur!" suara seora pria dengan nada tak bersahabat terdengar jelas di telinga Vada.
"Mau bangun sendiri, atau saya paksa? Saya tidk suka main-main" ucap pria itu lagi yang tak lain adalah Elvan.
Mendengar suaranya saja, entah mengapa Vada merasa sekujur tubuhnya merinding. Ia memilih memilih membuka selimut lalu bangun.
Sesaat, Vada terpaku menatap laki-laki tampan yang kini berdiri tepat di depannya. Tampan sekali, apakah dia malaikat, pikirnya.
"Anda siapa? Ke-kenapa anda menculik saya?" tanya Vada memberanikan diri.
Dengan wajah datarnya, Elvan semakin mendekat, membuat Vada beringsut ke belakang.
"Kau harus bertanggung jawab atas kematian tunanganku!" kata Elvan dengan sorot mata penuh kebencian.
"Kenapa harus aku?" tanya Vada terbata.
"Karena demi menghindari dirimu, dia meninggal," sahut Elvan.
Vada memaksa otaknya untuk mengingat dan mencerna apa dan siapa yang di maksud oleh pria tampan namun menyerahkan di depannya.
Kecelakaan yang terjadi pada sebuah mobil enam bulan yang lalu pun terlintas di kepalanya.
"I-tu bukan salahku!" sangkal Vada cepat.
"Saya tidak peduli! Dan kau tahu, mata ini..." Elvan mengusap lembut mata Vada yang otomatis mengedip tersebut.
"Adalah mata tunanganku. Apapun yang tersisa darinya, adalah milikku!" imbuhnya dengan nada yang sangat dingin, bahkan Vada sampai merinding mendengar kalimatnya.
Bagi Elvan, ia akan mencintai apapun yang ditinggalkan oleh mendiang tunangannya. Tanpa terkecuali. Dan itu harus menjadi miliknya.
"Lalu? Saya harus apa? Apa saya harus mengembalikan mata ini kepada Anda? Bukankah percuma? Tunangan Anda tidak akan bisa melihat Anda lagi," meski dengan nada bergetar, Vada membalas ucapan Elvan.
Elvan melangkahkan kakinya semakin mendekat, hingga Vada terpojok di dinding. Jarak mereka yang terlalu dekat, bahkan kini Vada bisa merasakan embusan napas dari Elvan. Susah payah Vada menelan salivanya sendiri.
"Pakailah gaun itu, satu jam lagi kita menikah!" ujar Elvan tanpa bisa di bantah. Ia melangkah pergi setelah mengatakan yang ia rasa perlu di katakan.
Mata Vada langsung tertuju ke gaun mewah yang melekat di sebuah patung dalam kamar tersebut.
"Tapi.... Saya tidak mau! Ini pemaksaan namanya!" Vada menolak keras. Tentu saja, ia tidak mau menikah dengan sembarang orang. Apalagi orang asing yang sam sekali tidk ia kenal sebelumnya.
"Sa-saya sudah punya kekasih!" imbuhnya.
Elvan menoleh dan menatapnya tajam, membuat nyali Vada langsung menciut.
"Bahkan jika kmau ingin kekasihku itu tetap hidup dengan baik!" kata Elvan datar.
Lagi-lagi Vada kesusahan menelan salivanya. Nada laki-laki itu biasa saja, tapi ia sadar jika itu sebuah ancaman.
"Saya tidak sedang membuat sebuah penawaran. Saya tidak butuh jawaban apapu darimu!" tegas Elvan, ia kembali melangkahkan kakinya menuju pintu keluar tanpa menoleh lagi.
Brak!
Vada berjengit saat pintu itu tertutup dengan kasar.
Sepeninggalnya Elvan, tubuh Vada langsung merosot lemas di ranjang. Pandangannya menerawang, berusaha mencerna yang baru saja terjadi.
"Sudah bangun cah ayu?" Seorang wanita berusia Senja masuk diikuti beberapa perias.
Vada hanya diam, melihat salah satu dari perias itu meletakkan alat rias mereka.
Wanita berusia Senja tersebut duduk di samping Vada lalu tersenyum hangat, "Mereka yang akan meriasmu, cah ayu," ucapnya lembut.
"Tapi, nyonya..."
"Panggil saja mbok, sama seperti tuan muda," kata mbok Darmi cepat.
"Tapi, mbok... Saya tidak bisa, saya tidak mau...," Vada mencoba bicara dengan mbok Darmi, sepertinya wanita itu cukup dekat dengan lelaki yang di panggil tuan muda tersebut.
"Ikuti saja kemauan tuan muda, cah ayu. Maka semuanya akan baik-baik saja. Jika tidak...."
"Jika tidak, kenapa mbok? Apa tuan itu akan membunuhku? Apa dia psikopat, mbok?" Vada tampak ketar ketir akan nasibnya.
Mbok Darmi tersenyum," Namanya tuan Adhitama Elvan Syahreza, pernah mendengarnya?" tanyanya yang di balas gelengan kepala oleh Vada. Siapa orang itu sampai dia harus tahu namanya. Bagi Vada, lebih penting mencari uang supaya bisa menabung dari ada mengetahui nama orang.
Lagi-lagi mbok Darmi tersenyum, sepertinya wanita itu sangat suka tersenyum, pikir Vada.
"Mbok tinggal dulu ya, biar mereka membantu u bersiap-siap," kata mbok Darmi, meninggalkan sejuta pertanyaan di benak Vada.
Tak bicara lagi, mbok Darmi menoleh ke para para perias, "Lakukan tugas kalian! Waktu kalian hanya satu jam. Tuan muda paling tidak suka menunggu," ucapnya tegas sebelum akhirnya melangkah keluar.
Vada tertegun, dia akan benar-benar menikah satu jam lagi. Dengan pria asing yang sama sekali tak ia kenal sebelumnya. Ingin sekali rasanya ia menangis saat ini juga.
" Nona, sebaiknya kita bersiap sekarang. Kaki tidak ingin Tuan muda marah. Kaki masih ingin bernapas dengan lega setelah ini," kata-kata perias tersebut membuat Vada semakin penasaran, apa pengaruh tuan muda mereka itu begitu besarnya, hingga semua orang seakan takluk kepadanya.
💕💕💕
Vada mengerjapkan matanya, masih tak percaya saat melihat antulan dirinya dalam cermin yang ada di depannya. Cantik, sangat cantik! Bahkan dirinya kini memuji dirinya sendiri yang terlihat sangat berbeda dengan balutan gaun berwarna putih bercorak keemasan. Sebuah mahkota si pel namun sangat elegan bertengger di kepalanya, menambah kesan sempurna ada kecantikannya.
"Sempurna!" terlihat perias itu puas menatap Vada. Mereka yakin jika Elvan akan senang dengan hasil kerja mereka.
Tanpa terasa, Vada menitikkan air matanya. Seharusnya ini menjadi hari bahagia jika saja ia akan menikah dengan kekasih yang ia cintai. Soal kekasih, bagaimana dengan Mirza? Vada bahkan tidak tahu kekasihnya itu sekarang berada di luar kota bagian mana. Ponselnya juga entah kemana, ia tak bis menghububgi siapapun. Vada benar-benar akan terperangkap dalam pernikahan dengan laki-laki asing itu. Kebebasannya benar-benar harus ia pertaruhkan.
Vada menghela napasnya dalam. Inilah harga yang harus ia bayar demi kedua matanya yang kembali bisa melihat lagi?
"Sudah waktunya...." suara mbok Darmi kembali terdengar. Vada menoleh, mbok Darmi tersenyum, "Cantik sekali! Sngat cocok dengan tuan muda," pujinya.
Vada hanya tersenyum tipis penuh arti. Ia tak ingin cocok dengan pria itu. Percuma saja cantik jika pengantin laki-lakinya bukan kekasihnya, pikir Vada.
"Kalian tunggu di luar!" perintah mbok Darmi keada perias.
"Beruntung sekali wanita itu bisa menjadi istri dari pemimpin Adhitama group!" bisik-bisik erias itu terdengar jelas di telinga Vada maupun mbok Darmi.
"Kalau beruntung, kalian saja yang menikah dengannya!" gerutu Vada dalam hati.
Mbok Darmi paham apa yang kini ada dalam pikiran gadis cantik tersebut, "Sudah siap kan?" tanyanya dan Vada menggeleng, "Apa harus banget mbok?"
"Cah ayu, Tuan muda tidak pernah main-main dengan ucapannya. Sebaiknya cah ayu menurut saja," ucapnya lembut. Mbok Darmi tahu betul sikap pria yang sudah diasuhnya sejak bayi tersebut. Jika menginginkan sesuatu, harus ia dapatkan.
"Kalau tidak?" Vada masih berusaha.
"Mbok nggak bisa jamin apa-apa. Demi kabaikan semuanya, terutama orang-orang terdekat cah ayu. Mbok tidak bisa memastikan mereka semua akan sama seperti sebelumnya. Kamu paham kan maksud mbok?"
Vada mengangguk. Mengelak pun sepertinya percuma. Ia bahkan tidak tahu sekarang ini berada dimana.
" Bukan itu saja, nasib semua orang yang ada di kapal ini ada di tanganmu. Jadi lakukanlah yang terbaik, cah ayu, " sambung mbok Darmi.
"Kapal? Ki-kita berada di kapal mbok? Di tengah laut?" Vada menautkan kedua alisnya.
Mbok Darmi mengangguk dan lagi-lagi tersenyum "Tepatnya kapal pesiar," ujarnya. Membuat Vada melongo tak percaya, dia akan menikah di atas kapal pesiar.
Tanpa memberi kesempatan kepada Vada untuk bertanya lagi, mbok Darmi mengajak Vada keluar, "Jangan biarkan tuan muda menunggu lebih lama," ucapnya.
💕💕💕
💠💠Jangan lupa like, komen dan hadiahnya. Serta, masukkan dalam list favorit kalian, supaya tidak ketinggalan jika up. Terima kasih 🙏🏼
Salam hangat author 🤗❤️❤️💠💠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
✨️ɛ.
dih, karna cantik aja dinikahin.. coba kalo Vada buruk rupa, pasti dijadiin pembokat..
2024-12-30
1
Dewa Rana
masak naik kapal gak terasa, kan goyang2
2024-09-27
0
Dewa Rana
kaki?
2024-09-27
0