*Hari Pertama Di Rumah Mertua
Kini mobil kami menepih tepat di halaman rumah orang tua mas Qiyas, belum lagi kami turun dari mobil, segera saja mereka menghampiri kami, lebih tepatnya menghampiri mas Qiyas, tak memungkiri apa yang terlihat, saat ini aku disambut dingin oleh keluarganya, satu demi satu dari mereka saling bergantian memeluknya hingga aku mulai merasa asing saat berada di tengah-tengah keluarga konglomerat ini.
"Ya ampun mamah kangen banget sama kamu sayang!" gemesh ibu mertuaku sambil memeluk erat tubuh mas Qiyas yang juga putra semata wayangnya itu, meski hanya tiga hari mas Qiyas meringkuk dirumah umi dan abi namun siapa sangka waktu sesingkat itu mampu menuai bibit-bibit rindu dari semua anggota keluarga.
"Salwa gimana? Sehat?" tanya papah, yang seketika mengusir sedikit rasa canggungku saat ini, sontak saja akupun mengangguk lalu tersenyum padanya.
Satu-satunya orang yang bersuara padaku hanyalah papah sementara yang lainnya hanya sekedar menyuguhkan kilas senyuman yang trukir manis dari wajah mereka, entah kenapa pemandangan ini terlihat sedikit garing olehku, awamnya aku sendiri sulit memaknai sikap mereka saat ini apakah benar-benar tulus atau hanya sekedar ackting dihadapan mas Qiyas dan juga ayah mertuaku.
*****
Disaat yang lainnya terlihat heboh atas berbagai topik yang hendak dibicarakan, aku bahkan tidak tau harus berbuat apa dalam kondisi sesungkan ini, pantaskah orang kecil sepertiku harus bercampur kisah dengan keluarga konglomerat yang saat ini mereka sudah berstatus sebagai mertua dan juga kakak iparku.
Obrolan mas Qiyas bersama keluarganya mampu menjedah waktu makan siang hari ini, aku bahkan tidak kuat jika harus berlama-lama berada dihadapan mereka, pun cacing-cacing di perut ku seakan tak bisa diajak berkompromi lagi, dari pojok kanan meja makan, terlihat kak Sheila dengan wajah datarnya yang hendak menghampiriku sembari menyajikan semangkuk sop ayam.
"Dasar perempuan gak tau malu!!!" terdengar ucapan pelan dari mulut kak Sheila, yang sengaja ia utarakan untukku, pelototan mata dan rapatan giginya seakan mendefinisikan betapa bencinya ia terhadapku, namun tak banyak yang bisa kulakukan selain tetap berpura-pura tersenyum dihadapan semua orang.
"Mah, pah? rencananya nanti sore Nuge ama Salwa udah mau langsung kerumah Nuge"
"Loh! jadi Nuge gak nginap disini?" tanya mamah sedikit terkejut.
"Gak mah, nantilah kapan-kapan Nuge ama Salwa nginap disini yah?"
"Yaah, Nuge please! malam ini nginap aja dulu disini yah, semalam kek dua malam kek, mamah kan masih rindu"
"Kalau papah sih, setuju sama mamah, sebaiknya kalian nginap dulu disini" sahut pak Fahri seketika, dengan berat hati mas Qiyas pun mengiyakan permintaan ayah dan ibu mertuaku itu.
"Lah! kok kita malah keasyikan ngobrol sih heheh ayo makan makan, Salwa? makan yah? jangan malu-malu, kita sudah jadi keluarga sekarang, jadi Salwa gak perlu sungkan di rumah ini?" lanjutnya, sontak saja akupun meraih piring mas Qiyas, sesuai pesan umi, sekarang syurgaku telah berpindah pada lelaki yang juga berprofesi sebagai pilot ini, pun seyogiahnya aku akan merawat syurga itu sebaik mungkin.
"Gak usah, gak usah, aku bisa sendiri kok" seketika mas Qiyas menghalau tanganku, sikapnya kali ini semakin membuatku merasa tertekan bahkan kedua bola mataku serasa mulai berkaca-kaca.
"Salwa? selama disana Nuge gak pernah buat onarkan?" tiba-tiba saja papah melontarkan kalimat candaan, mungkin saja ia sempat menyaksikan sikap mas qiyas barusan padaku.
"Gak kok pah, hehe!" sahutku sembari menuang tiga sendok nasi dan beberapa lauk diatas piringku.
******
Pantas saja saat sebelumnya berada di kamar ku, mas Qiyas terlihat seperti orang yang sudah kehabisan langkah karena di himpit oleh box kecil ibaratnya, ternyata kamarnya seluas dan semewah ini, aku hanya bisa bilang Wah dan Wah memang enak yah terlahir dari keluarga orang kaya.
"Kreeeek!" terdengar suara pintu, yang seketika itu sedikit mengejutkanku.
Terlihat mas Qiyas yang sudah mengenakan piyama berwarna cokelat tua akupun melongo seketika saat melihat wajah gemeshnya itu dengan rambutnya yang masih lembab, tanpa percakapan apa-apa, segera saja ia berjalan lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, sambil sesekali ia mengganti channel televisi.
Ku amati layar handphoneku yang ternyata, time screennya saat ini telah menunjukkan pukul 21.00 WIB, segera saja aku bergegas menuju tempat tidur, seketika mas Qiyas mulai bersuara.
"Hei hei, kamu tidurnya di bawah" ujarnya seketika, yang jelas-jelas saat ini tubuhku hampir saja menyentuh sisi ranjang mewahnya itu.
"Haah!! Tidur di lantai maksud kamu?"
"Iya untuk sementara dirumah mamah kamu tidur aja dulu di bawah, tenang aja nanti kalau kita udah ke rumah aku, kamu punya kamar sendiri kok disana" kali ini serasa kepalaku bertanduk lima, saat menyaksikan mas Qiyas yang hendak berbicara padaku namun matanya terus terfokus pada layar televisi.
"Gak!!!" sahutku yang terdengar singkat, namun mampu membuat tatapannya mulai sinis padaku.
"Ya udah, kalau gak mau terserah kamu aja mau tidur dimana, tapi jangan pernah bermimpi untuk tidur seranjang sama aku" ucapannya terdengar santai namun terlalu menusuk untuk ku telan mentah-mentah.
"Hwaah! kamu kok tega banget sih sama aku?"
"Aku! tega sama kamu? Kamu sadar gak Sih kalau kamu yang paksa aku untuk nikah sama kamu" mendengar ucapannya, kegeramanku mulai memuncak segera saja aku berpindah ke sisi sebelah tempat tidur, tepat dimana ia merebahkan tubuhnya, sampai-sampai jarak kamipun terlihat sangat dekat.
"Hei, aku belum pikun yeah, jelas-jelas papah kamu yang maksa aku untuk nikah sama kamu"
"Huum! masih juga gak tau diri, asal kamu tau aja, di otak aku ini masih terekam jelas bagaimana abi kamu mengemis minta tolong sama papah aku waktu itu"
"Jangan pernah! menghina abi aku" dengan beraninya ku layangkan jari telunjukku pada mas Qiyas.
"Okey, okey, gini aja kalau memang kamu gak mau dirugikan, akupun sama seperti itu dan aku rasa, kita memang harus buat kesepakatan" kali ini ia mulai terperanjat dari posisi rebahannya dan mulai berdiri dihadapanku.
"Kesepakatan? Kesepakatan seperti apa yang kamu maksudkan?"
"Uum! cerai tanpa syarat!" aku yang mendengarnya hampir serangan jantung, bahkan cukup lama aku terpaku menatapnya.
"Apah! cerai? Kamu pikir pernikahan ini hanya untuk main-main?" ujarku tak bertenaga, rasanya kedua bola mataku mulai sensitif saat berada di rumah ini.
"Yaa! dari awal aku memang gak pernah serius dengan pernikahan ini, aku menganggap pernikahan kita hanyalah sebuah permainan" terus saja ia menyambar ucapan ku, tak punya hati dan perasaan bahkan terlihat jelas olehnya betapa basahnya kedua pipiku yang terus diderai air mata, ia lalu berjalan selangkah mendekatiku, dengan santainya ia membisikkan dua kata di telinga kananku.
"Permainan uang!!!" seraya tersenyum yang aku sendiri tak menyukai senyumannya itu, terlihat seperti ejekan berkelas untuk orang miskin sepertiku.
*Udah Follow Akun Aku? yook Follow dulu biar nanti dapet notifikasinya yah 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Neulis Saja
trust me si qiyas will fall in love with you
2024-02-01
0
Eti Guslidar
buat nuge bucin sama salwa
2020-06-20
1