Begini ternyata rasanya di lecehkan secara verbal, kesal banget rasanya. Aku memutar memory masa - masa lalu ku yang kadang menggoda perempuan di club. Mungkin satu di antara mereka ada yang wanita baik - baik yang cukup tersinggung dengan ucapanku.
"Dion!!!"
Dion baru saja menarik ku ke dalam toilet pria saat aku berjalan keluar dari ruang bu. Lia.
Tangannya menutup mulutku dan dengan cepat dia berucap. "sssst"
"Argh....!" Dion bukan lagi berencana melecwhkanku kan? "Aku masih normal Yon!!" Pekikku ketika berhasil menyingkirkan tangannya yang membungkam mulutku. Badanku lebih tegap dan tinggi dari Dion, mudah saja buat ku mengalahkan dion hanya satu kali pukul klo aku mau.
"Aku juga masih normal Har!!"
"Lha terus... Ngapain kamu ngajak ke kamar mandi bareng gini, aku banyak kerjaan" Akupun bersiap pergi meninggalkan Dion.
"Tunggu.... beneran kamu mau nikah sama bu. Maria"
DEG... langkahku segera terhenti.
"Kamu tahu dari mana?" aku segera membalik badanku dan kembali berhadapan dengan dion.
"Adikku bekerja di Hotel tempat kalian menikah" jawabnya dengan nada kesal. " sejak kapan kamu pacaran sama Bu. Maria? "
"Lupa.. Yang jelas kami nikah itu yang penting" Aku malas mengarang cerita, karena aku bukan pengarang yang baik. Aku pikir jadi sugar Baby itu mudah, ternyata harus punya banyak keahlian sampingan termasuk mengarang cerita. Atau menanggapi sisi lain seperti..
"Nggak mungkin... Bu. Maria itu cewek baik - baik ga mungkin mau cepet nikah sama cowok kayak kamu"
Debat Dion yang tidak percaya padaku. "Adikku udah lama naksir kamu, nangis semalaman karena patah hati" kali ini suara Dion lebih lirih "
" Adikmu naksir aku? "tanyaku tak percaya. Benar kan.. Pesona ku masih bagus meski aku sudah akan segera menjadi suami Maria. Kejadian dengan bu. Lia hanya salah satu efek melebarnya pesonaku," uhf..!! "
" Kamu naksir adikku?? "Tanya dion kasar menanggapi sikapku yang sempat tersenyum lega.
" Enggak!! Aku cintanya sama Maria"sanggahku "cuma lega aja ada cewek muda yang masih Bisa lihat pesonaku"
"Awas kalau deketin adikku, kupastikan hidup kamu ga aman"
Aku hanya menggeleng pasti. Memang aku ga akan deketin adik Dion, dia bukan kriteriaku dan dia pasti tidak akan membayarku seperti Maria.
"Tenang aku pastikan itu ga akan terjadi"
Aku sedikit memiliki harga pada diriku, sekilas aku memandang diriku di cermin. Aku memang layak mendapatkan harga yang pantas dari fisikku, Maria tidak mengelak bahwa dia memilihku juga karena fisikku yang menawan. Tapi sisanya....?
"Dion!!? Kamu udah berapa lama kerja Di perusahaan ini?" sebuah ide terlintas Di benakku.
"Setahun sebelum kamu masuk! Jadi aku itu senior kamu"
" Kamu pinter ga jaga rahasia?"
"Sejauh ini di kantor ini ga ada yang tahu kamu anak siapa"
Benar juga kata Dion, selama ini dia menjaga rapat asal usulku meski ahirnya Maria berhasil mengenaliku. Tapi aku yakin itu bukan dari Dion.
" Kamu ga pernah kasih tahu ke Maria?"
"Jadi Bu. Maria udah tahu?" Wajah Dion nampak terkejut. "Trus reaksinya gimana? Trus keluarga kamu reaksinya gimana?"
Benar kan dia ga ember tapi malah kepo.
"Ah... Itu semua udah beres" kilahku berbohong, harus ada latihan pertama untuk ke ahlian berbohong "yang jelas, kamu mau naik jabatan ga?"
"Kamu ga sedang menjalankan Bisnis haram kan?" Dion memicingkan matanya mencoba menyelidiki raut mukaku.
"CK.. CK... Aku anti makan uang haram!" Belaku.. Tunggu uang dari Maria termasuk halal kan? Dia single aku single. Dia butuh jasa dan dia beli, tidak ada yang dirugikan. "Aku butuh sekertaris di cabang Selatan, ini sekertaris direktur"
"Kamu ga bohong kan?" pekik Dion.
"Serius!! Sumpah ga bohong"
Dion menjerit bahagia dan langsung memelukku erat penuh senyum bahagia.
"Aargh.... Ma... Ma.. Af!!!"
Ada suara lain yang tiba - tiba masuk di antara kami.
" Maaf.. Ga maksud ganggu... Cuma lagi kebelet" suara itu ternyata milik Anton dari divisi design Grafis yang mulai menatap kami dengan senyum setengah... Hmmm jijik.
"Oh.. NO!!" Aku tahu apa yang ada dipikirannya " Kami normal Ton!!" Pekikku menjelaskan orientasi sexualku yang sedang dalam persepsi yang salah di pikiran Anton. Dion yang mulai menyadari apa yang terjadi, langsung melepaskan pelukannya dan bergidik secara jijik.
" That is your bussines guys!!" Anton segera menggeleng cepat dan menghilang di balik salah satu bilik toilet.
"Kamu sih... Pakai peluk - peluk segala!"
Aku segera keluar dari rest room sebelum lebih rumit lagi rumor yang beredar. Dionpun juga nampak mengekor di belakang ku.
" Kamu ga bohong kan?" Tanya Dion lagi ketika kami sama - sama sampai di meja kerja kami yang memang berdekatan.
" Tentu tidak!" Aku segera mengemasi beberapa map di mejaku dan memindahkannya ke meja Dion. " Ini tugas pertamamu, pastikan selesai hari ini dan kirim rekeningmu padaku Akan aku transfer gaji pertamamu hari ini"
Dion hanya melongo memandangku
"Tunggu apalagi?"
Aku segera meraih kembali ransel ku dan juga kunci mobilku.
" Kamu.. Mau ke mana?" suara Dion terdengar setengah berbisik.
"Bertemu calon istriku!" jawabku dengan nada yang sama.
Dion mengangguk dengan wajah yang masih nampak bingung antara ragu dan yakin di antara tumpukan kerjaan yang lebih tinggi.
****
Maria.....
Ada beberapa hal yang harus aku bahas sebelum aku menandatangani surat nikah kami.
Aku segera berdiri ketika melihat sosok wanita yang sudah aku tunggu sejak setengah jam tadi. Seperti biasa Sebuah senyuman selalu terpahat di wajahnya. Dulu aku pernah memahami senyum itu sebagai keramahan, namun pada kenyataannya senyuman itu hanya bagian dari wajahnya.
" Sudah lama menunggu?" Maria hanya basa - basi menyambutku.
Tanpa menjawab ucapannya aku segera berbalik dengan menarik tangannya untuk mengikutiku menuju atap gedung. Seingatku restaurant di sana cukup sepi di jam makan siang, tempat yang cocok untuk kami berdiskusi.
" Ada apa Har?"
Maria pura - pura tidak faham atau mungkin benar - benar tidak faham. Tapi bukan konsen ku saat ini, yang penting Maria harus menjelaskan padaku.
"Kamu harus terus terang denganku Mar!" Aku tidak bisa mengontrol ucapanku setelah kami lama terdiam sepanjang perjalanan.
"Soal apa? Ada yang salah?"
"Kamu beneran tidak mengerti? "
"Aku bukan cenayang yang bisa menebak isi hatimu" protes Maria dengan wajah yang menegang.
Aku menarik nafas kasar
"Maria..." aku memanggil namanya dengan nada yang cukup aku tekankan.
"Bisa kah kamu mengerti bahwa hubungan kita adalah antara dua orang?"
Maria hanya mengernyitkan dahinya menanggapiku yang siap meluapkan sedikit uneg - unegku yang kurasakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments