Bukan hanya Tania, aku juga suka Fun Fair alias Taman hiburan. Aku suka rumah hantu dan bom bom car, meski aku bukan anak - anak, tapi sisi itu selalu ada dalam sisi jiwaku. Dan sepertinya, Maria juga tidak jauh berbeda, dia cukup menikmati naik roller coaster dan halilintar. Sebenarnya kami cukup bahagia, hingga entah bagaimana ceritanya Antonio juga hadir di antara kami.
"Kamu kok nggak bilang dia datang?" Aku merajuk sambil memberanikan diri mencium kening Maria di depan Antonio. Bagaimanapun, sebagai lelaki aku harus menandai milikku.
"Aku juga sama terkejutnya dengan dirimu" bisik Maria yang menerima saja kecupanku.
"Kamu kebetulan ada di sini?" Tanya Maria dengan nada dingin.
"Aku hanya mengira - ngira karena di rumahmu hanya ada Manda" jawab Antonio yang entah mengapa mengarahkan mata tajamnya padaku. "Aku tidak bisa membiarkan putriku di bawah pengawasan orang yang tidak berpengalaman "
Jelas kata - kata itu di arahkan padaku, karena hanya aku yang belum punya anak di antara mereka.
Tania yang sedang berada di kaki Maria, tanpa ragu langsung meminta gendong Pada Antonio yang adalah ayahnya. Sebenarnya tidak ada yang salah, hanya saja ini memperlambat processku mendapatkan tambahan uang dalam rekeningku, seperti perjanjianku dengan Maria beberapa jam yang lalu.
"Sebentar lagi, Harry akan jadi ayahnya penting bagi mereka untuk saling mengenal"
Bela Maria yang terdengar cukup tulus dari biasanya.
"Aku Mohon biarkan Harry bersamanya, agar aku bisa mengujinya apakah dia layak menjadi suamiku atau tidak"
Tanpa menunggu aku segera mendekati Tania yang sedang bermain dengan rambut rapi Antonio dan dengan sengaja aku menginjakkan kaki kiri Antonio.
"Sorry..!" senyuman mengikuti ucapanku.
"He said Magic Word Dad... He is good guy" Tania langsung mengulurkan tangannya padaku tanpa ragu yang tentunya aku sambut dengan hangat.
Maria menarik lengan Antonio dan menjauh beberapa meter, aku mendengar perdebatan berbahasa ganda yang sulit aku tangkap maksudnya, apalagi dengan Tania yang sibuk memintaku untuk bernyanyi "Old Mcdonald"
"Har... Kita pulang!" Maria tiba - tiba muncul dan berkata yg kurang masuk akal.
"Kita baru sampai Mar..!"
Maria hanya diam dan mengambil Tania dari tanganku.
"The sky is cloudy.. We have to back home"
Tania mengangguk patuh dan memeluk Maria erat, Mulut kecilnya mulai perlahan menyanyikan Lagu "Rain - rain go a way"
Sepanjang penjalanan pulang, aku sibuk menghibur Tania yang aku rasa lebih sedih dari pada Maria. Entah apa yang terjadi antara Maria dan Antonio, tapi yang jelas korbannya adalah Tania.
Sesampainya di rumah Maria, mbak. Manda sudah bersiap menyambut Tania yang ahirnya tertidur lelap. Dia segera menggendongnya untuk di baringkan di kamar.
"Maaf.. untuk yang Tadi" desis Maria yang merasa bersalah.
"Kamu minta maafnya sama Tania aja, I am OK"
Maria mengangguk setuju
"Antonio cemburu sama kita?" aku berani kan bertanya soal hubungan mereka.
"Antonio ga akan pernah cemburu sama aku Har" jawabnya di iringi senyum kering. "jangan salah faham, dia hanya sangat mencintai Tania"
Maria berniat hendak turun dari mobil. Namun aku segera mencegahnya.
"Apakah di antara kalian benar - benar berahir?"
Ah... Kenapa pertanyaan ini yang keluar, apa urusanku sebenarnya kalau aku cuma cowok bayaran.
"Berhentilah berfikir aku adalah perempuan yang harusnya kau taklukkan. Mari menjalin hubungan kita seperti seharusnya, kamu menjalankan tugasmu dan aku membayarmu dengan pantas" Maria menghela nafas Berat "keep us in a good term!!"
Ucapan Maria memang benar, Insting wanita ini memang tidak salah. Aku memang hanya merasa tertantang, karena dari sekian kami bersama Maria hanya bersikap datar - datar saja. Bahkan tidak hingga ke level sekedar teman.
"Kamu mau langsung pulang?" balas Maria yang lebih mirip pengusiran halus.
"Sebaiknya kamu pulang! pakai saja mobilku diluar mulai gerimis hujan, kamu harus jaga kesehatan mengingat pernikahan kita yang sudah dekat"
Ucapan Maria ada benarnya, Garasi mobil area luar rumah Maria memang tidak beratap.
Aku mengangguk tanpa semangat mengiyakan saran ya, ada sedikit rasa mengganjal di hatiku. Sedikit rasa yang mirip rasa sakit hati tapi sepertinya aku tidak layak mengakuinya.
"Hati - hati di Jalan" ucap Maria yang melangkah keluar mobil dan mulai membelah hujan menuju teras luas rumahnya.
Sekilas nampak senyum mengembang di wajahnya yang awalnya di tujukan padaku dan kemudian langsung beralih ke mbak Manda yang hadir dengan handuk tebal di tangannya. Dan Maria pun hilang di balik pintu rumahnya.
*****
" Brak!!"
Sebuah tas ransel di lempar keras ke arahku.
"Kamu serious??" Dion baru saja muncul di hadapanku, wajahnya nampak kesal.
"Kamu kesal padaku"
Aku mencoba menebak aksi tidak jelasnya
"Kamu pikir?"
"Kamu yang kesal, Kenapa harus aku yang mikir?"
"Kamu jangan pura - pura ga tahu deh Har!!" Dion mengambil kembali lagi tasnya Dan menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya.
Aku melirik kalender di meja kerjaku. Aha...! Ternyata emang udah tanggal tua. Aku memang tidak merasakan perbedaannya bulan ini. Tabunganku cukup gendut, lebih dari sekedar gaji dari hasil kerjaku di kantor, tapi juga dari uang jajan bulananku dari Maria.
Aku menghela nafas kasar dan mulai bangkit dari dudukku. Dan dengan penuh keyakinan.
"Buat siapa aja yang lagi punya hutang sama Dion mohon cepat di kembalikan"
"Apa an sih Har!!" Dion segera ikut berdiri "Ga ada yang hutang sama aku, dan aku baik - baik aja"
"Lha terus..." aku mengangkat bahuku, masih tidak mengerti mengerti Akan sikap Dion padaku.
Kriiiing!!!
Belum sempat Dion mengeluarkan jawaban. Telephone di mejaku berdering nyaring, rupanya dari bagian HRD.
"Harry Bisa ke ruangan HRD sekarang?" suara bu. Lia terdengar ramah dari seberang sana.
"Iya.. Bu"
Aku segera menutup telphone dan bergegas menuju ruang HRD.
"Mau Kemana?" teriak Dion yang nampak masih kesal.
"HRD..!"
***
"Selamat Pagi Har!" sapa bu. Lia yang kalau tidak salah agak terdengar genit saat ini, atau mungkin hanya perasaanku saja
"Pagi bu...!"
"Ehm... Mulai lusa kamu akan pindah ke cabang Di Selatan, sebagai direktur cabang" jelas ibu. Lia. "Kamu boleh memilih sekertarismu sendiri, saran bu. Maria yang bisa di percaya saja"
"Oh...!" respon ku beku, maksud Maria apa? Kenapa aku harus pindah.
"Besok, paling lambat kamu serahin nama - nama yang kamu rekomendasikan"
Kalau tidak salah bu. Lia sedang mengerlingkan matanya padaku.
"Iya bu!" jawabku sambil menggeser kursiku agak mundur. "Bu. Maria ada?"
"sedang meeting, mungkin seharian karena ini soal agriculture beliau biasanya lama"
Tangan bu Lia tiba - tiba menyentuh tanganku,
"Lain kali kalau kamu sudah single lagi kamu bisa telpon saya, seharusnya saya sudah tahu kamu menyukai yang sudah berpengalaman"
Jantungku rasanya mau copot dengar ucapan bu. Lia barusan. Ini dia sedang menawarkan dirinya padaku? dia bahkan berfikir selera perempuanku adalah wanita berumur? Huh.. Ternyata ada satu konsekuensi lagi jadi sugar Baby.
"Maaf, saya tidak berencana untuk menjadi single dalam waktu yang lama sebaiknya bu. Lia kerja yang baik saja agar bu. Maria masih bisa mempekerjakan ibu."
Kuberanikan tanganku menepis jemari bu. Lia yang masih menyentuh ku.
Uang dari Maria sebenarnya cukup banyak, dan 10%saham perusahaan Maria cukup bagus untukku memulai kesuksesan. Aku sudah bertekad untuk berhenti untuk memiliki sugar Mamy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments