Brak!!!
Suara pintu terbuka keras, di ikuti seorang lelaki bertubuh tegap dengan wajah tampan yang menegang menahan emosi memasuki area kantor. Langkah Maria segera terhenti, Wajah kecilnya memutar perlahan, menyambut sosok itu mendekatiya.
Dania yang sedang berdiri menunggu Maria menghampirinya segera menundukkan kepalanya dan bergabung duduk dengan rosita yang masih memandang sosok itu.
"Tunggu di sini, aku segera kembali"
Maria meninggalkan lelaki itu mematung sendiri. Hembusan nafas kesal terdengar dari keduanya.
Maria mempercepat langkahnya yang sepertinya menuju ruangannya. Hanya kurang dari sepuluh menit, Maria sudah kembali namun tanpa memberi instruksi Maria berjalan lurus ke arah parkiran dan berdiri di samping mobil mewah yang kokoh berwarna hitam mengkilat.
Lelaki itu hanya mengusap wajahnya dengan tangannya Sejenak sebelum kemudian mengikuti langkah Maria. Tanpa ada percakapan apapun keduanya sudah berada dalam mobil.
Tanpa instruksi, serentak beberapa karyawan berlari ke jendela dan mulai mengintip ke arah luar jendela.
"Emang siapa sih itu?" Tanyaku otomatis
"Mantan suami Bu. Maria" jawab Adrian cepat, tanpa melepaskan pandangannya dari mobil yang mulai bersiap meninggalkan lokasi kantor kami.
Tanpa berfikir, aku segera meraih kunci mobil baruku di atas meja dan segera beranjak keluar.
"Mau ke mana??" Tanya Adrian.
" Makan" jawabku singkat sambil setengah berlari.
Untung mobil pria itu cukup mencolok, jadi tidak sulit untukku mengikutinya. Mereka tampaknya berhenti di sebuah restaurant eropa yang tak jauh dari kantor kami. Keduanya memilih untuk mengambil tempat duduk di dekat jendela, ini memudahkan aku untuk melihat apa yang terjadi.
Tidak seperti biasanya, Wajah Maria yang selalu sama dengan pahatan senyuman berubah. Beberapa emosi terlihat jelas di wajahnya, beberapa kali pipi chubbynya berkedut seperti menahan marah. Tapi, tidak sampai pelayan datang dengan menu pesanan mereka, Maria sudah berdiri dan keluar dari restaurant.
Tanpa pikir panjang, aku segera melajukan mobilku ke arahnya dan membuka pintu. Maria sempat terkejut melihatku, tapi tanpa kata diapun segera menyambutku dan langsung memasuki mobilku. Tanpa ragu aku segera bergabung dengan keramaian jalan raya.
Laki - laki itu ternyata juga keluar mencoba menyusui Maria. Tatapannya kecewa ketika melihat Maria sudah aku bawa pergi, nampak dia mengumpat dan menendangkan kaki padi udara hampa sekitarnya.
Wajah Maria nampak sudah tenang seperti biasanya. Wanita ini sungguh ahli dalam mengatur emosinya, pantas saja dia bisa sesukses sekarang meski belum genap usia 40 tahun.
"Kamu sudah makan?" Tanya Maria padaku.
"Belum.."
"Kita makan"
Hanya itu yang keluar dari mulutnya, selanjutnya dia hanya diam dengan tatapan lurus ke depan. Saat ini Maria terkesan angker di mataku, jadi aku tidak berani menanyakan mau makan di mana. Biasanya kalau sudah begini, perempuan cuma akan jawab 'terserah'.
Ahirnya aku menghentikan mobilku di sebuah mall, pilihan makan di sini pasti banyak Maria bisa memilih sesukanya tanpa harus menanyakan padaku seperti sekarang.
Maria turun dari mobil tetap dalam diam ya, tapi langkah kakinya tidak setenang biasanya. Nadanya terdengar kacau seperti mencerminkan isi hatinya. Aku hanya mengekor dibelakangnya tanpa berani berkata - kata. Hingga dia bertanya.
" Saya mau makan pedas, kamu bisa yang lain kalau kamu tidak suka"
Maria sepertinya sedang tidak ingin mentolerir seleranya saat, atau mungkin dia selalu seperti ini. Aku hanya menghela nafas panjang dan mengikutinya memasuki satu tenant yang menjual bakso mercon.
Tanpa aku kira perempuan mungil di depanku memesan tiga menu sekaligus, yang jelas belum termasuk pesananku. Tanpa ragu Maria memasukkan beberapa sendok sambal ke dalam mangkuknya dan melahapnya tanpa berkedip.
" Enak!!" Maria mengangguk ringan tanpa menatapku.
"Ada yang mau kamu katakan padaku seperti terimakasih?"
Aku menagih sesuatu yang sudah tentu jadi hakku.
Maria memaku sesaat dan meneguk segelas air putih di Sisi kanannya.
"Maaf..!!" Maria menundukkan kepalanya "Terimakasih banyak" senyum yang biasanya segera menghiasi wajahnya dengan cepat dan dengan ramah dia mulai memperlakukanku sebagai manusia.
"Apa kamu tidak pesan? atau rencana mau makan tempat lain?"
"CK.. CK.. Ahirnya.." desisku yang sedikit jengkel karena sempat tidak di perdulikan beberapa saat lalu "Bakso campur satu, ga pake goreng" pesanku pada pelayan yang menghampiri kami cepat setelah gerakan jariku.
"Maaf... saya makan duluan"
Maria yang sopan telah kembali, aura angkernyapun sudah mulai lenyap perlahan.
Maria makan dengan ritme lebih teratur. meski hanya makan bakso cara Maria makan cukup ber manner. Mungkin kata manner bisa jadi nama tengahnya. Selain beberapa menit yang lalu aku tidak menemukan cela.
"Apa kegiatanmu setelah ini?"
"Sebenarnya mau meeting! tapi karena permintaanmu aku sudah cancel semua... baru kali ini aku merasa sebagai karyawan yang buruk"
Nada bicaraku masih terdengar kesal, meski rasa kesal ini tidak cukup beralasan.
"Maaf...tapi kamu merubah persepsi saya tentang para pewaris multi bisnis pada umumnya"
"Memang apa pendapatmu tentang kami?"
" Sebagai sosok yang sudah pasti akan sukses, aku kira kalian semua hanya sibuk bermain dengan hobby dari pada bekerja dengan baik"
"Contohnya?"
"Menjadi playboy"
Aku tertawa kering untuk jawaban Maria yang tidak sepenuhnya benar.
"Itu bukan pilihan kami, para wanita itu yang sibuk mengejar kami" Aku menjabarkan kenyataan " Harta melimpah, kekuasaan dan wajah rupawan adalah kombinasi yang bagus untuk mewujudkan syndrome cinderella mereka yang merupakan bukan tanggung jawab kami"
"Seharusnya kalian tidak menanggapi, agar tidak menyakiti hati mereka"
"Pada ahirnya... Kami hanya laki - laki... urusan komitmen berbeda dengan sexuality"
Maria mengangguk pertanda paham akan penjelasanku.
"Apakah kamu tidak pernah jadi salah satunya?" aku mulai penasaran jangan jangan Maria juga sama dengan wanita - wanita yang sering ada di sekeliling kami.
" Apa kamu pernah melihatku sebelumnya?" Maria selalu bisa menemukan pertanyaan untuk menjawab."Mungkin justru ayahmu yang lebih sering bertemu denganku"
Maria kembali berhasil memancing rasa penasaranku.
Aku menyeduh es teh yang kini sedang ada di tanganku sambil menatap wajah Maria yang selalu terpahat senyuman.
"Apakah kamu simpenan Papi?"
Aku bertanya tanpa sungkan lagi, jangan jangan Maria hanya menggunakan kesempatan ini untuk masuk ke dalam keluargaku. Terkadang para simpenan juga punya aura malaikat.
"Kamu bisa tanya ke Papi kamu langsung untuk keoastiannya"
Tantangan Maria mampu membuat tanganku gatal untuk menelphone Papi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Ern_sasori
mantulll thor
2022-10-27
0