Malam itu, EL tengah berada di ruang tengah seraya menikmati secangkir teh dengan buku yang tengah di genggamnya. Karena pekerjaan rumah sudah selesai, EL meminta bibi Wen untuk tidak melakukan apa-apa lagi, dan memintanya untuk segera beristirahat.
Bibi Wen sendiri memang penting untuknya. Sepeninggal ibunya, EL menganggap wanita tersebut sebagai ibunya sendiri, karena bagaimana pun beliau lah yang merawatnya.
Rumah terasa begitu hening untuknya, kemudian ia pun bangun dari duduknya, dan memasuki salah satu kamar yang berada di villanya. Ia menutupnya, dan duduk di balik pintu seraya memandangi ranjang besar yang berada di dalam kamar tersebut.
"Karent. Sampai saat ini, aku masih tidak percaya jika kau pergi begitu cepat. Bagaimana pun caramu pergi, hatiku masih tidak bisa melupakanmu, karena itulah kamar ini masih tersusun seperti sebelumnya." Gumam EL frustasi.
"Aku yang selalu memanggil namamu setiap hari. Hatiku yang lelah karena menunggu kamu. Aku, yang selalu bertanya-tanya dimana dirimu berada."🎶🎶
Mendengar sebuah lantuan lirik membuat EL tersadar, dan mencari asal suara tersebut. Langkahnya membawanya menuju halaman belakang rumahnya, kebun bunga.
Disana ia melihat seorang gadis tengah berjongkok di depan salah satu bunga, ia juga terlihat tengah menggenggamnya. Hingga kedatangan EL membuatnya begitu terkejut, dan langsung menyembunyikan bunga yang sudah ia petik tanpa izin darinya.
Menyadari hal tersebut, tangan EL meraih sesuatu yang di sembunyikan oleh gadis itu, dan seketika hal tersebut membuat ia tertunduk. Bukan hanya itu, ia segera meminta maaf pada EL karena telah mencabutnya dengan sengaja.
"Apa kau menyukai bunga daisy?" Sahut EL seraya menatapi gadis di hadapannya yang tengah tertunduk. "Kau tahu? Aku sangat menyukainya." Sambungnya lagi yang kini menatap bunga tersebut.
"Tidak. Aku membenci bunga itu."
"Kenapa? Bukankah bunga ini sangat indah?"
"Karena bunga ini mengingatkanku pada seseorang yang telah mengingkari janjinya padaku."
"Janji?" EL mulai mencari tahu.
Di salah satu sebuah taman bermain yang berada di pusat kota. Seorang gadis kecil tengah duduk di salah satu bangku taman, ia tampak tengah menunggu seseorang disana.
Wajahnya terlihat begitu bahagia ketika tahu jika seseorang ingin menemuinya disana. Hingga, orang tersebut pun datang dengan nafas tersengalnya.
"Maafkan aku karena terlambat." Orang tersebut masih mengatur nafasnya, dan gadis itu tersenyum ketika melihat kedatangannya. "Ancia, ini untukmu." Sambungnya seraya menyodorkan beberapa tangkai bunga.
"Daisy putih? Erian, bukankan daisy putih itu memiliki makna..."
"... cinta setia, dan kepolosan." Erian memotong ucapan gadis itu. "Aku menyukaimu Ancia. Sebelum aku pergi, aku hanya ingin kau tahu jika aku begitu menyukaimu."
"Tunggu? Kau bilang apa? Pergi? Memang kau hendak pergi kemana?"
"Ayah, dan ibuku mengajakku untuk pindah ke luar negeri, dan aku akan bersekolah disana. Namun, kau tak perlu khawatir, ketika aku sudah lulus, dan berhasil mengambil alih perusahaan ayah. Aku akan kembali ke sini, dan mencarimu." Tuturnya seraya memegangi bahu gadis yang berada di hadapannya.
Ancia diam sejenak, dan mencoba mencerna semua perkataan Erian. Mereka sudah bertetangga sejak keduanya duduk di sekolah dasar, namun tidak di sekolah yang sama.
Mereka memang tidak pernah bersekolah di tempat yang sama, namun keramahan Ancia lah yang mampu memperat hubungan mereka, dan usia keduanya pun hanya selisih 3 tahun.
Entah ada keberanian dari mana, Ashley menceritakan semua kejadian masa lalunya di hadapan EL. Mengingat itu membuat Ashley merasa kembali dipermainkan oleh cinta pertamanya itu.
Ancia adalah panggilan dari orang tuanya, dan hanya beberapa orang saja yang ia izinkan untuk memanggilnya seperti itu. Merasa Erian adalah orang yang berharga untuknya, maka ia mengenalkan nama tersebut padanya.
"Setahun, dua tahun, hingga aku lulus sekolah. Sesekali aku mendatangi taman itu, dengan harapan jika ia akan datang. Namun, hingga saat ini, dia tak pernah datang. Bagaimana kondisinya saja aku tidak pernah tahu." Ashley menggumam seraya menundukkan kepalanya.
"Kondisi orang itu baik, sangat baik sekali. Seharusnya kau tidak perlu menunggunya, kau bahkan mengingat janji itu seorang diri, disaat orang itu melupakannya. Jika kau tahu, dia telah mengkhianatimu, apa kau akan tetap menerimanya kembali?" EL ikut menundukkan kepalanya seraya meremas bunga daisy yang berada dalam genggamannya. Sedangkan Ashley yang mendengar itu langsung menatap EL dengan lekat.
"Selama dia bersedia untuk memberikan penjelasan padaku, maka aku akan menerimanya kembali. Tapi tuan EL, kenapa kau bicara seperti itu? Apa kau pernah mendengar nama pria itu?"
"Bukan hanya mendengar, namun aku sangat tahu orang itu, dan aku juga tahu dimana orang itu."
"Jika begitu, bisakah kau memberitahuku dimana dia? Bisakah kau membawaku untuk menemuinya? Aku tidak peduli jika dia memang melupankanku atau mengkhianati janji itu sekali pun, aku hanya ingin melihatnya, dan jika dia sudah memiliki kebahagiaannya sendiri, maka aku akan melupakannya." Ashley menggenggam tangan EL dengan sangat erat.
"Kau tidak boleh melupakanku, sama sekali tidak boleh. Bagaimana pun juga aku bersalah padamu, karena tidak menepati janjiku sendiri. Aku harus menebusnya, maafkan aku."
"Tuan EL, apa maksudmu?"
"Ashley dengarkan aku dengan baik! Orang yang kau cari itu sudah ada di hadapanmu, aku adalah Erian. Orang yang sudah mengutarakan sebuah janji di taman saphire, namun tidak menepatinya. Akulah pria itu."
Mendengar semua pengakuan EL membuat Ashley sedikit tidak percaya. Namun, taman yang di sebutkan olehnya memang benar. Bahkan sejak tadi, Ashley tidak menyinggung sedikit pun soal nama taman itu. Lalu, benarkah Elden Caster itu adalah Erian?
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Meiyana Mulia Ningsih
menarik ceritanya
2019-12-18
2