Setelah mobil Mirza hilang dari pandangannya, sebuah mobil mewah mendekatinya.
"Nona, sebaiknya Anda pulang sekarang. Tuan muda sudah menunggu," ucap asisten Rio setelah turun dari mobil dengan wajah datar.
Vada sedikit terkejut dengan kedatangan asisten Rio yang tiba-tiba. Dasar jaelangkung!
"Elvan sudah pulang?" tanya Vada.
Asisten Rio mengangguk, "jadi sebaiknya kita segera kembali ke mansion. Atau tuan muda akan semakin murka," sahut asisten Rio.
Vada menurut, ia tak berniat untuk bertanya bagaimana bisa asisten suaminya itu tiba-tiba muncul di sana. Yang ia khawatirkan, bagaimana jika asisten Rio melihat Mirza mencium keningnya.
"Meskipun dia kekasih Anda, sebaiknya nona menjaga sikap apalagi di tempat umum. Jika tuan muda tahu, nona sendiri yang akan menanggung akibatnya," kata asisten Rio tiba-tiba.
Vada diam tak menyahut "Apa salahnya, Mirza kekasihku. Yang salah itu kamu sama bos kamu. Sadar atau tidak, bos kamulah orang ketiga dalam hubungan aku sama mas Mirza," batin Vada jengkel. Mengingat betapa liciknya suaminya itu.
Sampai di mansion, asisten Rio langsung pamit, "Apapun yang tuan muda katakan atau lakukan, sebaiknya nona diam dan jangan membantah. Demi kebaikan nona," pesan asisten Rio tanpa turun dari mobil.
"Apa lo? Harusnya aku yang marah atas apa yang sudah terjadi, dasar menyebalkan!"
"Nona mengatakan sesuatu?" tanya asisten Rio, ia menghentikan langkahnya.
"Nggak, aku ngomong sama angin!"
Brak! Vada menutup pintu mobil dengan keras. Membuat asisten Rio berjengit.
"Pergi sana! Jauh-jauh! Kalau perlu bawa sekalian bosmu itu!" Vada menentang udara sebagai luapan kekesalannya saat mobil asisten Rio sudah melaju beberapa meter.
"Duh, caha ayu. Kenapa baru pulang jam segini. Tuan muda sudah pulang dari tadi. Pasti dia marah besar," kata mbok Darmi tergopoh-gopoh menghampiri Vada. Sejak tadi wanita berusia Senja tersebut terua mondar mandir tidak tenang karena Vada tak kunjung pulang.
"Maaf mbok, tadi band yang harusnya ngisi setelah Vada nyanyi nggak datang, jadi Vada full nyanyinya. Habis itu... Vada ketemu mas Mirza sebentar," jawab Vada jujur.
Mbok menghela napas, meski ia tak tahu dan tak mengenal nama yang di sebut Vada, tapi ia paham jika ada hubungan tak biasa antara Vada dengan laki-laki bernama Mirza tersebut.
" Kamu harus ingat cah ayu, kalau kamu itu sekarang istri tuan muda. Jadi, mbok harap kamu lebih hati-hati sendiri, tentu kamu sudah tahu seperti apa suami kamu kan?"
Vada mengangguk paham, ia sadar ia memang sudah melakukan kesalahan, "Terus Vada harus gimana mbok sekarang?"
"Cepat ganti bajumu dan segera ke kamar tuan muda, sebelumnya buatkan teh herbal dulu untuknya. Seperti yang sudah simbok katakan, lawan api dengan air, jangan dengan api apalagi dengan gas, paham kan maksud mbok?" ucap mbok Darmi
Vada segera berlari ke kamarnya dan mengganti pakaiannya. Ia tidak bisa membayangkan seperti apa mukanya sang suami saat ini.
Saat sedang membuat teh herbal untuk Elvan, Zora datang menghampirinya.
"Vada, aku mau minta maaf ya. Soalnya aku udah nhira kalau kamu itu pembantu di sini. Aku nggak tahu kalau kamu itu istrinya kak Elvan. Maaf ya, aku benar-benar nggak tahu kalau kakak nggak bilang tadi pagi," ucap Zora sengaja mengukur waktu Vada.
"Iya nggak apa-apa kok. Aku nggak masalah. Udah dulu ya Zora. Aku harus segera antar teh ini buat Tu.. Eh suamiku maksudnya. Ngobrolnya di lanjut besok aja, ya!" kata Vada.
"Hem, cepetan sana. Kakak udah marah banget tadi. Apalagi tadi agi kamu juga nggak pamit kan berangkatnya, sekarang malah telat pulangnya. Kalau aku nggak nenangin kak Elvan tadi, sudah ngamuk dia," ujar Zora.
"Hem, aku permisi dulu ya," Vada hanya tersenyum tipis lalu meninggalkan Zora di dapur sendiri.
Dengan langkah panjang, Vada segera naik ke lantai atas dimana kamar utama berada.
Setelah menghela napas Berkali-kali di depan pintu, akhirnya tangan Vada menyentuh gagang pintu dan membukanya.
Vada memberanikan diri masuk, "Tuan, aku membawakan tehbherbal untuk tuan," ucapnya seraya melangkahkan kakinya ke dalam. Laki-laki itu tak menyahut, rupanya ia larut dalam kepulan asap rokok yang habis di desesapnya. Elvan sedang berdiri di balkon kembarnya dengan pandangan kosong.
"Tuan... " suara Vada kali ini berhasil membuatkan lamunannya. Elvan menoleh, wajahnya seketika berubah.
"Berani pulang, kamu?" kata Elvan dingin.
Vada mendekat dan meletakkan teh herbak buatan ya di meja yang ada di balkon tersebut. Sebenarnyabia sudah terlalu lelah untuk hari ini jika harus di tambah menerima amarah dari Elvan. Tapi, bagaiman pun ia harus terima dan tetap legowo.
"Maaf tuan..." padahal dari tadi ganti baju, ia sudah merancang kata-kata sedemikian manisnya untuk meminta maaf kepada Elvan, tapi kini yang keluar dari bibirnya hanya dua kata itu. Lidahnya keburu kelu dan otaknya tiba-tiba ngeblank saat melihat air muka Elvan yang bahkan lebih menakutkan dari seekor singa yang sedang kelaparan.
"Sadar kesalahan apa yang kamu lakukan hari ini?" tanya Elvan, masih tetap dingin.
"Iya, tadi pagi aku nggak pamit berangkat ya. Tapi bukan apa-apa, aku lihat tuan masih tidur, jadi takut ganggu. Tapi, aku udah melakukan tugas sebagai istri. Nyiapin sarapan dan juga keperluan tuan lainnya," ucap Vada membela diri.
Elvan semakin menajamkan tatapannya. Vada langsung mengerjap karena sepertinya ia salah bicara.
"Lalu?"
"Lalu..." Lagi-lagi Vada mendadak kepalanya blank, ia harus sedikit berpikir untuk bicara lagi.
"Lalu... Malam ini aku pulang terlambat. Maaf, aku kira tuan malam ini tidak pulang, jadi..."
"Jadi kamu bisa ketemuan dengan pacar kamu dan pulang seenaknya, begitu!" Elvan semakin gusar dengan marah ketika ingat soal Photo itu.
Deg! Mam pus ketahuan beneran kan, pikir Vada.
"Asisten luknut itu pasti yang laporan, dasar lambe turah!" batin Vada kesal sendiri, padahal sejak awal asisten Rio tidak pernah mengusinya, tapi entah kenapa Vada selalu melupakan kekesalannya pada laki-laki itu.
"Jawab!" gertak Elvan sampai Vada menarik napas secara otomatis karen sanhking terkejutnya.
"Itu tidak sengaja, tuan. Kami tidak sengaja bertemu tadi sebelum aku pulang,"
"Ck, tidak sengaja tapi berpelukan! Kamu pikir aku bodoh? Sepasang kekasih bertemu tanpa sengaja? Kamu sadar sekarang dengan statusmu, Vada?"
"Maaf, saya tidak sedang mabuk, jadi saya sadar tuan," Astaga Vada, masih aja nggak di saing omongannya, Vada ingin sekali menabok bibirnya sendiri.
"VADA!"
"Maksudku, aku sadar kalau sekarang aku sudah bersuami, tuan, dan apa yang aku lakukan tadi itu salah,"
"Siapa suamimu? Laki-laki yang kamu peluk itu?" Elvan tertawa sinis.
"Tentu saja bukan tuan, Anda suami saya,"
"Kalau begitu, putuskan pacarmu!" titah Elvan tegas.
"Ya?" Vada bagai tersamabar petir.
"Atau aku yang akan melakukanny? Kau tinggal pilih! Putuskan sendiri atau dengan caraku, Nevada!"
Ingin sekali Vada protes dengan panggilan itu, tapi momen ya tidak tepat, ini sedang dalam level serius, sangat serius.
Vada bergeming, sejujurnya ia tak ingin kehilangan Mirza, tapi kini semua kendali ada pada suaminya.
"Tidak tuan, biar saya sendiri yang melakukannya. Beri saya waktu,"
"Sampai kapan? Kau tahu, aku bisa saja membuat nasib kekasihmu itu berubah menyedihkan hanya dalam hitungan detik?"
Vada menelan ludahnya kasar, "Tuan, tidak bisakah untuk tidak mengaitkan urusan bisnis dengan urusan pernikahan kita. Maksudku, tidak bisakah tuan bekerja sama dengan mas Mirza tanpa melihat siapa dia? Maksudku melihat mas Mirza sebagai orang yang memiliki hubungan denganku. Tidak bisakah kerja sam kalian murni karena urusan bisnis semata? Mas Mirza tidak salah, dia tidak ada kaitannya dengan kita," Vada memberanikan diri menatap manik mata suaminya.
Elvan mendengus," Untuk kesalahan yang tadi saja aku belum memaafkanmu, sekarang kamu berani mengaturku? Kau benar-benar senang memancing amarahku, Vada. Kau ingin melihatmu murka?"
"Tidak, tuan. Mana saya berani melakukannya. Saya hanya..." Vada ingat kata-kata asisten Rio juga mbok Darmi. Duanorang itu sudah membekalinya cara untuk tidak menyulut api amarah Elvan semakin membara. Jika ia terus bicara soal Mirza, pasti laki-laki ini akan semakin ngamuk.
" Hanya apa? Kau hanya ingin melihat pria itu hancur karenamu? Dengan senang hati aku kabulkan!" ucap Elvan, sebenarnya ia juga tidak suka mencampurkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi. Ia paling menjunjung tinggi profesionalisme kerja. Tapi, entah kenapa ia merasa perlu melakukan ini semua untuk membuat Vada tetap berada di sampingnya. Perasaan macam apa ini?
"Tidak tuan, aku minta maaf, aku yang salah,"
"Minta Maaf lah yang benar, neVada!"
Vada menghela napas, bagaimana cara minta maaf yang benar, apa dengan menyembah kakinya? Atau mencuci kaki pria menggunakan tujuh sumber mata air? Yang benar saja!.
"Tuan, maaf aku. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Maaf," Tentu saja hanya itu yang bisa ia lakukan, bilang maaf. Apalagi.
"Begini cara seorang istri meminta maaf kepada suaminya?"
"Lalu, aku harus bagaimana, Tuan?" Vada benar-benar tidak mengerti. Ia hampir kehabisan akal sehatnya. Apa ada kata lain selain kata maaf.
"Lakukan tugasmu sebagai istri yang baik, sebagai permintaan maafmu karena sudah membangkang," Elvan justru frustrasi sendiri karena istrinya ternyata tidak peka apa maunya.
Elvan meninggalkan Vada yang masih terdiam, mencerna setiap kalimat yang baru saja keluar dari mulut suaminya.
"Aku harus apa. Bagaimana cara seorang istri meminta maaf yang benar. Mana aku tahu, sedangkan aku baru sekali menjadi seorang istri, itupun di paksa," desah Vada dalam hati sambil terus memutar otak mencari cara. Ia ingin drama minta maaf ini segera berakhir, jiwa dan raganya sudah terlalu lelah untuk malam ini.
" Astaga!" pekiknya hingga ia sendiri terperanjat karena kaget dengan pekikannya sendiri.
"Haruskah aku merayunya di kasur?"
🖤🖤🖤
💠💠LIKE, komen dan votenya yok yang kenceng, biar nanti bisa up lagi... Gift me spirit! 😊😊💠💠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
✨️ɛ.
lagi diskon akhir tahun tuh bang di emol..
2024-12-30
0
✨️ɛ.
jangan ngebatin mulu ah, neng..
ungkapin..
2024-12-30
0
Anisatul Azizah
awas nanti ada yg cemburu kamu panggil orang lain mas
2024-03-17
0