*Les Privat
Berdasarkan kalender pendidikan seharusnya hari ini sampai dua minggu kedepan adalah jadwal libur semester, ya tetapi tidak bagi kami yang tergolong siswa/i dengan tingkat intelegensi dibawah rata-rata, sebaik-baiknya waktu sudah seharusnya dimanfaatkan dengan baik itulah sebuah prinsip institusi swasta yang sedang aku naungi saat ini, sekolahku mengadakan sebuah program les privat untuk memanfaatkan waktu libur kami.
Jujur aku sangat jengkel dengan keadaan ini, padahal sebelumnya aku sudah berencana untuk memanfaatkan waktu libur ku dengan bekerja full time setidaknya selama dua minggu aku bisa memperoleh upah yang lebih dari cukup untuk aku sisihkan sebagiannya lagi untuk uang jajanku, semenjak kak Hilwa koma sampai hari ini aku sudah tidak lagi diberikan uang jajan sama abi dan umi, upah yang aku dapatkanpun semuanya kuserahkan untuk pengobatan kak Hilwa.
Tepat pukul 09 pagi kami dikumpulkan di sebuah ruang kelas untuk mendengarkan beberapa arahan dari bapak kepala sekolah, seperti biasa sesaat sebelum guru masuk ke dalam ruangan pun saat itu juga suasana pasar akan terlihat didalam kelas, ku amati satu demi satu wajah mereka yang sebagian besar tak kukenali, seakan tak ada rasa penyesalan yang terlihat dari wajah-wajah itu, yang ada hanya gelak tawa dan sedikit teriakan yang cukup memekik di telinga.
Rasanya berkumpul satu ruangan dengan orang-orang yang sebelas duabelas denganku semakin terasa sakit denyutan kepala ini, aku hanya bisa menarik nafas dengan topangan dagu dan mata yang cukup sayu semakin menunjukkan betapa menyesalnya aku dengan semua nilai-nilai yang buruk itu, rasanya terjebak dalam keadaan seperti ini memang bukanlah suatu keinginan tetapi aku selalu yakin, yang terbaik akan datang tanpa harus meminta izin dengan rasa inginku.
"Perhatian anak-anak!" ucap bapak kepala sekolah sambil berjalan masuk kedalam kelas dengan beberapa guru lainnya yang ikut mendampingi, aku tak terlalu menghiraukan hal itu, sepertinya ada hal penting yang ingin beliau sampaikan.
Entah kenapa sontak saja semua teman-teman berteriak histeris lalu bangkit dengan heboh dari tempat duduk, bahkan ada beberapa siswa yang hendak berlari mengerumuni bapak kepala sekolah didepan mimbar, sementara aku masih saja duduk dengan tangan yang terus menyorat-nyoret selembar kertas sambil menikmati setangkai permen susu, meski tak bisa dipungkiri aku setengah penasaran juga apa yang sedang dihebohkan oleh mereka, namun aku enggan untuk berdiri, beberapa kali ku coba untuk memiringkan kepala ke kiri dan ke kanan, lagi-lagi mereka selalu saja menghalangi pandanganku.
"Anak-anak tenang! duduk dulu, duduk…”
“Hoi! yang dibelakang jangan ribut dulu, coba semuanya kalian tenang biar bapak bisa memulai pembicaraan" hanya terdengar suara tegas dari bapak kepala sekolah tanpa bisa ku lihat wajahnya.
Seketika itu juga, mereka kembali duduk di bangku masing-masing, dengan reaksi yang tak bergairah ku arahkan pandangan kedepan sana, alamak jantungku hampir saja berhenti berdenyut saat kulihat dengan tekun tubuh sesosok pria tampan yang saat ini tengah berdiri disamping bapak kepala sekolah, dunia seakan senyap tiba-tiba tak menyisakan decitan apapun, kecuali gerakan bibir dari orang-orang sekitar yang tak bisa kucerna lagi maknanya, bersamaan dengan tatapan mata yang sulit kualihkan seperti tengah mengeluarkan ribuan emotikon love berwarna merah terang diudara.
“Ini beneran gak sih? Aku gak mimpi kan?” batinku bertanya-tanya tak percaya, bahkan aku sampai tak meresapi apa yang tengah disampaikan oleh bapak kepala sekolah saat ini.
"Salwa? Salwa?" aku sedikit terkejut saat bapak kepala sekolah memanggilku, seketika kuancungkan tangan kanan dengan sedikit menunduk malu-malu, tentu tatapan pria tampan itu juga ikut mengarah ke aku, ya ampun harus ku akui saat ini jantungku tengah berdebar-debar brutal didalam sana, tak lama kulihat dari depan bapak kepala sekolah memberiku isyarat untuk membuang tangkai permen yang masih saja kukunyah itu, sambil melihat suasana sekeliling, semua siswa juga ikut menatapku aneh mungkin saja aku sedikit terlihat salah tingkah, tak ingin membuat bapak kepala sekolah semakin geram segera ku simpan tangkai permen itu didalam laci meja.
"Bapak rasa, kalian semua sudah sangat mengenal anak muda tampan dan juga sangat berprestasi yang sedang berdiri disamping bapak ini, meski begitu bapak tetap akan memberikan dia kesempatan untuk memperkenalkan diri" bapak kepala sekolah terus tersenyum sambil menatap bangga pria tampan yang tengah berdiri di sebelahnya itu.
"Jujur bapak sangat bangga dengan anak ini, dan bapak juga tidak tahu harus bagaimana lagi, rasanya berpuluh-puluh ucapan terimakasih memang tidak cukup untuk diberikan padanya, bayangkan saja dari lima nama sekolah swasta yang mengajukan kontrak, dia lebih memilih sekolah kita" sontak semua siswa langsung memberikan tepuk tangan ria, begitu tulus bapak kepala sekolah meluahkan pujian itu, sampai-sampai matanya mulai terlihat berkaca-kaca.
"Ok jadi selama dua minggu ini kalian akan dibimbing olehnya, ingat tiga aturan yang sudah kita sepakati, gak boleh telat, gak boleh alpa dan gak boleh minta foto" bapak kepala sekolah terus menggerutu didepan sana, sementara yang aku lalukan dibelakang sini ialah senyum-senyum tak menentu.
"Halo adik-adik, perkenalkan nama saya Qiyas Fathir Anugerah kalian boleh panggil saya Qiyas, asal sekolah saya SMA Negeri 1 Bandung, saya dari kelas 12 peminatan IPA 1" ucapnya sembari menyuguhkan senyuman manis dengan gigi gingsulnya yang sedikit terlihat semakin membuatku menyeringai tak menentu berasa senyuman itu ia suguhkan hanya untukku meski kenyataan terpahitnya bahkan ia sendiri tak tahu siapa aku.
Usai ia memperkenalkan diri kini mulai terdengar suara-suara receh disekitarku yang mengharap akun instagram mereka di folback lah, minta tanda tangan lah, minta alamat email bahkan ada beberapa dari mereka yang berani meminta nomor pribadinya, aku makin geram melihat tingkah mereka yang terlihat sedikit kuno itu, meski begitu tak banyak yang bisa ku lakukan selain merapatkan gigi dan mengepal ke dua tanganku.
"Sekali lagi saya minta maaf yah adik-adik! saya gak bisa ngasih nomor pribadi saya untuk kalian, adik-adik mengertilah saya juga punya privasi, terkait pertanyaan-pertanyaan materi diluar kelas, nanti saya bisa kasih email saya!" dengan pelan ia mencoba memberikan pemahaman pada mereka-mereka yang masih saja ngotot dengan kehendak mereka
Sebagai perempuan tentu aku bukanlah satu-satunya yang sedang mengagumi kak Qiyas saat ini, meski aku tau dia terlalu bersinar untuk orang-orang sepertiku, sejak awal dia memulai karir aku tak pernah bermimpi punya kesempatan untuk bertemu dengannya secara real, beberapa kali aku terlihat sangat bahagia saat melihatnya tampil di layar TV, dia bukanlah artis, dia hanya seorang siswa sekolahan yang aktiv dalam mengikuti berbagai Lomba entah itu olimpiade matematika, fisika dan kimia, bahkan aku tidak pernah melewatkan satupun tayangan tentang dia.
Berkat bakatnya yang luar biasa itu, aku sempat memubazirkan uang hanya untuk membeli beberapa majalah yang terlampir wajah tampannya itu di sampul majalah tersebut, sejak dulu aku sudah sangat mengaguminya, rasanya les privat adalah moment terindah yang sebelumnya sudah kuanggap sebagai moment terburuk.
Saat dia berpamitan pulang, mulutku mulai cemberut lagi, hari ini serasa waktu terlalu singkat jika hanya berkenalan, aku hanya ingin dia bertahan beberapa saat lagi, saat melihat kehadirannya didepan mata, aku merasa waktu yang lama maupun singkat seakan sama-sama menyisakan makna tentang rindu, dia bagaikan manusia pemakan waktu, bahkan aku sendiri tak sadar kalau waktu pertemuan telah usai.
Baru saja aku memasukkan pulpen dan buku kedalam tas, sontak saja lewat sound system terdengar suara bu Archy yang hendak memanggilku, moodku seketika hilang aku mencoba melebarkan bola mata dan bergegas menuju ruangan bu Archy dengan pasrah.
"Salwa, jujur saja kamu sebenarnya tidak layak untuk naik ke semester berikutnya”
“Ibu berbicara seperti ini karena ibu sebagai wali kelas kamu, ibu tau sampai dimana kemampuan kamu, bahkan guru-guru yang lain juga banyak mengeluh tentang nilai-nilai kamu" ucapan bu Archy sedikit membuatku takut, aku hanya terus menunduk tanpa berani melihat matanya, aku hampir takut untuk melihat semua mata yang menujukkan kekecewaan demi kekecewaan dari mereka.
"Kami masih memberimu kesempatan, jadi gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, saya mau liat jika anak sehebat Qiyas Fathir Anugerah gak mampu meningkatkan sedikit saja kompetensimu nanti, maka kesempatan berikutnya tidak akan tersisa lagi untuk kamu Salwa, paham?" aku merasa dada ini semakin sesak saat mendengar ungkapan bu Archy barusan, entah karena ancamannya atau karena ia menyebut nama pria bersinar itu, aku sendiri tak mengerti.
Meski hari ini aku sempat mendapatkan beberapa kalimat teguran dari wali kelas, setidaknya aku hampir tak memikirkan hal itu, di dalam bus sengaja kuambil tempat duduk dideket jendela sambil menikmati perjalanan pulang, bibirku seakan tak berhenti untuk terus merekah senyuman kecil yang sesekali kututup dengan telapak tangan, yang ada di pikiran ku saat ini hanyalah bayangan tentang kak Qiyas masih saja terekam diingatanku.
Eeeiiiittts..🙋Kasih Like👍 dan Komentar🤬 dulu sebelum Next ke Episode berikutnya😊🧐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Neulis Saja
Salwa,you keep up spirit 💪 and you can do it ✊
2024-02-01
0
Яцяу
sambil nunggu upnya aku baca ulang aja
2021-02-17
0