*Rasa Yang Tertinggal
Setelah pertemuan itu, tanpa sepengetahuanku, sempat terjadi beberapa perbincangan di rumah pak Fahri, tentunya terjadi beberapa perdebatan dari anggota keluarganya atas perjodohan ini.
"Pah, kenapa papa buat keputusan sendiri untuk menjodohkan anak kita dengan perempuan itu?" bu Lela (isteri pak Fahri) mulai geram.
"Bener tuh mah, Sheila sendiri gak setuju, kalau nuge di nikahkan dengan perempuan pelayan cofee itu" anak sulung pak fahri turut memanasi suasana.
"Iya pah, kenapa sih pah, papa terus aja ngekang Nuge? biarin lah dia menikah dengan perempuan pilihan dia sendiri, karena yang bakal ngejalanin rumah tangga itu nantinya kan Nuge, bukan papah" pun anak keduanya turut bersuara.
"Stop kalian ngajarin papah! sampai kapanpun papah gak akan pernah restuin hubungan Nuge dengan perempuan tua itu!" tegasnya.
"Bela? Sheila? apa selama ini papa pernah ngekang kalian dalam memilih pasangan hidup? gak pernahkan?" bela dan sheila hanya terdiam dan menunduk malu dihadapan papahnya.
"Huuuft! cukuplah kalian saja yang gagal dalam berumah tangga, papah tidak mau hal yang sama terjadi pada Nuge!"
"Pah, setidaknya kita kan bisa cari perempuan yang setaraf dengan kita, kenapa harus perempuan itu pah!" bu Lela semakin menggerutu dihadapan pak Fahri.
"Lela apa kamu lupa, kamu itu siapa sebelum menikah dengan aku?" kali ini bu Lela memang mati kutu, seakan mulutnya mulai terkunci untuk membalas ungkapan suaminya itu.
******
Rasanya suasana yang makin menghimpit ini tidak akan pernah meluas jika aku hanya duduk menggigit jari saja tanpa berfikir untuk mencari jalan keluarnya, waktuku sudah tidak banyak lagi untuk membatalkan perjodohan ini, satu-satunya orang yang bisa memutuskan tali perjodohan ini hanyalah Arief, segera saja kudapatkan alamat kantornya dari Fasya, tanpa berfikir panjang lagi akupun berniat untuk menemuinya.
"Permisi!" ucapku pada salah satu wanita yang kebetulan sekretarisnya.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" iapun menyahutiku dengan suara yang lembut.
"Pak Ariefnya ada?"
"Iya ada, tapi maaf anda ini siapa? apa sebelumnya anda sudah buat janji dengan pak Arief?"
"Aaam! saya temannya, tolong sampaikan sama dia, saya ingin bertemu dengan dia, penting!" ucapku sedikit tergesa-gesa, seketika sang sekretaris pun menuju ruangan Arief, yang letaknya tepat di hadapanku, sekitar lima menit menunggu tiba-tiba sekretaris itupun menghampiriku.
"Bu, anda di silahkan untuk masuk!"
"Iya terimakasih!" segera saja ku langkahkan kaki menuju ruang kerja Arief, saat aku membuka pintu saat itu pula ia menyorotiku.
"Tau kantor saya dari mana?" dia sedikit terkejut saat melihatku yang dengan lancang berkunjung ke kantornya.
"Dari Fasya!" tak ada pertanyaan lagi darinya, terus saja ia mengabaikan ku dengan mengetik beberapa laporan kerjanya, tentu saja suasana seperti ini semakin menghadirkan kecanggungan dalam diriku.
"Aaam, Arief sebenarnya..."
"Apa kamu gak tau sopan santun?" dengan cepat ia memotong ucapanku, fikirku seketika, apa ada yang salah dengan ucapan ku barusan, saat aku menyadari, memang tidak seharusnya aku berbicara seakrab itu padanya, sontak aku kembali meralat ucapanku.
"Ok! pak Arief, sebenarnya maksud kedatangan saya kesini, ada yang mau saya tanyakan sama pak Arief!" serasa lidahku kelu seketika namun tetap saja, ucapan ku seakan tak menimbulkan rasa tanya dibenaknya, rasanya aku semakin kaku jika harus membahas masalah perasaan dengan bahasa formal.
"Apa pak Arief masih suka dengan saya?" oh tuhan betapa jatuhnya harga diriku saat melontarkan kalimat itu padanya, ku coba tahan berjuta rasa malu ini sekuat hati, rasanya tidak cocok jika menyampaikan pesan hati menggunakan bahasa formal, karena pesan itu hanya akan sampai di fikiran penerimanya, seyogiahnya hati hanya akan memahami bahasa yang disampaikan dari hati.
"Bukan apa-apa, saya hanya ingin memastikan, kalau memang pak Arief masih suka dengan saya..." belum lagi aku menyelesaikan ucapanku, sontak saja ia terperanjat dari tempat duduknya, tatapannya mulai terlihat sinis padaku, dengan langkah yang tertatih ia mencoba menghampiriku.
"Keluar dari ruangan saya sekarang!!!" sungguh tak berperasaan dia setega itu melantangkan suaranya di hadapanku, dengan mataku yang mulai berkaca-kaca segera saja aku beranjak pergi dari ruangan itu.
Aku memang terlalu bodoh untuk mengharapkan Arief, tanpa berfikir mungkin saja dia sudah menemui perempuan diluar sana yang lebih baik dariku. Jika dulu dia pernah menjadi ulat bulu untuk mencintaiku, maka sekarang dia sudah menjadi kupu-kupu untuk terbang menjauhiku.
******
"Of course lah, dia akan marah sama kamu!" kali ini Fasya membuat rasa gatal di kepala ini semakin melunjak.
"Terus aja aku salah kan? aku tuh emang gak ada benernya di mata orang-orang!"
"Salwa, aku tuh suruh kamu ketemu ama dia, untuk ceritain semua masalah kamu, bukannya malah menanyakan perasaan dia ke kamu! kalau dari cara kamu yang seperti itu of course dia udah tau kalau kamu ngarepin cinta dia"
"Houuftt! Fasya, gimana aku mau cerita masalah aku ke dia, kalau dianya aja gak sudi buat ngeliat aku"
"Huum! kalau gitu, gini aja biar aku yang coba jelasin semuanya ke Arief, ok?"
"Gak perlu syah, aku udah cukup malu atas semua yang terjadi hari ini, mungkin laki-laki itu memang jodoh aku" ucapku tak bersemangat.
"Kamu kok cepat nyerah gini sih? Salwa, keadaan itu harus dihadapi bukan diratapi apa lagi di sesali"
"Aku udah capek Fasya, semua yang aku lakuin seperti gak ada jalan sama sekali untuk keluar dari perjodohan ini"
Sepulang kopdar bersama Fasya, langsung saja kurebahkan tubuhku diatas tempat tidur, sambil sesekali ku lihat kotak cincin pemberian dari laki-laki itu yang diwakilkan oleh pak fahri dan keluarganya, sampai saat ini akupun belum sempat melihat seperti apa bentuk cincin itu, apa lagi berniat untuk mencobanya.
Berbagai macam rasa yang ada di kepala ini, rasa jengkel, sakit hati, kesal, penasaran dan kecewa sudah ter mix menjadi satu, yaitu pasrah, menghindari keadaan memang tidak mungkin, menghadapinya juga tidak mudah namun semoga saja perjodohan ini adalah jawaban dari segalanya.
"Umi? untuk tagihan rumah sakit bulan ini dan bulan depan sudah lunas ya, sudah dibayar sama pak Fahri" tiba-tiba terdengar suara girang abi diruang tamu.
"Ow ya? tapi kenapa buru-buru? takutnya Salwa gak jodoh sama anaknya bi"
"Hallah! umi tau apa, pokoknya salwa tetap menikah dengan anaknya pak Fahri, tidak usah terlalu berharap dengan laki-laki yang diceritakan Salwa itu, kalau dia serius sudah seharusnya hari ini dia dateng ke rumah"
Suasana malam yang begitu hening, semakin membuka jalan pikiranku, yang aku tahu, jodoh merupakan kisah dua nama yang telah tertulis dalam kitab-Nya, sejauh apapun kita melangkah, sekeras apapun kita berlari, selama apapun kita berkelana hakikatnya kita seperti dua magnet yang ingin terpisah namun disatukan lagi pada titik yang sama, yaitu jodoh.
Eeeiiiittts..🙋Kasih Like👍 dan Komentar🤬 dulu sebelum Next ke Episode berikutnya😊🧐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
kavena ayunda
kakanya biar mati aja nyusain🙄
2022-08-04
0
Dona Susanti
ngenessss...
2020-11-01
2
Eti Guslidar
salwa hrs bahagia
2020-06-20
2