Bayi dan Kambing

"Bu Kinasih, coba lihat siapa cowok itu..?? Duh, ganteng banget...!!" Faida yang histeris penasaran siapa pemuda tampan itu.

Bu Kinasih hanya menoleh sebentar untuk melihat pemuda tampan itu, kemudian dia kembali melakukan pekerjaannya yaitu membersihkan lantai. Seolah Pria itu tampak biasa aja baginya.

Tak lama kemudian, Dokter Rebecca menghampiri pemuda itu. Pemuda tampan itu tersenyum dan langsung menggandeng Dokter Rebecca menuju keluar Rumah Sakit. kedekatan itu menjelaskan bahwa pria tampan itu adalah kekasih baru Dokter Rebecca. Membuat mata para wanita yang ada disekitar menjadi iri melihatnya. Sebab pemuda itu tampak jauh lebih muda daripada Dokter Rebecca. Usia cowok itu diperkirakan sekitar 25 tahun, sedangkan Dokter Rebecca usianya sudah menginjak 39 tahun.

"Wiihhh..!! Lagi-lagi Dokter Rebecca bikin kita semua iri. Sudah yang paling cantik di Rumah Sakit ini, sekarang dapat brondong tampan juga lagi.." Kata Faida.

"Ga semuanya looh ya..!! Buktinya aku nggak peduli sama cowok itu." Jawab Bu Kinasih.

"Begitu ya..?? Jadi menurutmu cowok itu masih kurang tampan??" Tanya Faida.

"Bukan begitu.. Masih banyak hal lain yang lebih menarik atau yang lebih penting untuk dilakukan, daripada harus memperhatikan yang sama sekali nggak ada untungnya buat kita." Jawab Bu Kinasih yang kemudian pergi untuk membersihkan lantai atas.

...****************...

Tepat jam 20.00 malam yang mencekam diluar rumah, karena tak ada lagi cahaya selain cahaya remang-remang dari rumah Bu Kinasih melalui lampu semprong yang menyala di setiap ruangannya.

Seperti biasa Bu Kinasih selalu hanya memakai bra saja dan celana pendek ketika dimalam hari sebelum tidur, dengan tujuan agar lebih mudah menyusui Mimi. Kali ini Bu Kinasih memakai bra warna pink dan celana pendek warna hitam.

Setelah Mimi selesai dimandikan, gantikan baju dan popoknya, juga menyisir rambut Mimi yang sudah tumbuh seukuran leher, Bu Kinasih menggendong Mimi untuk membawanya ke dapur. Mimi yang didudukkan disebuah kursi makan kayu, dengan kaki yang tetap diikat rantai, begitupun juga tangannya yang diikat ke depan dengan menggunakan rantai. Seperti biasa pula, Mimi menyaksikan Bu Kinasih memasak dengan alat tradisionalnya.

Setelah Memasak, Bu Kinasih makan sendirian dan Mimi hanya memperhatikannya. Mimi pun sudah mengetahui apabila setelah Bu Kinasih makan nanti, giliran dia yang akan disuapin makan dengan bubur bayi instan yang dicampur Asi yang diperah langsung dari buah dada Bu Kinasih. Karena itu sudah menjadi rutinitas Bu Kinasih terhadap Mimi selama setahun disekap dirumah ini.

Dan ternyata benar, setelah Bu Kinasih selesai makan malam, Bu Kinasih mengambil bubur instan bubuk dan dituangkan ke dalam piring kecil khusus makanan bayi. Kemudian Bu Kinasih membuka buah dadanya dari dalam bra pink miliknya untuk memerah Asi dari buah dadanya, setelah kira-kira cukup, Bu Kinasih menuangkan Asi itu kedalam piring kecil berisi bubur instan itu. Bu Kinasih mengaduknya untuk mencampurnya sehingga bubur bayi itu menjadi agak kental dan siap dihidangkan untuk Mimi.

Tubuh Mimi diangkat dan disandarkan dipangkuan Bu Kinasih yang sedang duduk di atas kursi kayu didepan meja makan. Bu kinasih menyuapi Mimi sedikit demi sedikit bubur kedalam mulut Mimi sampai bubur itu habis.

Setelah bubur bayi itu habis, seperti biasa Bu Kinasih membuka buah dadanya dari dalam bra pink yang dipakainya itu, kemudian bergegas menyusui Mimi yang tengah dipangku olehnya.

Mimi yang disusui oleh Bu Kinasih, tampak pasrah karena sudah menjadi rutinitas selama setahun ini. Dengan kedua tangan yang dirantai yang menempel di dada sebelahnya Bu Kinasih yang masih tertutup bra, Mimi terlihat tanpa perlawanan dan justru menghisap air susu dari dalam payudara besar hitam Bu Kinasih.

Mimi memang terlihat tampak menikmatinya dengan menghisap air susu dari buah dada besar hitam itu dengan memejamkan matanya. Tapi buka berarti menyukainya, karena terlihat Mimi mengangkat dan mengerutkan alisnya yang menandakan sebenarnya dia terpaksa melakukan ini hanya untuk bertahan hidup, agar Mimi tak kelaparan juga tak kehausan, dan juga agar tak dihukum oleh Bu Kinasih. Sebab Mimi tak pernah diberikan makanan dan minuman lain selain Bubur bayi dan Asi.

Bu Kinasih memperhatikan Mimi yang sedang berbaring di pangkuannya sambil bersandar di buah dadanya untuk menyusu kepadanya. Dengan senyuman dan tatapan penuh kasih sayang, Bu Kinasih menggoyangkan tubuhnya untuk menimang-nimang Mimi.

Bu Kinasih berdiri sambil menggendong Mimi yang masih disusuinya itu. Tampak Bu Kinasih tak kesulitan mengangkat tubuh Kurus Mimi, karena lengan Bu Kinasih begitu besar sehingga mudah mengangkat tubuh kurus Mimi. Bu Kinasih mengayun-ayunkan badannya untuk menimang-nimang Mimi yang tampak lahap menyusu kepadanya sambil memejamkan mata. Bu Kinasih pun mencium ubun-ubun Mimi dengan penuh kasih sayang.

Sambil menggendong dan menyusui Mimi, Bu Kinasih mengambil sebuah lampu senter di atas lemari makan. Bu Kinasih menyalakan lampu senter itu, kemudian keluar menuju pintu belakang bersama Mimi yang sedang digendong sambil disusuinya.

Bu Kinasih yang membawa Mimi keluar rumah melewati kebun kecil milik ya itu. Suasana tampak gelap dan mencekam. Suara jangkrik dan suara nyanyian burung hantu pun semakin menjadi pelengkap betapa mencekamnya suasana gelap malam itu. Tak ada cahaya lain satupun, kecuali cahaya dari lampu senter Bu Kinasih yang digunakan untuk menerangi jalan.

Mimi yang sedang disusui dan hampir tertidur, kemudian membuka matanya. Dirinya yang sedang disusui dengan wajah nempel di buah dada Bu Kinasih hanya bisa melirikkan matanya dan melihat suasana sangat gelap disekelilingnya. Mimi menjadi heran, kemana Bu Kinasih akan membawanya.

Bu Kinasih, sampai disebuah tempat seperti gudang yang dindingnya terbuat dari kayu. Gudang itu sangat gelap tak ada cahaya sedikitpun. Bu Kinasih yang masih menggendong Mimi, sudah mempersiapkan kunci ditangannya dan membuka pintu gudang yang gelap gulita itu.

Bu Kinasih masuk kedalam gudang yang gelap itu sambil menggendong dan menyusui Mimi.

Didalam ruang yang gelap, Bu Kinasih menyorot lampu senternya ke sebuah sosok yang sedang jongkok ditembok, sosok itu berambut panjang dan kusut tak mengenakan pakaian sehelai kain pun dengan tubuh yang sangat kotor dan berlumpur. Juga bau kotoran tinja yang sangat menyengat hidung. Kedua tangannya diikat dengan rantai yang menempel ditembok, dan wajahnya menghadap ke tumpukkan rumput yang berada dihadapannya, seperti sedang memakan tumpukkan rumput itu.

"Lihatlah siapa yang aku bawa?" Tanya Bu Kinasih kepada sosok berambut panjang kotor itu seolah ingin memberikan surprise kepadanya.

Mimi yang wajahnya masih menghadap ke buah dada Bu Kinasih karena sedang disusui, tak bisa menoleh untuk melihat siapa yang sedang diajak bicara oleh Bu Kinasih. Padahal Mimi penasaran siapa sosok itu.

Sosok berambut panjang yang sedang memakan tumpukan rumput itu menoleh kearah Bu Kinasih yang sedang menggendong dan menyusui seorang gadis yang postur tubuhnya sama sepertinya.

Gelapnya gudang itu menandakan bahwa setiap malam sosok itu hidup sendirian tanpa cahaya sedikitpun, dalam gelap gulitanya malam tanpa ada yang menemani.

"Kau penasaran apa yang aku bawa?" Tanya Bu Kinasih lagi kepada sosok berambut panjang yang kedua tangannya diikat dengan rantai itu.

Bu Kinasih melepaskan Mimi dari dekapannya yang sedang menyusu kepadanya. Kemudian menurunkan tubuh Mimi kelantai yang tampak kotor dan berbau.

Mimi melihat sosok itu yang juga ikut memandangnya dengan tajam. Mimi tak dapat melihat wajahnya secara jelas karena wajah sosok itu tertutupi oleh rambut panjangnya.

Mimi yang juga terikat dengan rantai di tangan dan kakinya menggeserkan tubuhnya ke arah kaki Bu Kinasih dan menempelkan punggungnya di kaki Bu Kinasih, seolah berharap agar Bu Kinasih menggendongnya kembali karena merasa takut dengan sosok itu yang sedang melihatnya dengan tatapan tajam.

"Jangan takut,nak! Mendekatlah dengannya. Dia tak akan menyakitimu. Justru dia suka dengan kedatanganmu." Kata Bu Kinasih membujuk Mimi agar tidak takut dengan sosok itu.

Mimi memperhatikan sosok itu dengan lebih teliti lagi. Dia penasaran tapi sekaligus juga merasa takut karena sosok itu terlihat miris.

"Dekatilah dia,nak! Jangan takut! Dia nggak akan menyakitimu. Ada Mama disini. Nggak mungkin Mama akan membiarkanmu disakiti oleh siapapun." Kata Bu Kinasih.

Mendengar kata-kata Bu Kinasih itu, Mimi berusaha mendekati sosok berambut panjang bertubuh kotor dan bau tinja itu dan tanpa mengenakan kain sehelai pun.

Gelapnya malam, ditambah suara jangkrik dan nyanyian burung hantu membuat suasana semakin mencekam.

Mimi semakin mendekati sosok itu yang terus menatapnya dengan tajam. Ketika Mimi semakin mendekati sosok itu, akhirnya dia merasa sosok itu seperti tak asing baginya. Membuat Mimi semakin penasaran untuk melihat dengan jelas wajahnya yang tertutup rambut panjang dan kusam itu.

Mimi menoleh kearah Bu Kinasih yang sedang berdiri menyaksikan sambil mengarahkan lampu senter kearah mereka agar mendapatkan cahaya untuk dapat saling melihat. Kemudian pandangannya kembali ke sosok berambut panjang itu.

Mimi berusaha memberanikan diri membuka wajah sosok itu yang tertutupi rambut yang kusam. Karena penasaran dengan wajah sosok didekatnya itu.

"DINARR...!!" Mimi terkejut ketika mengetahui bahwa sosok itu adalah Dinar sahabatnya. Tangisannya pecah dan langsung memeluk Dinar dengan sangat erat yang sangat memprihatinkan.

Air mata keduanya pecah. Dinar yang dulunya sangat cantik berkulit putih dan bersih, kini sangat lusuh dan kotor. Bahkan tubuhnya dipenuhi lumpur dari kotorannya sendiri. Rambutnya yang dulunya seukuran bahu dan indah, sekarang panjang dan kusut, tak pernah disisir apalagi dimandikan.

"Dinar, maafkan aku Dinar..!! maafkan aku...!!" Tangisan Mimi yang memeluk erat sahabat lamanya itu, dan tak mempedulikan betapa menyengatnya bau badan Dinar yang tak pernah dimandikan selama satu tahun dan juga berbau tinja.

Mimi akhirnya baru menyadari dan memperhatikan kedua tangannya, jika semua jari-jari Dinar sudah tak ada satupun, karena semua jari-jari sudah dipotong oleh Bu Kinasih. Bahkan jari-jari kakinya juga semuanya habis dipotong, sehingga Dinar tak bisa menggenggam apapun.

"MAA..!! APA YANG KAMU LAKUKAN TERHADAP DINAR??" Mimi menangis dan bertanya kepada Bu Kinasih.

"Seekor kambing tidak mempunyai lima jari di kedua tangan dan kakinya. Untuk itu jari-jarinya aku potong." Jawab Bu Kinasih

(FLASHBACK KEBAGIAN BAB 2):

Dinar duduk dihadapan Bu Kinasih, dengan wajah yang penuh keraguan.

"Kalau seandainya kamu disuruh memilih, kambing, ayam, babi, hewan mana yang paling kamu sukai?" Tanya Bu Kinasih sambil menatap wajah Dinar dengan tajam.

"Maksudnya?" Dinar tampak kebingungan.

"Jawab saja.! diantara tiga hewan ini, hewan mana yang paling kamu sukai? Kambing, ayam, atau babi?" Bu Kinasih bertanya lagi dengan tatapan tajamnya.

"hmmmm... kambing." Jawab Dinar

(FLASH REWARD):

"Kambing adalah pilihannya. Makanya saya mewujudkan keinginannya itu." Jawab Bu Kinasih dengan santai.

"KAMU KEJAAMMM..!!" KEJAAAMM..!!!" Mimi memaki Bu Kinasih sambil menangis, tetapi Bu Kinasih tetap santai.

"Dinar, aku yakin suatu saat kita keluar dari sini. Aku yakin suatu saat ada yang menolong kita." Kata Mimi kepada Dinar, sambil memegang wajah kotor Dinar. Tetapi Dinar hanya menangis tak menjawab apa-apa.

"Percuma Mimi ngobrol sama kambing. Kambing nggak mungkin bisa berbicara bahasa manusia." Kata Rebecca.

"A..apa maksudmu??" Tanya Mimi dengan air matanya.

"Mama sudah memotong lidahnya, nak! Kemudian Mama cincang lidahnya hingga menjadi potongan kecil dan Mama suruh dia memakan lidahnya sendiri." Jawab Kinasih dengan tetap santai.

"Jadi.... Dinar......??" Mimi sempat syok.

"Ya, nak. Dia sudah nggak punya lidah. Lagian juga nggak mungkin kambing bisa bicara bahasa manusia." Jawab Kinasih.

Dinar yang sudah tak dapat berbicara lagi, hanya bisa menangis tersedu-sedu.

"AKU NGGAK NYANGKA KAMU LEBIH KEJAM DARI YANG AKU BAYANGKAN..!! AKU PIKIR KAMU HANYALAH WANITA GILA..!! TAPI TERNYATA KAMU JUGA WANITA SADIS..!! KEJAAMM..!!" Mimi memaki induk susunya itu dengan tangisan yang terisak-isak. Sementara itu Dinar hanya bisa menangis tak berdaya.

"Oh, begitu ya..!! Kalau begitu ayo waktunya kita kembali kerumah, sayang! Hari sudah semakin malam." Bu Kinasih menghampiri untuk menggendongnya kembali.

"JANGAN..!! TOLONG JANGAN BIARKAN SAHABATKU SENDIRIAN DITEMPAT GELAP SEPERTI INI..!!" Mimi memohon kepada Bu Kinasih.

Bu Kinasih tak mempedulikan perkataan Mimi. Dia langsung mengangkat tubuh Mimi yang masih menangis dan menggendongnya kembali.

"Sudah cukup kisah pertemanan bayi dan kambingnya, sayang.! Sudah waktunya kita pulang kerumah." Bu Kinasih membawa Mimi keluar dari kandang itu, membiarkan Dinar sendirian yang tak berdaya didalam gudang yang sangat sangat gelap.

"Aku mohon, ma! Jangan biarkan Dinar ditempat ini..!! Aku Mohon, ma..!! Mimi merengek kepada Bu Kinasih.

"Kambing tinggalnya pasti di kandang kambing, sayang! Bukan dirumah." Jawab Bu Kinasih yang kembali mengunci pintu gudang dan meninggalkan Dinar didalam sendirian tanpa cahaya sedikitpun.

"DINAAR .!! DINAAAR...!!" Mimi yang digendong oleh Bu Kinasih menangis terisak-isak seperti anak kecil yang menangis karena tak diberikan sesuatu untuknya.

Mimi yang masih menangis di bawa kedalam kamar oleh Bu Kinasih dan membaringkan Mimi di atas kasur kapuknya.

Bu Kinasih melepas bra jumbo warna pink yang dipakainya, dan memakai sarung yang biasa dipakai untuk tidur, untuk menutupi dada besarnya hingga kelutut.

Bu Kinasih melihat Mimi yang menangis terisak-isak meratapi nasib sahabatnya yang sendirian ditempat gelap tadi. Kemudian duduk di samping Mimi, untuk membaringkan Mimi dipangkuannya.

"Ooww, anak mama kok nangis terus. Sini nak..!! Haus ya??" Bu Kinasih mendekap tubuh Mimi di pelukannya, seperti seorang ibu yang berusaha menenangkan anaknya yang terus menangis.

"Kenapa sayang.. kenapa anak mama..!! cupp cupp cup..!! Diam ya sayang..!!" Bu Kinasih menimang-nimang tubuh Mimi yang terus menangis dipangkuannya.

"Oh, mau minum susu ya sayang?? Sini sayangku, mama netekin kamu dulu !" Bu Kinasih mengeluarkan buah dada besarnya lagi dibalik sarungnya itu, kemudian kembali menyusui Mimi yang tengah menangis.

"Ooww, sayang . sayang . sayang .!!" Bu Kinasih menyusui Mimi sambil mendekap dan menimang-nimangnya hingga Mimi berhenti menangis dan tertidur.

...****************...

Hari mulai pagi, kicauan burung pun bernyanyi. Bu Kinasih terbangun dari tidurnya, sedangkan Mimi masih tertidur pulas diperlukannya. Bu Kinasih berusaha membaringkan kepala Mimi yang berbaring di dadanya secara perlahan agar Mimi tak terbangun.

Kebetulan hari ini Bu Kinasih libur bekerja. Bu Kinasih melepas sarungnya yang biasa digunakan untuk tidur dan memakai bra pinknya kembali yang tadi malam dikenakannya.

Bu Kinasih yang hanya memakai bra dan celana pendek, mengambil sebuah parang untuk memangkas rumput liar disekitar kemudian menumpuknya menjadi satu. Tumpukkan-tumpukkan itu dibawanya menuju gudang tempat Dinar disekap olehnya.

Bu Kinasih membuka pintu gudang, kemudian memberikan tumpukan-tumpukan rumput itu ke hadapannya Dinar yang sedang terikat dalam kondisi memprihatinkan. Bu Kinasih memberikan rumput itu untuk dimakan oleh Dinar.

Dinar yang sedang lapar memakan rumput itu, sementara itu Bu Kinasih membersihkan kotoran-kotoran tinja yang berhamburan dilantai yang dipastikan itu berasal dari saluran pencernaan Dinar, dengan menggunakan air hujan dari dalam drum yang berasal dari atap gudang yang sudah dipasangi talang air hujan, agar air hujan itu tertampung kedalam drum.

Bu Kinasih juga menuangkan air hujan itu ke wadah plastik untuk minumnya Dinar.

"Kau lihat sahabatmu tadi malam?? Sangat cantik bukan?? Aku merawatnya dengan sangat baik dan penuh kasih sayang." Kata Bu Kinasih sambil membersihkan lantai dari kotoran tinja Dinar dengan sikat lantai.

Dinar hanya diam menunduk sambil memakan rumput yang diberikan oleh Bu Kinasih untuknya. Gadis anak seorang pemilik Hotel yang kaya raya ini, hanya diperlakukan seperti kambing ditempat ini yang begitu memprihatinkan. Dulu gadis yang cantik dan bersih, juga wangi karena parfum mahal,sekarang tampak kotor, kusam, dan badannya bau kotoran tinjanya sendiri.

"Kamu juga lihat tadi malam kan?! Aku menggendong dan menyusuinya dengan penuh cinta. Dia adalah bayiku yang paling aku sayangi." Bu Kinasih melanjutkan perkataannya.

Dinar yang tidak bisa berbicara hanya terus makan rumput dan meminum air hujan yang sudah disediakan oleh Bu Kinasih.

Bu Kinasih menghampiri Dinar dan duduk dihadapannya sambil tersenyum.

"Jadi, kamu nggak perlu menghawatirkan sahabatmu itu. Dia bayiku sekarang. Setiap hari tanganku ini menggendongnya, dadaku ini menjadi tempat bersandarnya. Bahkan makan dan minumnya juga berasal dari dada ini. Dia selalu aku timang-timang, selalu aku sayang, bahkan Setiap malam dia tidur aku kelonin agar tubuhnya merasa hangat dan nyaman." Kata Bu Kinasih.

Bu Kinasih kembali berdiri, "Kamu ini hanyalah seekor kambing, dan jangan pernah untuk bermimpi untuk menjadi sahabat bayi manusia untuk waktu yang lama." Bu Kinasih mengambil sesuatu yang ternyata itu adalah sebuah parang yang sangat tajam, yang biasa digunakannya untuk memotong rumput.

"Aku sudah menepati janjiku, bukan?! Jika aku mempertemukan dirimu dengan bayiku itu, maka itu adalah malam terakhirmu." Kata Bu Kinasih yang tengah berdiri dihadapan Dinar dengan menggenggam parang.

Dinar kemudian menatap ujung parang dihadapannya itu, lalu menangis dengan kencang. Karena dia sudah tahu, bahwa hari ini adalah akhir dari hidupnya.

"Kamu nggak perlu khawatir, karena jasadmu nggak akan aku buang begitu saja. Tetapi aku makan, sama seperti aku memakan suamiku pada saat itu." Kata Bu Kinasih dengan tatapan tajam kearah Dinar yang saat ini sedang ketakutan.

Dinar semakin menangis kencang, air matanya berlinang tak ada yang mengusapkan air matanya.

Bu Kinasih kemudian memegang kepala Dinar, dan mendekatkan bilah parang tajam itu dilehernya. Dinar yang menangis tak bisa berbuat apa-apa.

"Terimakasih telah menjadi hewan peliharaanku selama ini. Dan terima kasih juga karena dagingmu bermanfaat untuk dimakan." Kata Bu Kinasih yang kemudian langsung menyembelih leher Dinar seperti menyembelih kambing.

Darah segar dari lehernya Dinar mengalir deras kelantai. Bu Kinasih terus menggerakkan parangnya hingga leher Dinar nyaris putus.

Tubuh Dinar tergeletak di atas genangan darahnya sendiri. Kepalanya putus dan digenggam oleh Bu Kinasih. Tubuh Dinar yang sudah tanpa kepala masih sedikit bergerak meregang nyawa, dan tak lama kemudian diam tak bergerak.

Kepala Dinar ditaruh dilantai, sedangkan Bu Kinasih mencari sebuah karung untuk menampung potongan-potongan tubuh Dinar nantinya.

Bu Kinasih mengambil sebuah karung dari suatu tempat, dan membukanya untuk menjadikannya wadah untuk menaruh potongan tubuh Dinar.

Satu persatu potongan tubuh Dinar, dari kedua lengan dimasukkan kedalam karung. Kemudian Kedua kakinya juga dipotong sehingga betis dan pahanya terpisah. Bu Kinasih juga membelah perut Dinar hingga keluar isi perutnya berupa jeroan-jeroannya keluar dari dalam perutnya. Bu Kinasih yang hanya seorang diri memotong-motong usus-usus tersebut dan tak lupa mengambil bagian hati dan jantungnya juga.

+++BERSAMBUNG+++

Terpopuler

Comments

$uRa

$uRa

Sumanto neh
kapan terkuak kejahatannya

2022-02-28

1

Palgunadi Rata

Palgunadi Rata

Pengen gue santet si ibu psyco ini 😭😭😭

2021-12-11

1

Putri Dasilvi

Putri Dasilvi

ko belum update lagi sii

2021-12-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!