Mimi Yang Malang

Tiba-tiba terdengar suara guntur diiringi dengan kilat, pertanda hujan akan turun. Cuaca semakin dingin, angin mulai berhembus kencang. Mimi melihat awan gelap yang semakin pekat, seorang diri tanpa ada satupun yang menemani.

Sedangkan Bu Kinasih masuk kedalam kamarnya sambil berbaring di atas kasur kapuknya.

...****************...

Tepat tengah malam waktu menunjukkan jam 00.10, Mimi mulai tertidur akibat kelelahan karena menangis, dibawah batang pohon besar dalam kondisi terikat dengan rantai.

Tiba-tiba ada beberapa tetesan air mengenai wajahnya membuat Mimi terbangun. Ternyata tetesan air itu berasal dari rintik-rintik hujan, dan hanya dalam waktu beberapa menit saja Hujan turun dengan derasnya.

Sekujur tubuh Mimi kebasahan, dan ditambah lagi cuaca yang awalnya memang dingin dan berembun, menjadi berkali lipat lebih dingin karena hujan yang begitu lebat diiringi dengan suara petir dan beberapa cahaya kilat.

Tak butuh waktu lama, Mimi menggigil kedinginan, bahkan dinginnya serasa menusuk ke tulang. Mimi tak bisa berbuat apa-apa, tak ada satupun yang bisa dilihat selain gelap.

Suasana gelap yang Mimi alami ini membuatnya teringat kembali dengan Dinar. Mungkin inilah yang dirasakan Dinar setiap malam yang begitu gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Sangat menakutkan jika berada sendirian ditengah gelap.

Mimi berfikir, baru satu malam ditempat gelap sudah sangat merasa ketakutan, apalagi Dinar yang sudah setahun ini merasakan kegelapan setiap malam, tentu Dinar pasti merasakan ketakutan setiap malamnya.

Hujan tak kunjung berhenti, dan terus turun dengan lebatnya. Mimi semakin kedinginan, tubuhnya semakin menggigil. Tampak wajahnya pucat dan mulai bibirnya berubah menjadi bewarna agak biru, pertanda dia mulai tak mampu menghadapi dinginnya suasana hujan lebat itu.

Mimi semakin tak kuasa menahan suasana dingin ini. Bibirnya bergetar dan semakin membiru, wajahnya semakin pucat. Jika Bu Kinasih tidak segera menolongnya, Mimi akan segera mati kedinginan.

Sementara itu Bu Kinasih tertidur pulas di kamarnya dengan dengkuran kerasnya. Padahal suara Petir berkali-kali terdengar dengan kerasnya, tetapi tak disadari oleh Bu Kinasih yang hanya bisa mendengkur dengan tidur pulasnya.

Mimi semakin menggigil, badannya mulai kaku karena kedinginan. Air hujan yang terus membasahi tubuhnya dan angin dingin yang begitu kencang membuat Mimi semakin tak berdaya.

Kini Mimi hanya bisa pasrah apabila malam ini adalah malam kematiannya, "Tuhan, apabila malam ini adalah malam terakhirku, dan saat ini adalah hari kematianku, aku hanya bisa ucapkan, aku berserah diri padamu, Tuhan." Doa Mimi ditengah hujan.

Tak terasa waktu telah menunjukkan jam 03.00 dini hari, Bu Kinasih terbangun dari tidur lelapnya, karena terkejut tak ada orang disampingnya. Karena selama setahun ini, dia sudah terbiasa tidur sambil ngelonin Mimi seperti guling. Makanya saat tidur tidak sambil memeluk Mimi, dia mendadak terbangun seperti ada yang kurang dari tidurnya.

Akhirnya Bu Kinasih baru menyadari kalau tadi dia tertidur pulas. Dia melihat dari jendela yang hanya tertutup jeruji besi, dan akhirnya baru menyadari bahwa hujan turun sangat lebat sudah berjam-jam berlalu.

Mimi yang semakin menggigil kedinginan mulai memejamkan matanya dan dirinya mulai melemah. Telapak tangannya mulai pucat, wajahnya pun sudah tidak berseri lagi. Bibirnya tampak membiru serta tatapan matanya mulai kosong. Hujan yang lebat beserta petir ini seolah tidak memberi ampun kepada Mimi untuk bertahan hidup.

Mimi terbaring memejamkan matanya yang semakin pasrah tak berdaya, seperti tinggal menunggu saja kapan kematiannya datang.

Disaat Mimi sudah memejamkan matanya, tiba-tiba ada sosok cahaya yang menyilaukan wajahnya. Mimi membuka matanya secara perlahan, untuk melihat cahaya apa yang menyilaukan matanya itu.

Ternyata cahaya itu berasal dari Bu Kinasih yang memegang lampu senter menggunakan jas hujan.

Bu Kinasih membuka rantai ditangan Mimi yang terikat mengelilingi batang pohon besar itu. Bu Kinasih kemudian menggendong Mimi yang sudah tak berdaya dengan tangan yang dibiarkan tidak terikat, dan hanya kakinya saja yang terikat dengan rantai.

Mimi membuka matanya secara perlahan, tampak sosok tubuh besar yang sedang menggendong dirinya, sosok itu adalah Bu Kinasih. Untuk pertama kalinya dia merasa terselamatkan dari kematian ketika berada di dekapan Bu Kinasih, yang selama ini Mimi selalu ingin jauh dari Bu Kinasih. Kini dirinya justru menyandarkan diri ke dada Bu Kinasih yang empuk untuk mendapatkan kehangatan dan kenyamanan, dan seketika Mimi memejamkan kedua matanya.

...****************...

Bu Kinasih merebus air panas dengan kayu bakar, karena dirumahnya memang tidak pernah ada kompor. Sambil menunggu mendidih, Bu Kinasih memeluk membuka semua pakaian Mimi yang basah sehingga tanpa menggunakan pakaian sehelai pun. Kedua tangan Mimi juga dibiarkan lepas tanpa terikat, kecuali kedua kakinya. Bu Kinasih memeluk erat tubuh Mimi yang masih menggigil ke dadanya sambil menutupi seluruh tubuh Mimi dengan selimut tebal berwarna abu-abu yang juga ikut menutupi tubuh Bu Kinasih.

Sehingga tampak selimut tebal itu mengelilingi dan menutupi tubuh Bu Kinasih dari leher sampai menutupi seluruh kakinya, dan dibalik selimut tebalnya itu ada Mimi yang sedang bersandar di dada Bu Kinasih yang besar dan empuk sehingga seluruh tubuh Mimi termasuk kepalanya tak terlihat karena terbungkus seluruh bagian selimut tersebut.

Di Balik selimut, Mimi masih menggigil kedinginan meskipun bibirnya yang tadinya membiru, mulai memerah kembali karena hangatnya pelukan Bu Kinasih dan selimut tebal abu-abu yang membungkus seluruh tubuhnya ini.

Tak lama kemudian, air yang direbus mulai mendidih. Bu Kinasih bangkit dan melepas selimut tebalnya yang ikut membungkus tubuh Mimi itu, kemudian berdiri untuk mematikan api dan mengangkat air panas yang mendidih itu kedalam bak kamar mandi. Bu Kinasih kemudian mencampur air panas itu dicampur dengan air dingin yang berada di dalam bak mandi agar airnya menjadi hangat.

Mimi dimandikan dengan air hangat itu oleh Bu Kinasih, sehingga dirinya tidak kedinginan lagi dan merasa hangat

Setelah dimandikan, Bu Kinasih membungkus tubuhnya dengan menggunakan handuk, kemudian membawanya kedalam kamar untuk dipakaikan pakaian khas bayi seperti biasanya untuk Mimi.

Setelah selesai diberi pakaian dan dipakaikan popok, Bu Kinasih berbaring dan memiringkan tubuhnya kemudian mendekap tubuh Mimi yang kedua tangannya masih dibiarkan bebas tak terikat, kecuali kakinya. Bu Kinasih ngelonin tubuh Mimi dan mengarahkan wajah Mimi ke buah dada besarnya untuk menyusui Mimi, dan mengajaknya tidur karena hari sudah menjelang pagi.

...****************...

Di pagi hari, Bu Kinasih bersiap diri untuk berangkat bekerja. Sebelum bekerja, seperti biasa Bu Kinasih menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Mimi.

Setelah menyiapkan sarapan di dapur, Bu Kinasih menuju kamar untuk menggendong Mimi dan akan membawanya ke dapur untuk sarapan bersama.

Saat mengangkat tubuh Mimi yang masih terbaring di atas kasur kapuk, Bu Kinasih merasakan bahwa tubuh Mimi panas.

"Kamu kenapa, nak? Kok wajahmu pucat banget?" Bu Kinasih melihat wajah Mimi pun pucat dan tampak lemas.

Bu Kinasih memegang dahi Mimi dan merasakan bahwa suhu tubuhnya menjadi tinggi.

"Ya ampun, nak! Dahimu panas sekali, Mimi! Kamu sakit ya, nak?!" Ternyata saat ini sedang sakit demam, yang pasti diakibatkan karena kehujanan semalam.

Bu Kinasih mengambil kain jarik didalam lemari, kemudian kain jarik itu diikatkan mengelilingi tubuhnya hingga membentuk gendongan bayi. Mimi yang tubuhnya lemas diangkat dan dimasukkan kedalam kain jarik gendongan bayi itu yang sudah dipasang kuat di dada Bu Kinasih. Kemudian Bu Kinasih menggendong Mimi yang berbaring didalam kain jariknya menuju dapur.

Di dapur, Bu Kinasih yang sedang menggendong Mimi menggunakan kain jarik, sedang menyuapi makanan bayi ke mulut Mimi sedang lemas.

"Makan ya, nak! Biar cepat sembuh.. biar bisa main lagi sama mama.." Bujuk Bu Kinasih sambil menyuapi bubur bayi ke dalam mulut Mimi.

Mimi yang wajahnya pucat karena sakit demam berusaha menelan makanan itu secara perlahan. Karena kebanyakan orang jika sakit nafsu makannya pasti berkurang. Apalagi Mimi diberikan makanan yang tidak sesuai dengan keinginannya, tentu butuh perjuangan untuk berusaha memaksakan diri menelannya.

Karena Mimi sedang sakit, dia menjadi agak lama untuk menyelesaikan makanannya. Setelah selesai makan, seperti biasa Bu Kinasih langsung menyusui Mimi. Bu Kinasih yang menggendong Mimi menggunakan kain jarik, mengayun-ayunkan badannya untuk menimang-nimang Mimi yang tampak lemas dan sedang menyusu kepadanya sampai tertidur.

...****************...

Disebuah Rumah Sakit Anak tempat Bu Kinasih bekerja, tepat jam 12.00 adalah waktu istirahat untuk jam makan siang. Bu Kinasih menuju toilet untuk buang air kecil.

Saat baru memasuki toilet, Bu Kinasih kembali melihat salah satu dokter cantik dan seksi yang bernama Dokter Rebecca sedang menangis didepan wastafel sambil menatap cermin. Hal ini pernah dilihat Bu Kinasih sebelumnya, Dokter Rebecca dulu pernah terlihat menangis didepan wastafel saat baru saja bercerai dengan suaminya, dan ini dilakukan oleh Dokter Rebecca lagi. Bu Kinasih tetap masuk kedalam toilet untuk buang air kecil.

Setelah Bu Kinasih selesai buang air kecil, dia langsung berdiri di samping Dokter Rebecca yang berdiri didepan wastafel tepat berhadapan dengan cermin.

"Ngapain kamu berdiri disitu?!". Dokter Rebecca menegur Bu Kinasih.

"Karena saya melihat ibu sedang menangis disini." Jawab Bu Kinasih.

"Apa urusanmu.!! Pergi..!!" Dokter Rebecca mengusir Bu Kinasih dihadapannya.

"Aku tak akan pergi jika belum menyampaikan sesuatu kepada Bu Rebecca!" Kata Bu Kinasih dengan santai.

"Apa maksudmu?!" Rebecca heran dengan sikap cleaning servis dihadapannya itu.

"Apa yang ibu dapat hanya dari menangis tapi tak berbuat apa-apa? Kepuasan?! Tentu tidak, bukan?! Ibu justru semakin menderita." Ujar Bu Kinasih kepada Dokter Rebecca.

"Eh, apa urusanmu..!! Jangan coba ikut campur urusanku..! Pergi sana!!" Perintah Bu Rebecca.

"Selamanya ibu akan menderita sendirian, jika ibu hanya menikmati penderitaan ibu sendirian tanpa mau mendengarkan saran orang lain." Jawab Bu Kinasih yang tetap tenang berdiri di samping Dokter Rebecca meskipun sudah di usir oleh Dokter cantik itu.

"Pergi..!! Atau saya akan adukan ke Pak Anung buat memecat kamu..!!" Dokter Rebecca mengancam Bu Kinasih. Tetapi Bu Kinasih tetap terlihat santai.

"Silahkan saja, Bu dokter. Adukan saja! Saya siap dipecat kapanpun atasan saya memecat saya. Tapi perlu Bu Dokter ketahui, sebenarnya masalah ibu bisa sangat menyenangkan jika ibu bisa membalasnya dengan cara yang menyenangkan." Kata Bu Kinasih.

"Apa maksudmu?" Dokter Rebecca heran kepada cleaning servis ini yang terus menceramahinya.

"Balas dendamlah, Bu Dokter! Balas dendamlah dengan cara yang menyenangkan!" Jawab Bu Kinasih. Setelah itu Bu Kinasih mencuci muka menggunakan kran air di wastafel yang berada dihadapannya. Setelah cuci muka, Bu Kinasih bergegas pergi meninggalkan Dokter Rebecca sendirian di toilet.

Dokter Rebecca terdiam sejenak karena terngiang kata-kata Bu Kinasih yaitu, "Balas dendamlah dengan cara yang menyenangkan!" kata-kata itu secara mendadak terus menerus terngiang-ngiang didalam pikirannya.

...****************...

Sementara itu di dalam rumah, Mimi yang sedang sakit hanya bisa terbaring lemah di kasur kapuk tempat dia tiduri. Seluruh tubuhnya panas karena demam, wajahnya pucat, dan sesekali dia terbatuk. Dia melihat kedua tangannya kembali diikat lagi dengan rantai yang kuat.

Dirinya kembali teringat keluarganya karena merindukannya, akibat sudah setahun tak bertemu dan mendengar kabarnya. Dia juga merindukan suasana kebebasan seperti berjalan-jalan ketempat yang disukai, makan makanan pavorit, bahkan bercanda bersama teman-teman yang sudah tak pernah lagi dia rasakan.

"Mama.. Papa.. aku kangen sama kalian... Kangen banget..." Mimi meneteskan air mata karena merindukan orang tua kandungnya. Dia juga merindukan adik perempuannya yang sekarang sudah berusia 18 tahun.

Dia pun kembali teringat dengan Dinar, yang menurutnya masih terkurung di dalam gudang milik Bu Kinasih yang letaknya berada melewati kebun. Hingga sekarang dia belum mengetahui jika Dinar sudah tewas dan jasadnya menjadi daging santapannya bersama Bu Kinasih.

"Dinar, aku tahu kamu disana lebih menderita daripada aku. Kamu yang tabah ya! Aku yakin suatu saat ada yang bisa menyelamatkan kita, meskipun nggak tahu kapan. Tapi aku yakin, kita akan keluar dari penjara ini." Harapan Mimi untuknya dan Dinar.

"UHUKK!! UHUUKK..!! UHUUKKK...!!" Mimi terbatuk-batuk sambil merasakan lemas karena sakit demam yang dialaminya.

...****************...

Sudah jam 18.00 senja hari. Bu Kinasih baru saja selesai mengepel lantai. Rumah sakit sudah tutup dari tadi, dan memang untuk cleaning Servis pasti pulang agak terlambat karena harus membersihkan seluruh ruangan yang telah ditinggal pulang oleh karyawan.

Saat lewat didepan ruangan Dokter Rebecca untuk menuju pulang, Bu Kinasih mendengar sesuatu, suara Dokter Rebecca yang sedang menelepon seseorang.

"Gimana? Berhasil.?!..................................... Bagus..! Jangan, ini masalahku dengan dia, biar aku aja yang membunuhnya! Jangan kemana-mana dulu sebelum aku datang!......................... Ok, aku kesana sekarang." Kata Dokter Rebecca yang kemudian langsung menutup teleponnya.

Melihat dokter Rebecca akan keluar ruangan, Bu Kinasih langsung bersembunyi agar Dokter Rebecca tak mengetahui jika Bu Kinasih telah mendengar percakapannya di telepon tadi.

Bu Kinasih melihat Dokter Rebecca bergegas meninggalkan rumah sakit. Bu Kinasih pun mengikutinya dari belakang agar tak disadari oleh Dokter Rebecca.

Ketika di parkiran rumah sakit, Dokter Rebecca dengan mobilnya pergi meninggalkan Rumah Sakit tersebut. Bu Kinasih yang penasaran langsung segera mendekati sepeda motor bututnya, memakai helm dan juga bergegas menyalakan sepeda motor bututnya untuk mengikuti Dokter Rebecca dari belakang.

...****************...

Waktu sudah mendekati jam 20.00 malam tetapi Bu Kinasih belum juga pulang. Seluruh ruangan dalam rumah tampak gelap gulita karena tak ada yang menyalakan lampu semprong.

Mimi yang sedang berbaring lemah di atas kasur kapuk karena sedang sakit demam, kembali merasa takut. Dia trauma dengan kegelapan yang menimpanya kemarin malam. Kegelapan itu ternyata sangat menakutkan baginya. Kegelapan ini seperti terulang lagi dan kali ini berada didalam rumah.

"Tumben sudah jam segini mama belum pulang?!" Ujarnya yang sedang menunggu Bu Kinasih pulang, karena suasana rumah sudah sangat gelap.

Mimi tampak gelisah, perasaannya kembali ketakutan. Dia masih sangat trauma dengan kegelapan, dan kemungkinan akan bisa muncul sifat Phobia takut akan kegelapan pada dirinya.

"Ma..! cepat pulang, ma! Aku takut." Tubuh Mimi mulai merinding ketakutan. Ditambah lagi saat ini dia sedang kehausan, karena biasanya Bu Kinasih selalu menyusuinya ketika baru pulang, yang biasanya berkisar antara jam 18.30 sampai 18.50 Bu Kinasih sudah berada dirumah. Stok Asi yang biasa ditinggalkan dihadapannya bersama makanan bayi untuk menu makan siangnya, sudah habis siang tadi.

...****************...

Di sebuah pantai yang gelap, dan tak ada seorang pun yang melintas, kecuali mobil Dokter Rebecca, dan satu lagi mobil yang berhenti didepan mobilnya yang didalamnya terdiri dari dua orang pria bertubuh kekar dan berwajah garang.

Bu Kinasih tiba ditempat tujuan dimana letak Dokter Rebecca berada, bersembunyi dibalik semak-semak tanpa disadari oleh Dokter Rebecca dan dua orang bertubuh kekar itu. Dibalik semak, Bu Kinasih menyaksikan secara diam-diam apa yang dilakukan Dokter Rebecca bersama dua orang itu.

"Dimana barang pesanan saya?" Tanya Rebecca kepada dua orang bertubuh kekar itu.

"Ada dibelakang bagasi, Bu. Apakah ibu mau melihat barangnya sekarang?" Tanya salah satu pria itu.

"Tentu saja, aku sudah nggak sabar pengen melihatnya. Tolong perlihatkan sekarang barangnya di hadapanku." Perintah Dokter Rebecca kepada dua pria besar itu.

"Baik Bu." Kedua pria itu kemudian menuju belakang mobilnya, dan segera membuka bagasi mobilnya. kedua pria itu mengeluarkan sebuah karung besar yang tak tahu apa isinya, dan membawanya kehadapan Dokter Rebecca.

"Ini barangnya, Bu." Kata salah satu pria itu.

"Coba dibuka, saya mau lihat langsung barangnya.!" Perintah Dokter Rebecca.

Kemudian kedua pria itu membuka tali yang mengikat mulut karung itu dan segera membukanya.

Ternyata didalam karung itu isinya adalah seorang gadis bertubuh langsing, berkulit putih, dan berambut pirang keemasan setinggi leher. Usia gadis itu diperkirakan berkisar 19 tahun.

Wanita itu tampak terikat dengan tali yang mengelilingi seluruh tubuhnya, dan kain hitam untuk menutup matanya serta lakban yang menutup mulutnya.

Dokter Rebecca membuka kain hitam yang menutupi mata gadis itu. Dan membuka lakban yang menutup mulutnya. Tampak gadis cantik itu menoleh kanan dan kiri karena kebingungan bahwa dirinya telah berada dimana.

"Hallo Adya, apa kabar? Sudah lama sekali nggak bertemu, ya!" Sapa Dokter Rebecca kepada gadis itu yang ternyata namanya adalah Adya.

Adya terlihat ketakutan, "Kamu? Ngapain kamu membawaku kesini?!"

Dokter Rebecca mengambil sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah sebuah pistol.

Melihat pistol yang sedang dipegang Dokter Rebecca, membuat Adya semakin ketakutan. Matanya melotot seolah tak menyangka bahwa Dokter Rebecca nekat melakukan hal gila ini kepadanya.

"Mau apa kamu dengan benda itu? Tolong jangan arahkan benda itu kepadaku." Kata Adya yang berkeringat dingin sangking takutnya.

"Malam ini adalah malam terakhirmu. Bersiaplah!" Dokter Rebecca secara perlahan mengarahkan mulut pistol itu ke dahi Adya.

Adya yang melihat ujung pistol itu menempel di dahinya, sontak dia langsung menangis ketakutan.

"Jangan bunuh aku! Ampun! Aku janji aku akan pergi dari hidupmu dan Pak Dwija!" Ratapan Adya kepada Dokter Rebecca yang bersiap untuk menembaknya dengan pistol itu.

"Kepergianmu sudah nggak berpengaruh apa-apa, sebab saya dan Pak Dwija sudah lama berpisah." Kata Dokter Rebecca.

"Jangan..!! Aku mohon ampuni aku..!! Aku janji akan turuti apapun yang kamu mau..!!" Adya kembali meratap kepada Dokter Rebecca.

"Selamat tinggal..!!" Dokter Rebecca sudah bersiap menarik pelatuk pistolnya.

"JANGAANNN..!!" Adya memohon karena ketakutan.

"Terlalu mudah untuk melakukan hal itu Bu." Tiba-tiba Bu Kinasih muncul dihadapan mereka semua.

"Gawat..!! Ada orang yang melihat kita..!!" Kedua pria berotot kekar itu terkejut dan panik.

"Eh, siapa kamu...!!" Kedua pria yang terkejut melihat Bu Kinasih langsung bergegas mengambil pistol di balik pinggangnya dan diarahkan ke Bu Kinasih dan bersiap menembak Bu Kinasih. Tanpa ragu mereka bergegas menembak Bu Kinasih.

Sementara itu, didalam rumah yang sangat gelap tanpa cahaya sedikitpun, secara tiba-tiba perasaan Mimi menjadi gelisah. Untuk pertama kalinya Mimi merasa gelisah jika Bu Kinasih belum datang. Tumben kali ini Mimi mengkhawatirkan induk susunya itu jika belum pulang. Dia berharap Bu Kinasih segera pulang dan menyalakan semua lampu semprong dirumah itu agar Mimi tidak kegelapan. Sebab Mimi sudah mulai semakin terasa telah mengidap Phobia terhadap gelap.

+++BERSAMBUNG+++

Terpopuler

Comments

$uRa

$uRa

orang jahat biasanya mati lama

2022-02-28

2

Leli Leli

Leli Leli

untung" meninggoi si kinarsih

2021-12-24

1

Rindiani Wardanita

Rindiani Wardanita

sudahi saja Thor,

2021-12-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!