Keyakinan Hati

Keyakinan Hati

First Meet

Kali ini aku mau bikin cerita yang berbeda, masih genre romantis, hanya beda alur dan tema ceritanya saja. Dimana disini, kisah Antara Sharma, Reyhan dan Roger dibumbui dengan sedikit kisah religi

Sejujurnya, aku belum punya banyak idea untuk cerita ini, tapi nggak tau kenapa. Hati aku tuh menggebu gebu banget pengen membuat kisah ini

Anggap saja ini edisi menjelang bulan suci Ramadhan. Hehe, semoga suka dan menghibur yah:")

Jangan lupa dukungannya dengan cara like, koment vote dan rate bintang lima. Haha:")

*

*

Seorang gadis, tengah berjalan santai dengan tampang berbinar yang menyejukan, bagi siapa saja yang melihatnya. Sesekali ia melihat sebuah plastik merah besar yang berada di tangannya senyum manis terus aja terukir di bibirnya yang mungil.

Setelah mengerjakan shalat dzuhur, ia keluar dari mesjid dan berhenti di pinggir jalan, sambil menunggu taksi yang lewat. Ia akan mengunjungi tempat yang selama empat tahun ini rutin didatanginya. Sesekali ia mengusap peluh yang bercucuran di dahinya, hari memang sangat panas siang itu, tapi senyum dari gadis itu tidak luntur sedikit pun, terik matahari tak mampu mematahkan senyumnya meski hanya sedikit.

Angin yang berhembus lembut sesekali menyejukannya, ia berangan - angan, seandainya ia tinggal di sebuah pedesaan, maka mungkin matahari tidak akan seganas ini membakar kulit mulusnya. Karena pohon akan berbaik hati, mempersilahkannya untuk berteduh.

Tapi sayang, ia tinggal di kota dan tidak mungkin meninggalkan kota kelahirannya. Mereka bilang, ini adalah kota metropolitan, kota besar, pusat sebuah wilayah.

Tangan mulus gadis itu yang tertutupi baju lengan panjangnya menjulur kedepan, menghentikan taksi yang lewat di depannya, lantas ia naik dan menikmati perjalanan.

Ia sempat membenarkan letak kerudungnya yang sedikit berantakan karena tertiup angin saat menunggu taksi tadi.

"Mau kemana neng?" sang driver bertanya setelah setengah perjalanan.

Sharma tersenyum sebelum menjawab. "Jalan XX Pak."

Sang driver mengangguk patuh, ia sempat melihat Sharma melalui rear vision mirror. Senyumnya terukir melihat wanita cantik itu. Hatinya menjadi tenang melihat gadis berbalut pakaian muslimah itu.

Mobil terus melaju perlahan menerobos siang yang terik di Jakarta, ketika mobil sampai di persimpangan jalan dan akan berbelok, di arah berlawanan juga terlihat sedan hitam melaju setengah mengebut, membuat sang driver mengubah haluan dan berhenti secara mendadak karena mobil hitam itu hendak menubruk taksi yang sedang di tumpangi Sharma.

"Astagfirullah." bibir Sharma berucap spontan saat setengah badannya menubruk sandaran kursi kemudi.

"Hampir saja!" sang driver nampak mengelus dada, dan kemudian melihat mobil hitam itu juga melakukan hal yang sama. Berhenti.

Sang pengemudi nampak turun dan melangkah, kemudian berhenti di dekat taksi dan mengetuk kaca jendela taksi.

"Bapak bisa berhati - hati?" tanyanya setelah sang driver keluar dari dalam taksi. Sorot matanya menyiratkan kelesalan yang tak bisa disembunyikan.

"Maaf Pak." sang driver membungkuk - bungkukkan basannya. Ia merasa segan, karena bagaimana pun hanya dengan melihat stelan kemeja dan jas yang pria itu kenakan, ia bukanlah orang sembarangan.

Sharma yang berada di dalam mobil mengernyitkan dahi mendengar percakapan tersebut.

Maaf?

Bukannya seharusnya orang itu yang meminta maaf karena sudah tidak berhati - hati dan hampir membahayakan nyawa orang lain?

"Bagaimana jika terjadi apa - apa dengan saya?" suara pria berkacamata hitam itu terdengar seperti mengintimidasi.

"Maaf Pak, saya mohon maaf."

Mendengar hal itu, Sharma memilih turun dari taksi, dengan mata yang menyipit karena silau oleh terik matahari, ia melihat pria itu dengan perlahan, hanya seperkian detik, karena ia buru - buru menepiskannya.

"Apa cukup hanya dengan maaf?" pria itu masih belum puas menunjukan kekuasaannya, ia mengabaikan gadis yang baru saja keluar dari dalam taksi.

Sang Driver terlihat mengatup - ngatupkan kedua tangannya dan beberapa kali memohon maaf agar masalah cepat selesai.

"Permisi!" Sharma menimbrung dengan sopan saat dua orang itu mengabaikannya. Dua lelaki itu menatap ke arahnya tak lama setelah ia bula suara.

"Maaf Tuan, tapi saya rasa, Bapak ini tidak bersalah, seharusnya anda yang meminta maaf." tutur Sharma tanpa mengurangi sopan santunnya.

Pria itu nampak geram mendengarnya, ia lantas membuka kacamata hitamnya dan kemudian menatap Sharma dengan mata telanjang, buru - buru Sharma menepiskannya saat pria itu menatap lekat padanya.

"Kenapa kamu berpikir saya yang salah?" tanyanya dengan masih menatap Sharma.

"Tuan sendiri tau jawabannya. Tuan hampir menabrak kami dengan mobil tuan yang melaju seolah tanpa kendali, Bapak ini–" Sharma menunjuk sang driver. "–Hanya menghindar. Jadi, di mana salah kami?" terang Sharma, lugas dan logis.

Pria itu nampak terdiam.

"Saya rasa Tuan yang seharusnya minta maaf, Tuan hampir saja membahayakan nyawa kami." sambungnya saat pria itu tak mendebatnya.

Pria itu nampak malah menggelengkan kepala.

"Saya tidak bersalah, untuk apa saya meminta maaf?" sahutnya tampak keras kepala, menolak kenyataan jika sejujurnya ia pun berpikir demikian. Ia sedang tidak fokus tadi.

Sharma menghela napas mendengarnya.

"Jangan membohongi hati Tuan. Saya tau Tuan merasa bersalah." Sharma tersenyum dengan tenang.

"Pak, apa Bapak memaafkan Tuan ini?" tanya Sharma yang beralih pada sang driver taksi.

Driver itu nampak kebingungan, sampai kemudian ia mengangguk dengan setengah ragu begitu Sharma bertanya untuk yang kedua kalinya.

"Tuan sudah dimaafkan. Kami duluan, berhati - hatilah jika sedang mengemudi. Jangan sampai orang yang tidak bersalah menjadi korban."

"Asallamualaikum"

Sharma segera kembali masuk kedalam taksi setelah mengatakan hal itu, sang Driver mengikuti dan mulai menghidupkan mesin mobil.

Mobil melaju, meninggalkan pria angkuh itu yang nampak hanya mematung di tempatnya. Ada perasaan aneh yang tiba - tiba saja menyergapnya saat mendengar kalimat gadis tadi. Tapi beberapa detik kemudian, pria itu menggelengkan kepala, mengusir sesuatu hal dari kepalanya.

*

*

Begitu turun dari taksi saat tiba di tempat tujuannya, Sharma segera berjalan menuju sebuah Panti Asuhan. Di mana di sana, anak - anak sedang menunggunya untuk datang berkunjung.

"Kak Sharma." salah satu anak berteriak. Membuat beberapa anak yang berada di dalam panti berlarian menghampiri Sharma di depan pintu pagar.

"Asalamualaikum."

"Waalikumsalam."

Setelah menjawab salam, anak - anak itu berhamburan kedalam pelukan Sharma.

Dan setelah banyak berbasi - basi, Sharma membagikan apa yang dibawanya sebagai oleh - oleh untuk anak panti.

Beberapa jajanan yang tadi dibelinya sepulang ia dari pengajian mingguan yang sering dihadirinya.

"Bilang apa sama Kak Sharma." Ibu Rosa – pengurus panti menginteruksi mereka.

"Terimakasih Kak Sharma." jawabnya serempak.

"Didalem yah makannya."

"Iya Bu." sesuai inturksi Ibu Rosa, anak - anak itu masuk kedalam dengan senangnya.

Sharma hanya melihatnya dengan tersenyum, sampai kemudian Ibu Rosa yang memegang tangannya membuat ia mengalihkan pandangan.

"Terimakasih yah Sharma,"

"Tidak usah berterimakasih Bu, saya senang sama anak - anak." Jawab Sharma dengan penuh keyakinan.

Hari minggu, adalah hari rutin bagi Sharma untuk mengunjungi anak - anak panti. Selepas dari pengajian hari minggu yang selalu diikutinya, ia pasti akan datang ke panti sekedar untuk bercengkrama dengan anak - anak. Juga mengajarinya mengaji sesuai permintaan Ibu Rosa.

Sharma menyanggupinya dengan ikhlas tanpa meminta imbalan, atau pun menerima gaji dari Ibu Rosa.

Ayah Sharma, adalah donatur tetap di panti asuhan Kasih Ibu ini. Sehingga Sharma pun ambil alih untuk terlibat di panti asuhan ini dengan upayanya sendiri.

*

*

"Kenapa datang terlambat?" tanya seorang wanita, pada pria yang baru saja duduk di hadapannya di sebuah restaurant

"Ada kendala di jalan." pria itu menyahut setelah melepas jas hitamnya dan menyampirkannya pada sandaran kursi.

"Kamu membuat ulah Rey?"

"Tentu saja tidak. Hanya kendala kecil, aku sudah mengatasinya."

Reyhan menyahut santai.

Yah, dia adalah Reyhan.

Galih Reyhan Artaffa, seorang anak tunggal yang menjalankan bisnis keluarganya. Dia inilah, pria yang tadi mendapat sedikit ceramahan dari Sharma.

Sedangkan wanita yang duduk di hadapannya hanya mengangkat bahu acuh, ia hapal bagaimana karakter pria tersebut.

TBC

Semoga suka:")

Terpopuler

Comments

Fay

Fay

ku mampir baca novelnya krn sdh tamat dan ngk panjang2 bab nya😃

2022-08-17

0

Moms Rafialhusaini 🌺

Moms Rafialhusaini 🌺

aku mampir Eva baru ketemu sama novel ini tetap suka sama karya mu👍👍👍

2021-02-16

1

Novi Gugel Aja Dh

Novi Gugel Aja Dh

aku mampir ....masih nyimak...🤫🤫🤫

2021-02-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!