"Baiklah, kamu yang datang sendiri kepadaku malam ini, Vada. Jangan salahkan aku kalau besok pagi kamu tidak bisa berjalan. Ini pilihan untuk minta maaf diantara pilihan yang lain. So, lakukan dengan baik acara minta maafmu malam ini, buat aku terkesan," Ucap Elvan.
Vada melongo, pilihan lain? Hello! Memangnya ada? Hih, dasar! Pintar sekali pria ini bersilat lidah.
Elvan berjalan santai menuju balkon dan Vada mengikutinya.
" Tuan? Kenapa malah ke sini? Bagaimana kita akan melakukannya kalau di sini?"
Elvan menoleh, "Memangnya ada larangan melakukannya di sini?" ucapnya.
"Tapi, kalau ada yang lihat bagaimana?"
"Aku tidak peduli, cepat lakukan apa yang ingin kamu lakukan kepadaku!"
Vada mencebik, kenapa jadi seperti dia yang ngebet buat bercinta. Sial memang suaminya yang satu ini, pikirnya.
"Tapi, tuan harus janji. Setelah ini, tuan tidak akan mengganggu mas Mirza lagi. Aku akan melakukan apapun yang tuan minta, asal tuan tidak mengusir mas Mirza, aku mohon," ucap Vada. Ia hanya ingin semua baik-baik saja. Dia akan mulai menerima pernikahannya setelah ini, walau sulit dan harus tertatih menghadapi sikap suaminya.
Elvan menggeram, rupanya demi laki-laki itu Vada melakukan semua ini.
"S*it!" umpatnya dalam hati. Namun, gejolak dalam dirinya yanh sudah tak tertahankan lagi, membuatnya tak peduli dengan persyaratan yang di minta oleh Vada. Masa bodo mau wanita itu melakukan demi siapa, yang jelas, hasratnya yang sudah sampai ke ubun-ubun harus tuntas.
Vada kembali mencium bibir Elvan, ia tetap berusaha. Dan kali ini, laki-laki itu tidak tahan untuk tidak membalas ciuman Vada. Manisnya bibir sang istri membuatnya semakin tak sabar. Pun dengan Vada, karena sudah diniatkan untuk ibadah dalam rumah tangganya, Vada mulai menikmati pertemuan dua bibir yang saling memagut tersebut.
Elvan menggiring tubuh Vada masuk ke dalam kamar tanpa melapas pagutannya. Tak sabar, ia membopong tubuh sang istri lalu merebahkanya pelan ke ranjang. Vada hanya te lentang pasrah menerima setiap sentuhan suaminya. Sesekali ia meng erang karena ulah tangan dan bibir suaminya.
Tiba-tiba, Elvan menautkan kedua alisnya, ia ingat satu hal,"Bukankah seharusnya kau yang melakukannya?" ucapnya datar.
Vada yang sudah meremang karena ulah tangan Elvan, mencebik sebal. Memang apa bedanya siapa yang memulai, toh ujung-ujungnya juga penyatuan. Harus banget gitu merusak suasana hatinya yang sudah mulai melayang.
Dengan terpaksa Vada bangun lalu mendorong tubuh Elvan hingga terlentang. Vada lalu berpikir, bagaimana ia akan memulainya. Apakah harus menciumnya lagi? Masa tidak ada gaya lainnya, kelihatan banget amatiran. Tapi untuk melakukan yang aneh-aneh kepada tubuh suaminya, ia masih sangat malu.
Elvan mendengus, seolah mengerti apa yang menjadi kegundahan Vada.
"Buka!"
"Eh?" Vada tak mengerti, apa yang harus ia buka.
"Bajuku! Celanaku dan mulai!" titah Elvan mulai kehabisan kesabaran. Antara senang melihat kepolosan sang istri dan juga kesal karena kepolosan itu membuatnya semakin pusing menahan rasa.
"Lakukan! Bukankah kau yang memintanya tadi?" sentak Elvan.
"Tuan, aku malu. Bisakah tuan saja yang melakukannya? Saya harus belajar dulu dari tuan," pinta Vada dengan nada manja yng di buat-buat.
Elvan benar-benar sudah kehilangan kesabarannya, "Kau benar-benar menguji kesabaranku, Vada Laras sabrina!" dalam sekali gerakan, Elvan berhasil merubah posisi, kini ia berada di atas, mengukung sang istri. .
"Terima hukumanmu, aku pastikan besok pagi kau tidak bisa berjalan!" Elvan langsung melakukan serangan malam terhadap Vada. Ia mulai permainan dengan mencium kening, mata, pipi, bibir dan berakhir di leher Vada. Ia melakukannya dengan sangt lembut. Elvan meninggalkan tanda kepemilikannya di leher putih tersebut beberapa, hingga terlihat seperti jejak kerokan.
Setelah puas membuat segel kepemilikan di leher, Elvan kembali meraup bibir sang istri yang semakin menyulut gairahnya tersebut.
Elvan melepas piyama tidurnya sendiri sementara Vada bertanya menggunakan kode, apakah ia juga harus melakukan hal yang sama. Namun, Elvan menggeleng, ia ingin Vada tetap memakai lingeri tersebut di awal permainan mereka.
Bibir mereka kembali bertaut satu sama lain. Saling mengecup dan menyesal. Tangan Elvan sudah berkelana ke seluruh bagian tubuh Vada tanpa terlewati dan berhenti di bawah Vada. Membuat Vada benar-benar melayang.
Elvan sudah tak bisa menahan lebih lama lagi, ia segera melakukan penyatuan.
"Pelan-pelan saja, tuan," pinta Vada dengan suara parau karena gelora.
"Ash you wish!" sahut Elvan yang mulai bergerak.
Vada yang awalnya hanya pasrah, kini mulai mengimbangi irama gerakan Elvan. Dan itu membuat Elvan senang, istrinya itu sungguh belajar dengan baik, bahkan ia benar-benar di buat candu olehnya. Suhu
kamar tersebut menjadi panas. Deru napas memenuhi seluruh ruangan tersebut.
Entah berapa kali mereka melakukannya, Elvan benar-benar membuktikan ucapannya. Ia bahkan tak memberi kesempatan Vada untuk beristirahat. Hingga perempuan itu langsung tertidur pulas setelah Elvan menyudahi permainan mereka.
Elvan menatap lekat wajah Vada yang terlihat sangat kelelahan, bagaimana bisa tubuh istrinya tersebut kini seperti menjadi candu baginya, gila! Benar-benar gila!. Ia bahkan tak bisa mengontrol diri dalam permainan tadi.
Mengingat cerita asisten Rio soal pekerjaan Vada, Elvan tak habis pikir, Kenapa tubuh perempuan ini terlalu tangguh hingga mampu bekerja dari pagi buta hingga malam hari.
"Dasar bodoh! Kau pikir tubuhmu ini robot yang tak perlu istirahat," gumamnya dalam hati.
Elvan yang juga lelah akhirnya ikut memejamkan mata di samping Vada.
🖤🖤🖤
Keesokan harinya, Elvan terlebih dahulu membuka mata. Saat melihat ke samping, betapa terkejutnya dia melihat ada noda merah di seprei dan selimut berwarna putih yang membungkus tubuh istrinya.
"Darah?" Elvan mengernyit, tidak mungkin itu darah karena jebol perawan, karena sudah terjadi waktu di kapal pesiar. Dan tentu saja tak sebanyak itu.
Tiba-tiba, Elvan menjadi panik sendiri. Apakah ia terlalu kasar semalam hingga melukai milik Vada. Elvan mengusap wajahnya kasar. Ia mendekatkan tangannya di depan hidung Vada, "Masih hidup," batinnya lega.
Lalu apa dia harus menelepon dokter? Pasti sakit sekali sampai mengeluarkan darah begitu, pikir Elvan. Rasa bersalah tiba-tiba menjalar di hatinya. Seandainya ia bisa mengontrol diri semalam.
Vada melenguh seraya mengerjapkan kedua matanya, "Badanku remuk semua," gumam Vada sambil menguap. Ia lalu duduk sambil menaikkan selimut untuk menutupi dadanya.
Vada langsung menelan ludahnya kasar saat menyadari Elvan berdiri di depannya.
"Tuan, maaf aku ketiduran di sini semalam, tidak sempat kembali ke kamar," ucap Vada.
Elvan hanya diam mematung, menatapnya dengan raut wajah yang susah di artikan. Ia masih kepikiran soal noda merah yang belum di sadari oleh Vada.
"Aku akan segera pergi, dan akan buatkan tuan sarapan, setelah membersihkan diri," ucap Vada lagi. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya karena semalam lingeri yang ia kenakan di robek oleh Elvan di tengah olah raga mereka.
Vada berjalan dengan cepat sambil menahan nyeri di antara pahanya.
"Vada tunggu!" sergah Elvan.
"Ya?" Vada menoleh.
"Apa kau baik-baik saja?"
" Maksud tuan? "
" Apa merasa sakit di bagian itu?" tanya Elvan. Tentu saja, jangan di tanya lagi. Vada bahkan berjalan dengan terseok.
"Tidak apa-apa tuan, masih bisa berjalan," jawab Vada. Ia memegang handle pintu.
"Tetap di sini, aku akan panggilan dokter untukmu!"
"Tidak perlu tuan, aku baik-baik saja, permisi!"
"Kau sakit!" Elvan sudah berada di depan Vada, menutup kembali pintu yang baru saja Vada buka.
"Ini orang ngomong apa sih, emang nyeri karena begiyuan harus di periksa kan ke dokter. Malulah!" kesuh Vada dalam hati.
"Tidak tuan, hanya sedikit nyeri," ucap Vada.
"Ngeyel, apa kau sudah mati rasa? Sampai berdarah begitu apa tidak sakit?" kata Elvan frustrasi sendiri karena istrinya bersikukuh baik-baik saja sedang ia khawatir kalau surga dunianya itu robek dan terluka.
"Ya?" Vada benar-benar tidak mengerti apa yang di katakan suaminya. Aneh, pikirnya.
"Kau beneran mati rasa?"
Apa sih ini orang, enggak jelas banget.
"Selimut, sprei. Merah. Darah!" Elvan juga jadi bingung sendiri.
Vada langsung mengecek selimut yang membungkusnya tubuhnya. Saat menoleh ke belakang, matanya membulat sempurna.
"Astaga!" seru Vada terkejut.
"Baiklah, akan aku hubungi dokter. Kau tenang jangan panik," kata Elvan. Padahal dia yang panik sebenarnya. Ia segera menghubungi dokter keluarga.
"Hubungi dokter buat apa? Aku cuma datang bulan!" seru Vada heran.
Elvan langsung melongo seketika, untung bulannya datang setelah mereka bercinta. Coba kalau sebelumnya, auto uring-uringan tujuh hari tujuh malam pasti.
🖤🖤🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
✨️ɛ.
yatapi abis itu lu puasa seminggu, bang..
2024-12-30
0
Anisatul Azizah
astgaa, Nevadamu masih hidup cuma gak bisa jalan
2024-03-17
0
Ayuna Kamelia
Bisa² hancur dunia ini klo tamunya dateng sblm gulat🤣
kirain si elvan mo balas dendam pake kekerasan
taunya bertempur di atas ranjang masih awal dah bucen dapet perawan
2024-01-24
1