Sampai di tempat tujuan, Elvan mengambil payung lalu keluar dari dalam mobil.
"Zora..." panggilnya.
Gadis yang ia panggil itu keluar dari taksi yang ia tumpangi.
"Kakak..." Zora langsung memeluk Elvan. Laki-laki itu tak membalas pelukan Zora, namun juga tidak menolak. Baginya, Zora sudah Elvan anggap seperti adiknya sendiri karena dia adalah adik dari wanita yang ia cintai, Zoya.
"Aku ke Jakarta karena kuliahku lagi libur dan aku merindukan kak Zoya, aku ingin ke makamnya," ucap Zoya tanpa Elvan bertanya.
"Baiklah, ayo kita ke mansion!" ajak Elvan.
Di dalam. Mobil, Zora terus mengajak Elvan bicara. Hanya sesekali pria itu menimpali dengan kalimat pendek.
"Kak Elvan kelihatan beda ya dari terakhir kita ketemu di Kanada, sekarang kakak terlihat lebih segar dan lebih tampan, tidak kusut lagi.. Hihi...apa kakak sudah move on dari kak Zoya?" tanya Zora.
"Berapa hari kau di Jakarta?" tanya Elvan mengalihkan pembicaraan.
"Emm mungkin seminggu. Dan selam itu kakak harus menemaniku jalan-jalan," sahut.
"Zora, kau tahu aku sibuk," sahut Elvan pendek.
"Ck, masih sama ternyata. Dari kak Zoya masih hidup sampai sekarang masih saja sibuk dengan pekerjaan. Makanya dulu kak Zoya selalu ngeluh kesepian," ujar Zoya.
Elvan diam tak menanggapi, namun dari wajahnya jelas terlihat ia memikirkan ucapan Zora.
Mobil terus melaju membelah hujan malam itu
Sementara di mansion, Vada berkali-kali menyibak tirai kamarnya, melihat ke arah luar apakah mobil suaminya sudah kembali atau belum. Hujan yang sangat deras membuatnya sedikit... Khawatir. Bagaimana pun ia sudah menjadi istri pria itu, suka tidak suka ia tetap ada rasa peduli.
Vada menutup tirai kamarnya ketika melihat mobil mewah suaminya memasuki halaman. Ia segera keluar kamar untuk melakukan tugasnya yaitu menyambut kedatangan suaminya.
"Selamat datang!" sambut Vada ramah.
"Siapa dia kak? Apa pembantu baru ya? Lama aku nggak kesini udah ada pembantu baru rupanya," kata Zora.
"Hai, aku Zora. Sepertinya kita seumuran ya? Baru kali ini kakak memperkerjakan gadis muda seperti kamu, mana cantik lagi," ucap Zora tersenyum.
Vada hanya membalasnya dengan tersenyum.
Elvan tak mengklarifikasi status Vada di mansion tersebut. Ia melepas jaket dan memberikannya kepada Vada, "Bawa ke kamarku!" titahnya.
"Baik," sahut Vada.
"Permisi!" Vada tersenyum kepada Zora. Sekilas ia melirik suaminya.
"Apa aku benar-benar seperti seorang pelayan buatmu?" batinnya bertanya.
"Selamat datang nona," sapa mbok Darmi yang berjalan tergopoh-gopoh mendekat.
"Mbok, Zora kangen!" Zora langsung memeluk mbok Darmi. Mbok Darmi tersenyum.
"Mbok, tolong antar Zora ke kamar yang sudah di siapkan!" titah Elvan.
"Baik tuan muda. Ayo non, simbok antar ke kamar, biar non Zora bis langsung istirahat," kata mbok Darmi.
"Kakak nggak mau ngobrol-ngobrol dulu sama aku?"
"Istirahatlah!" sahut Elvan pendek. Zora pun mengalah, ia mengikuti langkah mbok Darmi. Sementara Elvan melihat ke lantai atas dan segera menyusul Vada.
"Tuan, jaketnya sudah aku taruh di tempat biasa, aku permisi!" ucap Vada ketika mereka berpapasan di depan pintu.
Elvan menarik tangan Vada untuk masuk. Ia mendorong pintu menggunakan kakinya.
"Zora adiknya Zoya. Ku harap kau bersikap baik kepadanya," ucap Elvan.
"Tentu saja aku harus bersikap baik, bukankah pembantu memang harus patuh dan ramah keada tamu majikannya?" sahut Vada tersenyum. Meski senyum itu terlihat manis, namun Elvan tahu istrinya itu sedang menyindirnya.
"Dia belum tahu soal pernikahan kita, aku harap kau mengerti dan memaklumi ucapannya," kata Elvan. Entah mengapa ia merasa perlu menjelaskan hal ini kepada Vada supaya istrinya itu tidak salah paham. Dan.. Elvan langsung mengumpat dalam hati, kenapa dia peduli dengan perasaan gadis ini.
"Tentu saja, tuan. Aku sangat maklum. Toh posisiku juga tak ada bedanya dengan pembantu. Kalau begitu selamat malam. Dan mimpi Indah!" Lagi-lagi Vada tersenyum, ia tak menunjukkan marah sama sekali dan itu malah membuat Elvan tak nyaman.
Di belakang suaminya, Vada berhenti lalu menoleh, menatap sebal ke kepala laki-laki itu" Zoya, Zora siapalah mereka, aku nggak peduli!. Kenapa kau bisa bersikap baik dan peduli kepada mereka. Tapi tidak denganku? Bahkan kau tak menampik saat aku di katakan pembantu, haha Dasar suami durhakim! Aku sumpahi kamu wahai suami es balok, nanti kebucinanmu terhadap Zoya akan berpindah kepadaku, bahkan lebih parah. Dan saat itu aku bakal ngetawain kamu sampai puas, sampai aku terkencing-kencing di celana!" omel Vada tanpa suara, ia terus mencebik kan bibirnya, memaki suaminya sendiri.
" Apa?" tanya Elvan ketus. Vada langsung mengatup, ia tak menyadari jika suaminya itu memutar badannya dan sekarang menatapnya tajam, seperti harimau sipa menerkam mangsanya.
"Kau berani merutuki suami sendiri?" ucap Elvan.
"Eh darimana dia tahu, apa di cenayang?" batin Vada terkejut.
"Ah tidak tuan, mana aku berani. Selamat malam!" Vada segera memegang handle pintu, tapi tangannya yang gemetar sangat susah memutarnya.
"Aduh ini tangan, pakai grogi segala. Cepat kabur Vada, sebelum di terkam!" Saat berhasil membuka pintunya, saat itu juga Elvan menarik tangannya sehingga tubuhnya berputar. Elvan langsung mendorong tubuh Vada mentok ke pintu yang kembali tertutup.
Elvan kembali mencium bibir Vada. Gadis itu tergagap, ia yang memang tidak mahir dalam berciuman sangat kesulitan mengatur napasnya. Bahkan dadanya terasa sesak karena kehabisan oksigen.
Elvan menautkan alisnya ketika ia melepas ciumannya dan melihat Vada megap-megap seperti ikan kekurangan air.
"Itu hukuman karena kau berani mengumpat suamimu sendiri, Nevada!" kata Elvan, menekan kata terakhirnya.
"Namaku bukan Nevada, tuan. Vada Laras Sabrina, saat akad tuan dengan lancar menyebutnya, kenapa sekarang lupa," protes Vada.
"Kau protes?" Elvan mendekatkan wajahnya hingga deru napas Vada yang masih ngap-ngapan sisa ciuman tadi terasa menyapu wajahnya yang dingin menjadi semakin dingin.
"Ti-tidak. Silahkan Tuan panggil sesukanya! Permisi!" Vada langsung membuka pintu lalu kabur dari kamar tersebut.
🖤🖤🖤
Pagi harinya....
Elvan yang sudah rapi dengan setelan jas yang sudah Vada siapkan untuknya saat matanya masih terpejam pagi ini, berjalan menuju meja makan dimana Zora sudah duduk manis di sana.
"Pagi kak...." Sapa Zora.
"Hem..." Elvan mengangguk, ia melepas kancing jasanya lalu ambil posisi duduk.
"Gimana tidurmu?" tanya Elvan.
"Nyenyak sekali!" sahut Zora tersenyum.
"Wah ini menunya sarapan kita kak? Kakak benar-benar berubah ya? Sampai selera makan saja ganti. Sepertinya enak nih. Nggak sabar nih pengin makan. Seenak apa sih sampai kakak mau makan makanan rumahan seperti ini. Kakak mau aku ambilin nasinya?" tawar Zora.
" Tidak perlu!" Tolak Elvan. Ia celingak celinguk mencari keberadaan Vada.
"Kakak nyari siapa sih?" tanya Zora Namun Elvan tak menyahut.
"Vada mana?" Elvan bertanya kepada mbok Darmi yang kebetulan lewat.
"Ya tuan?" mbok Darmi mendekat.
"Vada mana?" tanya Elvan sekali lagi.
"Itu, cah ayu sudah berangkat bekerja subuh-subuh tadi, tuan muda. Katanya tuan muda sudah mengijinkan dia untuk bekerja kembali, tadi waktu berangkat, tuan masih tidur," jawab mbok Darmi.
"Hem..." Elvan mengangguk, mbok Darmi langsung pergi.
Elvan mengepalkan tangannya, raut wajahnya langsung berubah, "Beraninya dia..." geram Elvan dalam hati. Selera makannya mendadak hilang karena Vada yang pagi-pagi sudah menghilang dari peredaran terutama dari pandangannya. Seharusnya istrinya itu melayani dan menemaninya sarapan.
Ya, Vada memang sengaja masak dan menyiapkan segala keperluan Elvan lebih awal supaya ia bisa berangkat kerja lebih awal, ia tak ingin terjebak dalam drama pembantu pagi ini. Dari pada harus sakit hati karena harus mendalami karakter pembantu di depan Zora, ia memilih angkat kaki dari mansion pagi-pagi sekali.
"Wah, Vada hebat ya. Udah bekerja di mansion ini sebagai pelayan, masih bekerja di luar juga. Keren sekali semangatnya. Memang sih, kalau hidup kekurangan itu harus banyak bekerja keras, apalagi jika punya mimpi tinggi. Keren keren, pembantu kakak yang satu ini," kata Zora.
" Ya ampun. Ini makanannya juga enak sekali. Apa pembantu kakak bernama Vada itu juga yang memasak? Pantas kakak menerima dia bekerja di sini, ini enak kak, sumpah!" celoteh Zora saat lidahnya sudah merasakan masakan Zora.
Entah kenapa, Elvan seperti tidak nyaman mendengar Zora terus menyebut istrinya pembantu. Ia tidak suka orang lain menghina Vada. Hanya dia yang boleh melakukannya.
"Zora, ada hal penting yang kamu harus tahu," ucap Elvan serius.
"Apa kak? Kenapa mendadak jadi serius ya? Merinding jadinya,"
Vada bukan pelayan di rumah ini, tapi dia istriku," ucap Elvan dengan sangat jelas. Jika semalam dia diam saja karena Zora baru saja tiba. Gadis itu perlu istirahat terlebih dahulu sebelum mendengar berita yang mungkin akan membuatnya shock. Cepat atau lambat, Zora harus tahu kebenarannya. Bukan demi Vada, melainkan demi Zoya. Elvan ingin Zora lebih menghargai Vada karena ada mata Zoya ada tubuh gadis itu.
"Ya?" Zora hampir tersedak mendengar ucapan Elvan.
💠💠Jangan lupa like dan komennya kesayangan aku... Dan udah hari senin nih, yuk ah votenya buat bang Elvan, biar kutukan VADA segera menjadi kenyataan 😄😄💠💠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
✨️ɛ.
jadi inget Mba Nunung.. 😂
2024-12-30
0
✨️ɛ.
yaiyalah.. udah gak mampet lagi salurannya..
2024-12-30
0
Anisatul Azizah
balas dendam macam apa ini Elvan😄
2024-03-17
0