"Bu ustadzah, bantuin Nazwa bikin PR dong" Nazwa mengetuk pintu kamar Sharma, Husaen dan Salamah yang sedang menonton televisi setelah selesai makan malam hanya menoleh saja pada Nazwa yang menempel pada pintu kamar putri mereka
"Kak Sharmanya lagi solat mungkin Naz, tunggu sebentar" Sahut Husaen sambil menghampiri Nazwa
"Tadi pas abis makan Kak Sharma langsung solat, Ayah"
"Coba dipanggil lagi" Suruh Salamah, Nazwa mengangguk seraya mengetuk lagi pintu kamar Sharma
"Kak Sharma" Anak itu sedikit berteriak
"Iya iya, ukhty. Sabar ya!" Sahut lembut Sharma dari dalam kamarnya
"Nah, itu Kak Sharma!"
"Sebentar ya"
Tak lama, Sharma membukakan pintu dengan masih mengenakan mukena
"Lagi solat Shar?" Tanya Husaen yang masih berdiri didepan pintu kamar Sharma dengan Nazwa
"Ini, Yah. Tadi habis solat malah ketiduran"
"Kamu sakit?" Salamah ikut menimbrung sambil menoleh pada Sharma
"Enggak Bunda"
Salamah hanya mengangguk angguk, baguslah anak gadisnya tidak kenapa napa
"Ayo, mau dibantu bikin PR" Sharma mengajak Nazwa untuk masuk ke kamarnya, Nazwa menurut
"Kalo Kak Sharma nggak nyaut, sabar sedikit yah ukhty" Sahut Sharma setelah keduanya berada didalam kamar, menyindir Nazwa yang tadi berteriak didepan pintu kamarnya
Sementara Nazwa hanya cengengesan, sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya, membuat Sharma hanya menggelengkan kepala melihatnya
"Kak Sharma tadi sore dianter Om Dokter yah?" Tanya Nazwa sambil membuka buka lembaran bukunya
Sharma yang sedang melipat perlatan solat hanya mengangguk pada suadara sepupu kecilnya itu
"Om Dokter suka sama Kak Sharma yah?"
Sharma tersenyum, meraih kerudung pashmina panjangnya dan kemudian memakainya, lalu duduk di hadapan Nazwa
"Mana sinih PR nya, Kakak mau liat"
"Aisshh, Nazwa kan lagi nanya!" Keluhnya sambil menyerahkan buku tugasnya pada Sharma
"Boleh nanya, tapi jangan masalah cowok. Oke!"
Nazwa cemberut
"Kak Sharma nggak asik!"
"Jadinya mau dibantu bikin PR nggak nih"
"Ihh, iya deh iya!"
*
*
Sharma tengah menunggu Taxi, ojeg, atau apa saja kendaraan yang bisa ditumpanginya untuk cepat pergi ke kantor, atau ia akan terlambat nanti. Tapi nihil, ia tidak menemukan taxi satu pun, ia menyesal tidak ikut berangkat bersama saja dengan sang Ayah tadi pagi
Sesekali Sharma melihat pergelangan tangannya, dimana arloji hitam kecil melingkar ditangan mungilnya
"Telat enggak yah" Lirihnya sambil mengipasi wajahnya yang berkeringat karena mulai terpapar sinar matahari yang mulai meninggi
Saat sedang panik menunggu, sebuah mobil putih menepi dihadapan Sharma, Sharma hanya mengernyit. Pasalnya, ia tau jika mobil yang menepi dihadapannya adalah mobil yang dikemudikan Akbar kemarin, mobil bosnya. Dan kemungkinan sekarang didalam mobil itu bosnya tengah duduk dengan angkuhnya, menertawakan dirinya yang kepanasan menunggu kendaraan
Ah tidak. Jangan seudzon
"Sharma"
"Mas Akbar"
Begitulah, jika diluar kantor maka Sharma memanggil Akbar dengan sebutan yang tidak formal, mengingat Akbar yang jauh lebih dewasa darinya. Pun ia memang akrab dengan Akbar dan juga Indah, istrinya
*
*
Reyhan sibuk menggulir ipad yang diserahkan oleh Akbar, melihat beberapa jadwalnya hari ini. Dan rencananya, pukul setengah dua siang, ia akan datang ke sebuah panti asuhan untuk menjadi donatur tetap disana, sesuai dengan permintaan mendiang sang kakek 1 tahun yang lalu
Sebenarnya adalah hal yang mudah bagi Reyhan untuk melakukannya, hanya saja kesibukannya selama ini, cukup membuatnya kesulitan untuk datang kesana secara langsung
"Pak"
Reyhan mendongak, melihat Akbar yang tengah fokus menyetir
"Ada apa?"
"Didepan ada Sharma" Sahutnya setengah ragu. Gara gara kejadian menggoda sang Bos kemarin, Akbar sempat diturunkan dijalan, meski pada akhirnya Reyhan kembali memanggilnya karena ia sedang malas menyetir
"Lalu?"
"Sepertinya dia sedang menunggu kendaraan!"
Reyhan melihat ke arah pandang Akbar, diam sebentar, sampai kemudian ia menyuruh Akbar untuk menepi dan mengajak Sharma berangkat bersama ke kantor
"Mau ke kantor?" Basa basi Akbar, setengah bingung Sharma mengangguk. Sedangkan Reyhan yang duduk dikursi belakang hanya menggeleng heran mendengar pertanyaan Akbar
"Iya Mas"
"Mas?" Reyhan bergumam sendiri
"Mari"
"Hah?"
"Kita berangkat bersama"
Sharma diam diam melirik pada kaca jendela mobil belakang, tapi nihil kaca mobil sangat gelap, dan ia tidak melihat bosnya berada di dalam, ia tidak ingin satu mobil dengan bos yang kekeuh menyuruhnya meminta maaf
"Tidak usah Mas, Sharma nunggu taxi saja"
"Sudah siang Sharma, nanti kamu terlambat"
"Tidak apa apa Mas"
Baru Akbar akan menyahut, suara sang bos dibelakangnya yang sudah membuka kaca jendela mobil mengurungkan niatnya
"Kamu mau saya pecat?" Ancamnya pada Sharma
"Saya, saya tidak terlambat" Sahut Sharma setengah terbata
"Tapi kamu akan terlambat jika hanya berdiri saja disini menunggu taxi!"
Sharma diam, meremas ujung roknya dengan perasaan bimbang, ia tidak ingin satu mobil dengan Reyhan. Tapi juga tidak bisa menolak paksaan bosnya
"Sharma"
"Iya Pak"
"Saya mengajak kamu karena kita satu arah" Sahut Reyhan dengan nada rendah, tanpa menatap Sharma
Sharma hanya mematung, fikirannya masih diselimuti kebimbangan
"Ayo Sharma, Pak Reyhan ada meteeng pagi ini dengan dewan direksi, nanti terlambat" Suara Akbar menginterupsi Sharma dari lamunannya
Sharma mengangguk dan masuk kedalam mobil, duduk dikursi belakang dengan Reyhan setengah ragu, Sharma amat sangat menjaga jarak dengan Reyhan yang duduk disamping kanannya
Mobil melaju, menembus panas pagi kota Jakarta, dengan kesunyian yang tercipta didalam mobil Reyhan Artaffa
Sampai kemudian setelah beberapa saat
"Bagaimana dengan sekarang?"
Sharma menoleh kesumber suara, dimana Reyhan tengah menatap padanya setelah mengatakan hal demikian
"Maksud Bapak?"
"Mumpung kita belum sampai di kantor. Kamu bisa meminta maaf pada saya sekarang" Tuturnya
Sharma mengalihkan pandangannya ke arah lain, sementara Akbar yang tanpa sengaja mendengar hal itu cukup merasa heran. Ada hubungan apa antara bos dan kawannya ini?!
"Cepat!"
"Apa Bapak haus akan permintaan maaf. Mengapa Bapak tidak maafkan saya saja dengan lapang dada tanpa harus mendengar permintaan maaf dari saya?"
"Memangnya bisa?"
"Kenapa tidak, justru dalam Al-Qur'an kita dianjurkan untuk memberi maaf" Sharma menyahut dengan tutur kata yang terdengar sangat santai, ia bahkan tidak terlihat emosi meski sang bos terus mendesaknya untuk meminta maaf. Padahal Sharma tidak bersalah apa apa
"Saya tidak ingin mendengar ceramahanmu, saya hanya ingin kamu meminta maaf. Apa itu sulit, apa Al-Qur'an tidak menganjurkan kepada kita untuk meminta maaf pada orang yang terdzolimi?"
Terdzolimi?
Dahi Sharma mengkerut mendengar ocehan ambigu bosnya. Sharma tersenyum tanpa menatap Reyhan, lalu kemudian
"Maaf"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Ahmad Muzt
next.
2022-12-15
0
Fay
menarik jg nih 🤗
2022-08-17
0
AR Althafunisa
selalu suka sama cerita outhor ❤
2021-09-08
1