*Tangisan
"Pagi pak!" ku ucapkan salam seraya menampilkan sedikit senyuman yang penuh dengan rasa was-was mungkinkah dia mau membalas salam hangat ku ini, seketika ku tundukkan pandangan, rasanya tak kuasa hati ini bila melihat wajah tampannya itu dari jarak yang cukup dekat.
{Visual dari salwa jannatun adwiyah}
"Pagi!" Sahutnya datar, sembari melihatku satu detik, setelah itu ia segera masuk ke dalam kelas, mendapati reaksi kecil itu aku langsung menjinjit bahagia sambil menahan teriakan gemas yang hampir lolos dari mulutku.
“Ya Allah aku ingin berteriak sekencang-kencangnya” batinku mulai menggila, sesaat kemudian akupun mulai bergegas masuk kedalam kelas.
Dia terlihat sangat profesional dalam memberikan materi, meskipun masih saja ada beberapa siswa yang menyinggung tentang peristiwa kemaren, sekali-kali kak Qiyas tak pernah menghiraukan ucapan mereka namun tetap saja aku merasa risih dengan ledekan-ledekan itu.
Sekitar tiga jam kami mengikuti kelas privat, akhirnya tiba juga saat dimana kita harus kembali ke rumah masing-masing, aku tak seperti yang lain punya banyak waktu istirahat saat dirumah, karena sebagian besar waktu istirahat itu kugunakan untuk bekerja. Aku pun masih stay dikelas menunggu yang lainnya keluar lebih dulu, saat ini aku hanya ingin berjalan keluar kelas hanya seorang diri tanpa suara-suara ledekan dan tanpa wajah-wajah meremehkan dari mereka.
Baru saja aku keluar dari gerbang sekolah, tiba-tiba terdengar beberapa kali bunyi klakson dari belakang, dengan tidak menghiraukannya ku teruskan melangkah menuju halte yang jaraknya cukup dekat dari sini, seketika langkahku terhenti saat mobil itu menepih ke arahku, terlihat sebuah mobil ferari F60 berwarna putih rasanya sudah bisa ku tebak, siapa yang hendak mengendarai mobil itu.
Sesuai dugaan ku, saat ia menurunkan kaca mobil dari dalam terlihat Arief dengan senyumannya yang merekah-rekah ia menyuruhku untuk masuk kedalam mobil mewahnya itu dengan niatan tulus ia akan mengantarku pulang.
"Terimakasih sebelumnya tapi maaf aku gak bisa, aku pulangnya naik bis aja! lebih nyaman" ucapku datar, cukup lama ia terdiam seakan sedang memikirkan sesuatu, seketika itu iapun turun dari mobil lalu mendekati ku.
"Salwa, aku harus gimana lagi sih, aku harus berbuat apa lagi, biar kamu tuh mau nerima aku, ok kalau kamu gak mau jadi pacar aku hanya karena abi kamu ngelarang untuk pacaran, setidaknya kamu ngasih aku kesempatan, aku siap tunggu kamu beberapa tahun lagi, saat kamu bilang iya maka saat itu pula aku akan ngelamar kamu" kali ini dia terlihat sangat serius dengan ucapannya, namun tetap saja dia tidak mampu membuatku merasa terpukau.
"Bhuuwws! ngelamar?" sontak ku cipratkan setengah tawaku yang dianggapnya cukup meremehkan ungkapan tulusnya itu.
"Kamu tuh sadar gak sih! apa yang kamu omongin, kita tuh sama sekali gak cocok, heii kamu tahu kan, kamu itu bodoh aku juga bodoh, orang bodoh gak akan cocok untuk sama-sama" ucapku sangat kesal, terlihat jelas raut wajahnya yang sangat tersindir dengan ucapan ku itu.
"Okey! aku memang bodoh! kamu rekam baik-baik wajah orang bodoh ini, dan pastikan suatu saat nanti kamu gak akan pernah khilaf untuk memberikan tepuk tangan dan ucapan selamat pada orang bodoh ini!" dengan segera ia mengendarai mobilnya, bertambah lagi tekanan batinku saat ini, lagi-lagi aku sangat menyesali ucapan ku yang selalu saja membuat orang-orang di sekelilingku merasa terganggu bahkan kecewa.
Entahlah di mataku, Arief hanyalah seorang anak yang hanya bisa berfoya-foya dengan harta orang tuanya, nilai-nilai semesternya pun tidak berbeda jauh ambruknya dengan nilaiku, disisi lain hampir setiap harinya dia selalu saja mengganggu ku dengan kalimat-kalimat romantisnya yang cukup membuatku ilfil itu.
Bukan hanya sekali bahkan berkali-kali ku lontarkan kalimat-kalimat kasar terhadapnya agar dia mau menjauhiku, namun tetap saja seakan aku sedang berbicara dengan tembok, tapi kali ini dia benar-benar terlihat kecewa bahkan dia sampai memberiku kalimat tantangan yang kedengarannya cukup membuat air mataku menitih.
******
"Salwa ini gaji kamu hari ini" pak gege segera menyedorkan amplop upah harian ku yang kelihatanya agak sedikit tebal dari biasanya.
"Pak, kok satu juta sih pak, apa ini gak kelebihan? saya kan hari ini cuman part time aja pak?" ucapku sedikit tegang.
"Iya, bapak sengaja lebihin buat biaya pengobatan kakak kamu salwa" terangnya.
"Ya Allah, makasih pak, terimakasih semoga Allah membalasnya lebih dari pada ini pak" ucapku dengan wajah yang terlihat sangat bahagia, sudah menjadi kebiasaan ku saat menerima kebaikan dari orang lain saat itu pula ku ucapkan sedikit do'a untuknya.
Sepulang kerja, akupun menyempatkan waktu berkunjung ke rumah sakit, hampir satu minggu aku tak mengunjungi kak Hilwa. Setibanya aku diruang ICU dari celah pintu yang tidak tertutup rapat itu, ku lihat suster Kiran sedang menyuntikkan beberapa obat di selang infus kak Hilwa, seketika itu ku langkahkan kaki ku untuk masuk kedalam.
"Hai Salwa, kamu pasti belum mandi yah?" ucapnya sedikit meledek, kami terlihat sangat akrab, sudah pasti dengan lama perawatan yang sedang dijalani kak Hilwa saat ini tentu saja membuatku semakin akrab dengan para tenaga medis yang ada diruangan ini.
"Iya suster, kok tau hehe" akupun membalasnya dengan kalimat ledekan, tak banyak kata suster kiran lalu mendekati ku dan sesegera mungkin ia gelitikin pinggangku, sontak kamipun tertawa terbahak-bahak, bahkan saat ia keluar menuju ruangan lainpun masih terdengar suara tawanya.
Melihat detak jantung dan merasakan hembusan nafasnya sudah menjadi kebiasaan ku saat mengunjungi kak hilwa, bukan apa-apa hanya ingin memastikan mungkin saja kak Hilwa sedang tertidur bukan koma, cukup lama kupandangi wajah kak hilwa yang sangat pucat itu, dan matanya yang masih saja enggan untuk melihat dunia, perlahan ku duduk disampingnya sembari memegang tangannya yang teraba dingin itu, belum lagi aku bercerita, air mata ku pun sudah menitih.
"Kak! buka matanya dong kak, aku pengen curhat lagi nih, kakak dengerin yah, kenapa sih kak aku selalu saja membuat orang-orang kecewa, kakak punya tips gak? biar aku gak akan buat siapapun kecewa, apa lagi umi sama abi! kakak kan pinter, hebat, cantik, membanggakan dan disayangi semua orang, pokoknya kakak panutanlah, kenapa sih harus kakak yang terbaring koma disini? kenapa bukan salwa aja? kakak gak pantes berada ditempat menyedihkan seperti ini, kalau boleh memilih, saat ini salwa ingin gantiin kakak, biar Salwa aja yang koma, Salwa ingin tutup mata Salwa, Salwa gak kuat untuk melihat wajah-wajah kekecewaan yang ada disekitar salwa kak " ucapku dengan terus menyeka titihan air mata yang tidak bisa ku bendung itu.
Setiap kali aku merasa rapuh, aku pasti akan meluahkan isi hatiku pada kak Hilwa, meski dengan kondisi koma mata tertutup dan mulut terkunci, tetapi aku yakin telinga kak Hilwa masih terbuka untuk mendengarkan setiap curhatan-curhatan ku, meski aku tahu dia tidak akan pernah memberikan tanggapan apa-apa, tapi dengan bercerita kepadanya aku merasa sedikit lega.
Eeeiiiittts..🙋Kasih Like👍 dan Komentar🤬 dulu sebelum Next ke Episode berikutnya😊🧐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
N Wage
sebagai orangtua sang abi seharusnya gak boleh menjatuhkan mental anaknya spt itu.
2024-02-09
0
😊
nangis aku thor😭😭😭
2020-11-08
0
Heny Kartika
visual nya suka banget
2020-11-02
0