"Mau apalagi Maria mengunjungiku kalau bukan mau menikah?" Alberto menjawab telephone di ujung sana dengan suara nyaring seolah sengaja agar di dengar oleh kami.
Beberapa kalimat protes terdengar samar - samar dari seberang sana.
"Aku hanya professional Darling!" jawab Alberto kali ini lebih lirih.
" Entah mengapa dengan kalian, aku hanya bekerja saja mencari nafkah, urusan kalian... selesaikan saja berdua aku tidak mau ikut campur" Alberto menutup telephonenya dan kembali bergabung dengan beberapa buku tebal di tangannya.
"Dekorasi, undangan dan contoh baju pengantin" Alberto menyerahkan pada Maria yang ahirnya berada di pangkuanku.
"Kamu saja yang pilih, saya percaya akan pilihanmu" Maria cuci tangan dan menyerahkan padaku.
"Bener - bener di pelet ya.." gerutu Alberto yang menggelitik hatiku.
"Iya... Pelet duit" batinku dengan dengusan kesal.
Bagaimana aku bisa memilih dengan baik kalau Alberto sudah mncurigaiku lebih awal. Mau pilih yang paling mahal, di bilang matre, kalau yang murah... Kurang sesuai selera.
"Pilih yang nyaman saja, sisanya sesuaikan dengan selera" bisik Maria dengan senyum klasiknya.
"Kamu dengar tadi..?"
"Soal apa?" Maria meraih ponsel dan jarinya mulai beraktivitas.
"Antonio..!"
"Hmmm" Maria mengalihkan pandangan ke Alberto. Sepertinya dia tertarik juga dengan topik Antonio.
"Dia memastikan kalau kamu mau menikah?" Alberto masih melirikku seperti tidak ikhlas. Membuatku penasaran seperti apa Antonio itu, sampai Alberto berfikir aku melet Maria.
" Seharusnya dia bertanya" koreksi Maria yang kemudian beralih mengambil minuman mineral kemasan di meja depan kami.
"You are so good together.. Kenapa ga balikan aja sih? " rayu Alberto yang mulai keteerlaluan.
Bagaimana tidak keteerlaluan, aku masih di sini sedang sibuk memilih keperluan pernikahan, tapi dia sudah merayu calon istriku untuk batal.
Aku melempar buku di tanganku ke arah atas meja dengan keras, hingga menimbulkan suara yang mampu membuat Alberto terkejut dan menoleh padaku.
"Aku lebih muda dan ber masa depan cerah dari pada pria bernama Antonio itu. Lagi pula aku pasti lebih bagus untuk urusan. Yang lebih specific karena fisikku yang Antonio tidak bisa menyaingi ku"
Dengan emosi aku menarik tengkuk Maria dan memanggut sepasang bibirnya beberapa saat. Aku menyadari, Maria bukan pencium yang hebat, atau dia hanya nervous saja. Matanya masih membola menatap mata tajamku.
Sudut bibir Maria mengangkat perlahan, Namun terkesan sedikit terpaksa.
"Be.. Gi tu lah" Maria mengerjap sesaat dengan wajah merah yang berangsur pulih.
Alberto hanya menatapku dengan jengkel dan mulai tidak berkomentar tentangku lagi sepanjang obrolan kami di sana. Nampaknya aku benar, lelaki bernama Antonio itu sudah tidak muda. Paling tidak aku menang untuk urusan usia dan tenaga meski urusan ketampanan mungkin belum tentu.
Namun, Maria juga mulai diam dan enggan berbicara denganku hingga kami kembali melaju untuk menuju rumahnya.
"Maaf.. Aku emosi" Aku memecah keheningan di antara kami.
Maria membuang muka melempar pandangannya pada gemerlap Kota yang terhampar di jendela samping.
"Tidak perlu di bahas"
"Tapi Alberto itu keterlaluan, bagaimana dia bisa leluasa mengatakan hal - hal yang memancing emosi seperti itu.. Huh"
Maria tertawa kering sejenak.
"Pasti sulit buat kamu menerima, tapi ejekan atau kata yang merendahkan tidak mempengaruhi kualitas kita, mulut - mulut mereka... Kita tidak bisa mengontrolnya"
Maria mulai mengarahkan pandangannya padaku dengan tatapan seperti biasa, lembut dan tenang.
"Andai saja aku bukan janda dari Antonio, maka aku pasti sedang di posisi kamu sekarang" Maria menarik nafas perlahan "Saya minta maaf atas nama Alberto.. Bagaimanapun dia teman yang baik"
Benar juga! dengan sederet wanita yang pernah bersanding denganku sebelumnya, Maria memang bukan apa - apa. Dan satu lagi... Dia adalah janda, meski hari ini hal itu tidak nampak jelas dari penampilannya.
"Hari sudah malam, kamu pulang pakai mobil saya saja.. Besok pulang kerja saya ambil mobilnya di apartment kamu"
"Oh..." aku hanya melongo bingung, aku kan laki - laki.
"Laki - laki bukan berarti tidak pernah dalam bahaya kan?" Maria melanjutkan ucapannya yang tentu ada benarnya sebelum membuka pintu mobil dan beranjak masuk ke beranda rumahnya tanpa menawariku mampir.
Tanpa di minta aku mengikutinya hingga ke daun pintu bergaya classic yang menghiasi rumahnya.
" Sebaiknya kamu langsung pulang, besok kita akan sibuk bukan?" Maria mengingatkanku dengan hal yang terlupa.
Aku mengangguk membenarkan dan segera kembali ke mobil setelah mengucapkan selamat malam.
*****
Antonio.. Antonio..
Ada satu Antonio yang baru aku kenal, ciri - cirinya adalah tampan cukup tampan, tunggu... Sangat tampan dan sopan.
Aku ingat...
"Eh Rena.. Tunanganmu itu duda?" aku langsung bertanya tanpa basa - basi lewat telphone pada Rena sepupu ku.
"Lama ga telphone, bukannya tanya kabar malah tanya tunanganku"
Rena menjawabku dengan nada sewot "Jangan - jangan kamu naksir Antonio ya..? Udah bosan sama perempuan?"
" meski aku udah ga suka perempuan, aku ga bakal jadi pelakor"
"Biasanya pelakor itu cakep - cakep, kayak kamu"
"Langsung aja nih balik lagi ke tunanganmu. Bener ga dia duda?"
"Bener sih dan dia udah punya anak satu, jadi udah terbukti tokcer dan berpengalaman" Renata tertawa penuh bangga di seberang sana.
Aku segera menutup telephone ketika ternyata Maria telah berdiri tepat di depanku. Tampaknya memang dia sedang sibuk memeriksa computer Doni yang mejanya berseberangan denganku.
"Don... Ibu. Maria lagi di komputer kamu?"
Aku mengirimkan pesan singkat ke Doni.
"Iya, tadi dia telphone mau pinjem soalnya kejauhan mau ke ruangan dia"
"Kok kamu ga kasih tahu sih"
"Emang urusannya apa sama kamu?"
Bener juga, urusannya apa sama aku? Kira - kira Maria denger ga ya?
Aku berpura - pura untuk kembali fokus ke layar komputer yang masih terpampang tabel laporan kerja. Aku menunggu beberapa saat, berjaga - jaga kalau saja dia menegurku atau...
Maria berdiri meninggalkanku sendiri, tanpa sepatah katapun bahkan tanpa melihat padaku. Langkahnya tetap lembut dan berirama rancak seperti biasa, Namun kali ini membekaskan rasa penasaran Dan kecewa. Penasaran apakah dia tahu aku mencari tahu soal mantan suaminya?
Kecewa, kenapa dia tidak menyapaku? Karena belum ada perempuan yang mengabaikanku selama ini. Tapi Maria...
Aku hanya menghempaskan punggungku ke sandaran kursi kerjaku sambil menatap punggungnya yang menjauh dari pandanganku. Dan dia benar - benar tidak menoleh padaku.
Hmmm...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Ern_sasori
jangan2 mau mbales mantan suami 😂😂😂😂😂😂
2022-10-27
0