"Jadi..." aku menggantung ucapanku sambil mencoba mengorek lagi isi otakku. Logikanya secara ga langsung aku sudah mengungkapkan hubungan specialku dengan bu. Maria.
Aku menghela nafas panjang dan memilih membenamkan wajahku di kemudi mobil.
"Kenapa ibu nggak bilang sih!" gerutuku yang mulai resah memikirkan Mami yang akan segera menyerangku dengan pertanyaan bertubi - tubi.
" Maksud saya baik, saya ingin kamu dapat penghargaan dari keluarga kamu"jelas ibu. Maria, coba menyenangkanku. " Agar mereka tidak hawatir tentang anaknya di luar sana"
Bu. Maria mengelus punggungku.
Semerbak wangi Vanilla dan mawar tiba - tiba mmemenuhi hidungku, wangi ini sangat lembut dan feminine. Rasa resah yang tadi melanda seolah menguap saat itu. Jiwa buayaku perlahan menggeliat ingin berpartisipasi dalam keadaan yang relatif kondusif saat ini.
Sosok wajah mungil polos tanpa makeup dengan rambut yang menjuntai, menangkap pandangku dengan sempurna. Aroma itu semakin kuat seiring aku mengangkat kepalaku dan bergerak maju mendekatinya.
"Kamu malu nikah sama saya?" suara bu. Maria yang merdu seperti biasanya membuatku penasaran kalau dia mengerang akan seperti apa.
Sebenarnya dia ada benarnya, kalau dia berdandan kayak ibu - ibu seperti di kantor. Tapi kalau yang saat ini enggak sama sekali.
"Boleh saya mencium ibu?" aku memberanikan diri mendekatkan wajahku lebih dekat lagi pada wanita yang saat ini terlihat lebih muda di depanku.
Kedua mata Maria membola sesaat, Namun segera tertutup dengan kelopak mata polos tanpa balutan eyeshadow.
" Supaya saya yakin dengan keputusan saya, bukankah pada ahirnya saya punya hak itu nantinya?" Mulut buayaku mulai mengambil alih.
Maria nampak mengerutkan kedua alis alaminya, seolah sedang bertarung dengan batin yang mungkin enggan kompromi.
"Maaf saya memang membayar kamu, tapi saya bukan berarti saya perempuan gampangan" jawabnya dengan senyum penuh percaya diri yang membuat nyaliku surut dan berganti dengan rasa hormat secara otomatis.
" Semua masih bisa berubah kalau kamu mau"
Aku tak menjawab dan memilih mundur teratur dari posisiku, kembali menatap jalan raya yang masih panjang di depan kami. Ada rasa malu yang merayap jelas di wajahku yang perlahan bersemu merah.
"Aku di tolak perempuan?" batinku "Perempuan yang lebih tua dan bukan tipeku" keluhku sambil mendengus menyerah. Tapi sekarang dia sedikit menjadi tipeku.
Tangan Maria meraih jariku yang masih melingkar di kemudi.
"Maaf, saya punya batasan bukan maksud merendahkan" ujar Maria dengan intonasi yang selalu bisa membawa kedamaian dan ketenangan seketika.
Aku hanya mengangguk cepat dan segera melajukan mobil, bergabung dengan kerumunan lalu lintas padat.
"Kenapa tiba - tiba ingin menciumnya?" batinku mulai bertarung Akan sikap yang kurang indah beberapa saat lalu. "tapi..." aku memandang sosok Maria yang mulai sibuk mengecek sesuatu Di handphonenya. "dia sungguh tidak terlihat usia 30an saat ini, coba kalau dia dandan begini tiap hari"
"Bagaimana kalau saya panggil Maria saja kalau Di luar" otak buayaku ternyata mulai punya nyali lagi.
"Bukan hal yang buruk" Maria menjawab tanpa expresi dan masih sibuk dengan tablet di tangan.
"Saya penasaran kalau ibu santai itu seperti apa?"
"hmmm... seperti orang pada umumnya"
Maria mendengus Sejenak " Hari Minggu ini saya di rumah saja, kamu Bisa mampir"
"Boleh?"
Maria mengangguk dan beralih pandangan ke arah luar jendela.
****
" Mariaaaa...!!" Pekik seorang lelaki tampan bergaya kemayu ketika mendapati Maria muncul dari balik pintu kantornya yang berukuran sekitar 4x6 meter.
"Aku mau menikah.." Maria tidak mau buang - buang waktu berbasa - basi atas tujuannya datang.
"Ah... Calon?"
Jari lentil lelaki itu menyentuh pundakku dengan perlahan, sambil mengamati dari atas hingga bawah dan Sejenak berkeliling.
" Kenapa ga cari yang lebih bagus lagi, lebih sedikit aja ga apa - apa" kata lelaki itu yang agak menyakiti sedikit harga diriku.
Dia juga tidak lebih tampan dariku, dia mungkin akan kesulitan menghitung berapa wanita yang sudah terperangah dengan ketampananku. Tubuhku jelas lebih tegap dan macho di banding dengannya. Aku yakin kalau hari ini dia aku goda aja, pasti takluk. Tidak dengan Maria yang masih dingin dan hambar kayak kutub utara.
"Tujuannya bukan itu" Maria menarikku untuk ikut duduk di sofa bersamanya, mungkin ini satu pertanda dia mulai menghangat.
"Kalau cari tampan, aku bisa pesan manekin saja" candanya meski buat ku kaku. Tapi pria itu mulai tertawa renyah.
" kamu bisa atur semua persiapan, dua Minggu Bisa?"
Lelaki itu yang ternyata bernama Alberto, menyipitkan matanya dan mulai mendekat ke arah Maria. Se arah denganku yang cukup terkejut dengan kata dua Minggu dari mulut Maria.
" Secepat itu?" Tanya kami bersamaan.
Maria menarik nafas dalam - dalam
" Sederhana saja, mungkin sekitar 20 atau 50 undangan, aku tidak ingin terlalu lelah dalam pesta " Maria sama sekali tidak memperdulikan pertanyaan kami.
"Photographer pilih yang bagus, sekalian pre wedding sebelum acara di mulai"
" Jadi yakin ini?" Alberto menatapku penuh curiga "Kamu tidak di pelet sama pria itu kan?" tanyanya tanpa berbisik, membuatku jengkel.
Bukankah harusnya aku yang merasa di pelet. Bukankah aku ini masih muda dan ber masa depan cerah, andai tidak di usir Papi. Tapi, kalau balik sama Papi saat ini aku bakal nikah dengan Melissa, si penyihir bertubuh malaikat. Hiii..
"Enak aja!!!" kali ini aku memekik sambil meraih Maria lebih dekat padaku. "kami cinta pada pandangan pertama" Aku mulai membela diriku sendiri yang tak kunjung di lakukan oleh Maria. "Aku ini cukup tampan, Maria sendiri mengakuinya"
"Latar belakangnya juga bagus, tidak ada alasan aku tidak menyukainya" kali ini Maria mulai berpihak padaku.
Aku memajukan bibir bawahku, mencoba menegaskan aku ini kompeten untuk jadi pendamping Maria.
"Begitu rupanya..." Alberto mulai menyerah, namun pandangannya masih sulit surut dari rasa curiga padaku.
"Harusnya kamu tidak perlu bercerai, suami kayak Antonio itu sulit"
Alberto mulai meninggalkan kami dan beranjak ke meja kerjanya.
Antonio... Nama itu Kenapa terdengar seperti agak familiar. Nama itu memang pasaran dalam banyak obrolan, tapi aku yakin aku sempat mengenal seseorang dengan nama itu ahir - ahir ini. Kira - kira di mana...
"Besok langsung cek catering dan fitting baju bisa?"
"Bisa" jawab Maria tanpa menanyakan dulu padaku.
Kriiiing..
" Antonio... Baldovino...What's up darling?" Alberti menjawab suara seberang dengan sangat mesra.
Aaah.... Aku baru ingat siapa lelaki itu... Apakah dia benar - benar mantan suami Maria?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments