Mirza berjalan mendekati Vada. Tanpa berkata, ia langsung mendekap tubuh kekasih yang ia rindukan tersebut. Vada hanya berdiri mematung. Membalas pelukan Mirza? Tentu saja dia ingin, tapi mengingat statusnya saat ini, Vada merasa bersalah. Bersalah kepada status pernikahannya, juga kepada Mirza.
Akan tetapi, menolak pelukan Mirza juga tak kuasa ia lakukan.
"Aku kangen banget, sayang," ucap Mirza yang terus memeluk erat tubuh Vada. Mirza merasa ada yang aneh dengan kekasihnya, tak biasanya Vada tidak membalas pelukannya.
"Sayang, kenapa diam saja? Apa ada sesuatu? Apa kamu tidak merindukan masmu ini?" Mirza mengurai pelukannya. Tangannya memegang kedua sisi lengan Vada.
"Eh... aku juga kangen sama mas Mirza," jawab Vada. Mirza tersenyum, ia kembali memeluk kekasihnya tersebut.
Ragu-ragu, Vada membalas pelukan Mirza. Kehangatan pelukan Mirza yang selalu berhasil menenangkannya. Aroma parfum yang menjadi favoritnya, membuat Vada sesaat larut dalam pelukan Mirza dan melupakan statusnya sebagai istri Elvan.
Jika boleh egois, Vada ingin terus bisa memeluk Mirza seperti ini, ia ingin terus bersama dengan laki-laki yang sudah lima tahun ini menemaninya dalam suka dan duka. Bahkan, saat Vada dalam keadaan terpuruk, saat ia tidak bisa melihat, Mirza tetap mencintai Vada dan menerima kekurangan Vada sebagai kelebihannya.
"Udah makan?" tanya Mirza sambil menyelipkan rambut Vada ke belakang telinga gadi itu.
Vada mengangguk, "Udah tadi," jawabnya pendek.
"Kallay begitu, temani aku makan yuk! Aku lapar!" Mirza mengusap perutnya sendiri sambil tersenyum jenaka.
"Mas Mirza belum makan? Ini udah jam berapa? Biasanya mas nggak suka aku makan telat, tapi ini malah mas yang belum makan, nanti mas Mirza sakit," kata Vada cemberut.
"Iya, ini baru aja sampai soalnya, belum sempat makan tadi langsung ke sini. Aku udah kangen banget sama kamu. Capek nggak? Temenin aku makan dulu, bisa?" pinta Mirza.
"Sekalian mau ada yang aku kasih tahu ke kamu," sambung Mirza.
Vada mengangguk. Sepertinya ia juga harus berterus terang kepada Mirza soal pernikahannya dengan Elvan. Meski dengan resiko harus kehilangan cinta laki-laki itu. Betapa hancur dan sakitnya jika hubungan itu harus berakhir. Realistis saja, laki-laki mana yang mau sama bekas laki-laki lain. Laki-laki mana yang terima sudah di bohong dan di khianati.
"Aku juga mau cerita sesuatu sama mas Mirza," kata Vada.
"Ya udah, kita cari restauran lain ya? Masa mau makan di dalam. Bosan kan, cari suasana baru yuk," Mirza membukakan pintu mobilnya untuk Vada.
🖤🖤🖤
Elvan baru sampai di mansion, bukannya Vada yang menyambutnya melainkan Zora.
"Kakak baru pulang?" sapa Zora.
"Hem," Elvan mengangguk, matanya langsung mengedar mencari sosok istrinya, lagi-lagi ia tak menemukan Vada.
"Dimana Vada? Apa dia belum kembali?" tanya Elvan kepada Zora.
"Nggak tahu, aku juga baru kembali, kak. Kayaknya belum sih, soalnya tadi aku waktu aku lewat di depan sebuah cafe waktu mau pulang, aku kayak lihat Vada deh. Tapi... Masa iya sih itu Vada, soalnya dia lagi pelukan sama laki-laki gitu, mesra banget, kayak sama pacarnya," kata Zora mulai memprovokasi.
Meski tak menanggapi ucapan Zora, tapi Zora yakin kalau saat ini Elvan sedang menahan amarahnya, terlihat jelas dari air mukanya yang langsung tampak pias.
"Ah tapi nggak mungkin kan ya, aku salah lihat kali ya soalnya kan aku lihatnya cuma sekilas dari dalam taksi tadi pas kebetulan lewat. Nggak mungkinlah itu Vada, dia kan udah menikah, nggak mungkin kan kelakuannya kayak begitu, pelukan sama pria yang bukan suaminya. Aku sempet photo sih tadi, coba aku kirim ke kakak ya, kayanya sih bukan Vada kok. Nggak begitu jelas soalnya," Zora sengaja mengirim photo ke nomor Elvan.
Elvan semakin menggeram dalam hati karena sangat jelas photo yang dikirim ke ponselnya adalah Vada dan ia yakin jika laki-laki yang di peluk istrinya itu adalah Mirza, kekasih sang istri.
" Aku kamar dulu," pamit Elvan kemudian. Ia tak ingin menunjukkan amarahnya di depan Zora.
"Hem, eh tunggu kak," seru Zora. Meskipun tak begitu kentara, tapi ia tahu kalau saat ini Elvan sedang menahan marah. Bagaimana tidak, bagi seorang Elvan, tentu saja apa yang di lakukan oleh istrinya itu sama saja menginjak harga dirinya sebagai suami. Dan Zora paham betul hal itu.
Elvan menghentikan langkahnya lalu menoleh.
"Ada apa?" tanya Elvan.
"Itu, nanti kalau Vada pulang, kakak jangan marahin dia ya, kasihan. Pasti itu bukan dia, aku yang salah lihat mungkin. Kalaupun benar, mungkin itu temannya kak, ya meskipun itu tetap salah sih berpelukan di tempat umum sama pria lain. Tapi, jangan langsung marah ya, nanti di kiranya aku mau menghasut kakak sama Vada, lagi. Aku nggak mau kalian berantem, serius aku bilang sama kakak karena aku nggak mau aja Vada salah jalan, aku mau kakak bahagia terus sama dia tanpa orang ketiga," Zora mengatakannya dengan wajah sedihnya.
Elvan tak menyahut, ia hanya mengembuskan napasnya lalu kembali melanjutkan langkah kakinya menuju ke lantai atas.
Zora menatap punggung Elvan seraya menyeringai tipis. "It's show time!" gumamnya girang.
Sesampainya di kamar, Elvan langsung membanting ponsel pintarnya ke lantai, hingga tak berbentuk, "Apa aku terlalu baik hingga dia berani melakukan itu!" murkanya dalam hati.
Elvan benar-benar meradang setelah melihat photo yang di kirim oleh Zora
,"Sial!" umpatnya lagi. Melihat photo istrinya berpelukan dan terlihat jelas jika Vada nyaman dalam pelukan laki-laki itu, membuat gemuruh di dadanya semakin membuncah dan seolah siap meledak.
Elvan bahkan merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa ia tak terima dengan apa yang di lakukan oleh Vada, padahal ia tak ingin peduli, sedikitpun. Namun, bayangan sang istri bermesraan dengan pria lain benar-benar membuat kepalanya mendidih. Tak rela jika tubuh yang diam-diam sudah menjadi candunya itu di sentuh pria lain meskipun hanya dari luar. Perasaan macam apa ini? Cemburu? Tentu saja egonya menolak keras untuk mengakuinya.
Elvan mendekati nakas lalu membuka lacinya, diambilnya photo Zoya yang terlihat sangat cantik dengan senyum manisnya.
"Zoy, kenapa kamu ninggalin aku? Aku sangat merindukanmu, sweety. Apa kamu senang melihatmu seperti ini?" gumamnya dalam hati. Baginya hanya Zoyalah wanita yang paling bisa mengerti dia. Hanya Zoya yang selalu bisa menenangkan hatinya di saat dirinya sedang lelah dengan keadaan.
Sadar atau tidak, Elvan takut jika perlahan tempat Zoya dihatinya pelan-pelan di gantikan oleh Vada. Seorang gadis yang bahkan tak terlalu banyak bicara dengannya namun mampu membuatnya kesal jika gadis itu mengabaikannya.
🖤🖤🖤
Like, komen dan votenya jangan di lupakan, tengkyu...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
✨️ɛ.
ngemeng² si dimdim pakabarnya yak.. masih idup or ikutan koit.. 🤔
2024-12-30
0
✨️ɛ.
gak adek gak kakak sama aja culasnya..
2024-12-30
0
Lily Miu
ini orang sok baik bgt ua
2023-09-15
1