"Apakah kamu mau jadi suami saya, with cost?"
Tawar Maria tanpa ragu saat itu.
*****
Dia bagai malaikat dan iblis dalam waktu bersamaan. Kadang menyejukkan dan kadang menggoda seperti saat ini ketika aku menemuinya..
Maria sedang di beranda belakang rumahnya dengan menggunakan dress berwarna putih dengan potongan leher V neck. Rambutnya yang panjang tergulung rapi di atas kepala, lehernya yang jenjang nampak tersaji cukup indah. Naluri laki - laki ku yang sudah tertahan cukup lama perlahan menggeliat.
Tanpa menunggu Maria menyapaku, aku segera mengambil duduk di sampingnya Dan mengamati wajahnya yang tanpa riasan.
"kamu selalu begini di rumah?"
Maria menoleh padaku dengan tatapan heran.
"Kamu sudah mandi?" pertanyaan konyol tiba - tiba keluar dari mulutku,
Maria mengangguk "sebentar, aku selesaikan dulu pekerjaanku"
" Lusa.. Di hari pernikahan kita, namamu sudah muncul sebagai pemilik saham dan Direktur" jelas Maria saat menutup laptop berwarna pink di hadapannya.
" Kamu mengharapkan sesuatu dariku Mar..?" tanyaku tanpa harap di jawab.
"Tentu...!! Bayaranmu tidak murah" pandangan kami beradu Sejenak "Pikirkan saja bagaimana memuaskanku dalam transaksi ini" lanjutnya mengahiri keheningan di antara kami.
Memuaskan... Kosa kata itu jadi ambigu dalam situasi seperti ini.
"Sssiap..!! Aku akan berusaha se memuaskan mungkin"
****
Decoration pernikahan kami cukup sederhana, Namun nampak elegant. Jumlah kursi tepat 50 saja, sesuai dengan yang Maria inginkan. Dari pihak ku, aku hanya mengundang Mami dan Dion.
Sejak aku miskin teman - teman sudah mulai berguguran, mengingat Papi tidak kunjung menurunkan egonya untuk mengurungkan niatnya. Sisa tamu yang lainnya adalah dewan direksi dan relasi kerja Maria, yang tentunya banyak dari mereka mengenal Mami, sebagian juga mengenalku.
"Mami.. Tidak mengira kamu menikah juga" ucapan Mami sama sekali tidak bernada bangga. Bahkan terkesan kecewa.
"Apakah karena mempelaiku Maria?" tanyaku gamblang.
Mami menarik nafas dalam dalam dengan pandangan nanar kepadaku.
"Hanya karena dia bukan Melissa" desis Mami yang nyaris tak terdengar.
Aku tak habis pikir kenapa harus Melissa. Wanita itu sungguh sangat pintar dalam urusan yang kurang aku sukai, seperti saat ini ketika Mami masih menginginkannya menjadi mempelai wanita ku.
"Papi nggak mau datang?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kalau Papi kamu datang, berarti kalian damai dong!"
"Memang... Aku masih bisa di harapkan?" aku mengamati pantulan raut muka Mami yang nampak kesal di cermin.
"Siapa tahu... beberapa bulan lagi kalian bercerai" Mami mengangkat bahunya.
" Hah...!!? Bahkan kalian sampai berfikir menunggu aku jadi duda?" aku memutar tubuhku dan mendekati Mami. "memang Melissa nggak ada yang mau menikahi?"
Mami mengalihkan pandangannya dariku dengan memutar tubuhnya sembilan puluh derajat.
"Mungkin..."
"Keluarga kita hutang budi sama keluarga Melissa?"
Mami hanya menjawab dengan gelengan.
"Berarti.. Nggak ada masalah dong!" Aku kembali ke posisiku semula untuk memeriksa penampilanku.
"Sebaiknya Mami ke Hall aja... Ketemu sama temen - temen mami yang lagi datang" usirku perlahan "Melihat mami jutek kayak gini, nanti aku jadi ikut jutek lagi"
Tanpa berkata - kata Mami meninggalkanku sendiri dengan langkah yang menghentak tajam ke lantai, seperti sengaja dibuatnya untuk membuatku merasakan kekesalannya.
Apa mau di kata... Nasi sudah menjadi bubur, aku juga tidak mungkin mundur dengan pilihan yang masih aku pikir tidak menguntungkan ku. Paling tidak Maria cukup memberiku peluang, untuk tetap nyaman di luar cengkeraman Papi.
" Har.. Ayo.. Mau nikah nggak?" suara Dion membuyarkan renunganku.
"OK...!!"
****
Pernikahan berjalan cukup lancar, semua Wajah nampak tersenyum bahagia, tak terkecuali Mami yang tadinya sempat merajuk. Bahkan Alberto, yang tak segan - segan menyatakan tidak setuju padaku juga ikut tersenyum. Namun, aku tak mendapati wajah tampan Anthony sejak dari tadi.
" Kamu tidak mengundang Anthony?" bisikku Pada Maria.
"Mari kita fokus pada acara saja.. Gaun pilihanmu sungguh tidak nyaman"
Maria membalas ku dengan keluhan yang tak kuharapkan.
"Padahal kamu terlihat cantik" Aku berkata jujur. Maria nampak tampil lebih muda, wajahnya yang terawat nampak terlapis make up tipis dengan nuansa pastel.
Benar kata Maria, Alberto adalah teman baik. Meski dia tidak menyetujui pernikahan kami, Namun dia tetap membuat penampilan kami cukup menawan terutama Maria.
***
Hampir jam 12 malam, para tamu undangan yang tidak seberapa itu sudah mulai berkurang. Mami juga rupanya sudah pergi tanpa pamit dulu padaku.
"Har... Aku mau istirahat" suara Maria terdengar lelah.
"Kata Alberto, kunci kamar kita sudah ada di kamu.." Maria menengadahkan tangannya padaku.
"Kamu tidak ingin aku ikut denganmu?" tanyaku penasaran " Kita sudah Sah jadi suami istri"
" Apakah kamu mau ikut?" Tanya Maria ahirnya.
Aku langsung menggandeng tangan Maria sebagai tanda setuju. "Urusan para tamu?"
"Alberto yang menanganinya" jawab Maria singkat.
Kami pun berjalan menuju pintu lift.
"Lantai berapa?" Tanya Maria yang rupanya lupa menanyakan kamar pengantin kami.
"Up.." jawabku singkat tanpa menatapnya.
"Paling atas?"
Tebakan Maria tidak salah. Maria mendengus kesal akan keputusanku. Namun, dia memilih diam dan tidak protes secara lisan.
Sepanjang di dalam lift Maria memilih untuk diam, raut mukanya tidak nampak rasa canggung yang Kini menggerogoti hatiku. Mungkin karena Maria sudah pernah mengalami malam pertama. Berbeda denganku yang baru pertama kali akan menghabiskan waktu panjang dalam ikatan pernikahan. Rasanya sangat berbeda... Apa hanya karena wanita di sebelahku adalah Maria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Ern_sasori
lanjutkan terus thor 😘😘😘😘
2022-10-27
0