EPISODE 18 - Timur Tengah

Beberapa jam kemudian....

Albert kini berjalan ke rumah sakit tempat dimana para tahanan dikumpulkan untuk menggantikan Boyce sebagai ketua.

"Akhirnya datang juga" Boyce berdiri lalu menghampiri Albert. Mereka saling berjabat tangan.

"Kenapa baru sampai?" tanyanya.

"Well... Lokasinya tak bisa diketahui, katanya arah utara, kok tak ada? aku sudah jalan ke sana selama 20 menit"

"Bukankah kau pernah jadi bagian Korps ini?"

"Itu benar, tapi tahanan yang kami tangkap selama Great Purge pertama tak dikumpulkan disini, melainkan langsung dibawa ke kuburan massal untuk dieksekusi"

"Ohh begitu...."

"Baiklah, ada apa memanggilku?" tanya Albert.

"Aku akan segera pergi untuk menghadiri sebuah acara penting, jadi aku minta padamu untuk menggantikan posisiku sementara" jawab Boyce.

"Tak ada Roter?"

"Dia pergi ke kota, ada urusan katanya"

"Baru saja?"

"Dari tadi, entah sudah berapa jam dia pergi'

"Baiklah, sampai kapan aku menggantikan posisimu?"

"Jika Roter sudah datang tapi aku belum datang, tolong tetap gantikan, soalnya aku tak tahu kapan selesainya, dikarenakan banyaknya serangkaian acara" Boyce mulai melepaskan armor khusus juga ban lengan yang dikenakannya.

"Acara apa? minum teh?"

"Darimana kau tahu?"

"Aku dikasih tahu oleh Daisy tadi saat menuju kemari"

"Ohh..."

"Tak datang juga tak apa-apa, lagian cuma minum teh aja, hahaha...." kata Albert

"Aku pembawa acara disana, juga ada keluargaku yang datang dari Inggris, jadi yaaa aku tak bisa menolak, belum lagi aku harus menghadiri perkumpulan orang-orang Polandia di Leipzig nanti" jawab Boyce.

"Perkumpulan orang-orang Polandia? hmmm... Menarik"

"Hanya perkumpulan biasa, rasanya sayang jika tak datang kesana"

"Memangnya kenapa?"

"Aku sudah cukup lama tinggal di Jerman juga masuk kedalam perkumpulan itu, jarang-jarang bisa bertemu sesama orang Polandia disini meskipun ada darah keturunan Inggris, sekalian juga mengetes bahasa Polandia ku, apakah masih fasih atau sudah agak lupa"

"Baiklah, hati-hati disana"

"Terima kasih... Oh yah, ini surat perintah ku dan rompi Korps" Boyce memberikannya.

"Kau bisa gunakan ini jika ditanya soal keperluanmu, sebab pangkat Teramiter milikmu tak akan berguna, mengerti?" tambahnya.

"Dimengerti"

"Bagus, kalau begitu aku pergi, kau bisa berkeliling di rumah sakit tua ini ataupun desa tak berpenghuni"

"Oke..."

Boyce pun pergi menuju mobilnya, meninggalkan Albert seorang diri disana.

.

.

.

Beberapa menit kemudian......

.

.

.

.

Sebuah mobil sedan berwarna abu-abu sedang kemari dan berhenti di depan pintu rumah sakit. Roter keluar dari mobilnya.

Orang-orang yang berada diluar langsung berdiri tegak dan memberikan hormat padanya, tak terkecuali Albert, meski ia adalah teman akrab lamanya Roter.

"Siang yang indah" ia tersenyum, berjabat tangan.

"Apakah Boyce sudah pergi?"

"Iya, dia sudah pergi"

"Baru saja?"

"Emm.... Sekitar 50 menit yang lalu"

"Kapan dia akan kembali?"

"Aku tak tahu, mungkin malam atau besok akan kembali. Dia akan terbang ke Leipzig"

"Leipzig?"

"Yups, ada pertemuan bagi orang-orang Polandia di sana. Oh iya, ini surat perintah dan rompi Korpsnya"

"Pegang saja hingga dia kembali"

"Baik"

Mereka berdua masuk kedalam bersama-sama. Di sana para tahanan tampak lebih banyak daripada pagi tadi. Tim medis yang dikerahkan makin banyak dikarenakan jumlah korban luka bertambah

"Perhatian!" seru salah satu penjaga pintu ketika Roter dan Albert memasuki ruang utama.

Semua orang langsung berdiri dan berdiri tegak menghadap ke arah Roter.

"Kembali duduk, tak perlu berdiri" ucapnya.

"Tahanan sepertinya terlihat agak banyak" tambahnya, pada Albert.

"Benar sekali, beberapa menit yang lalu kedatangan mobil yang mengangkut mereka kemari. Sebagian yang kabur dari Teramiter sudah ditangkap, walaupun sempat terjadi baku tembak"

"Aku juga melihatnya secara langsung ditengah kota"

"Serius?"

"Yeah, waktu itu aku sedang menuju toko roti, ada salah satu mobil yang dikejar mobil polisi. Mobil yang dikejar itu terguling, para polisi langsung mengeluarkannya dari dalam secara paksa. Awalnya ku kira ada aksi kejar-kejaran terhadap perampok, tapi wajahnya seperti ku kenal, ditambah lagi polisi memberi ku hormat"

"Ohh itu si Adrian dan rekannya, untungnya tak ada korban jiwa"

"Cepat sekali mereka sampai tengah Kota Berlin, padahal jarak Teramiter terbilang cukup jauh"

"Adrian berencana akan ke luar negeri untuk menghindari pembersihan besar-besaran, tapi dia tak tahu kalau kita punya mata-mata yang tersebar di seluruh dunia"

"Mana orangnya?"

"Sedang diobati, tunggu sebentar...."

"Adrian, berdiri!" tambahnya.

"S-siap!"

"Tak apa-apa, kembali duduk" kata Albert

"Saatnya memberi pengumuman" ucap Roter.

Ia kemudian maju ke depan sedikit.

"Perhatian!" seru Albert.

Orang-orang langsung berdiri tegak dan menghadap kearah Roter.

"Duduk saja" ucapnya.

"Baiklah, kalian yang dikumpulkan disini tahu maksudnya?" tambahnya.

Para tahanan itu hanya bisa terdiam dan tak ada yang berani menjawabnya. Suasana menjadi sangat sunyi.

"Kalian disini sebentar lagi akan mendapatkan konsekuensi Teramiter. Ya, itu benar sekali, hukuman sebab apa yang telah kalian perbuat selama berada di Teramiter. Meski tak ada bukti kuat, saya sangat yakin kalian akan merusak Teramiter cepat atau lambat dengan ditandai kinerja kerja yang abal-abal tiap harinya, juga tak amanah menjalankan tugas" kata Roter.

Ia kemudian berjalan melewati seluruh tahanan dengan perlahan, menambah kesan seram pada dirinya.

"Terhitung kejadian ini adalah yang kedua pasca Havontz dikudeta. Kalian berpikir bahwa saya tak pernah memerhatikan kinerja semua orang? itu merupakan kesalahan besar. Jangan menyamakan kepemimpinan saya dengan Havontz ataupun Royen, ayah saya"

"Mereka mungkin cukup tegas dan keras, tapi itu untuk kebaikan kalian semua, Teramiter, juga dunia ini. Meski saya agak lembut, jangan mengira bahwa saya adalah tipikal pengecut atau pecundang"

Suasananya menjadi hening seketika.

"Pembersihan ini tak hanya dilakukan disini saja, tetapi juga dari berbagai negara dimana semua perusahaan dan yayasan kita beroperasi disana, mereka sebentar lagi akan datang kemari menemani kalian"

"Perlu diketahui, saya tidak akan pernah memaafkan orang-orang seperti kalian yang manis diluar tapi pahit didalam. Saya tak pandang bulu dalam aksi pembersihan kali ini. Mau tua, muda, orang-orang terpelajar, teman, bahkan sahabat jika dirasa membahayakan Teramiter maka harus disingkirkan"

"Percuma saja menjadi anggota Teramiter kalau sikap dan sifatnya melenceng dari visi dan misi, lebih baik jadi warga sipil saja"

"Selain itu, bagi kalian terkait kerusuhan tadi malam sampai menewaskan beberapa anggota juga seseorang yang penting bernama Edelweis terluka, kalian akan dipindahkan ke dalam daftar hitam"

"Dengan kata lain kalian akan meninggalkan Teramiter juga dunia ini, atau bahasa kasarnya mati dalam penyesalan. Bagi yang kooperatif hanya akan dipenjara hingga masa waktu yang ditentukan"

"Kalian telah difasilitasi dengan fasilitas yang nyaman juga mewah tetapi malah berkhianat dan ingin menghancurkan Teramiter, saya benar-benar tak habis pikir dengan semua ini. Beruntung kalian sudah melewati masa kepemimpinan Royen. Dia tak akan memperlakukan kalian sebaik ini, malahan disuruh menggali tanah sedalam 4 meter tanpa pakaian"

"Ngomong-ngomong, saya akan mengundurkan diri dari status pemimpin dalam waktu dekat, entah keluar dari Teramiter dan hidup sebagai warga sipil atau tak aktif untuk beberapa tahun kedepan"

"Yang mana mungkin ini adalah pembersihan besar-besaran terakhir yang dilakukan oleh saya, saya tak tahu apakah pemimpin selanjutnya akan melakukan hal ini atau tidak demi menjaga keutuhan Teramiter juga perdamaian dunia untuk 500 atau 1000 tahun ke depan"

"Tetapi, jika dirasa pemimpin baru tak memimpin Teramiter dengan baik maka saya akan kembali dengan amarah yang dahsyat, ini hanya 10 persen dari amarah saya ke kalian"

"Baiklah, cukup sampai disini saja. Saya harap, kalian semua dapat belajar dari kesalahan masing-masing dan akan membuat diri menjadi jauh lebih baik lagi kedepannya. Kalian masih punya banyak waktu untuk berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa sebelum meninggalkan dunia ini"

"Memaafkanmu adalah tugas Tuhan, tapi mengirimkanmu ke sana adalah tugas saya. Sampai jumpa dialam lain. Pemuka agama akan datang kemari untuk mendoakan kalian agar dapat diterima disisi-Nya"

Roter berjalan keluar sambil diikuti oleh Albert dibelakang. Beberapa tahanan yang terlibat kerusuhan itu menjadi ketakutan karena akan menghadapi kematian sebentar lagi, raut wajahnya dipenuhi penyesalan. Namun apalah daya, mereka tak bisa berbuat banyak lagi.

"Ngomong-ngomong bagaimana dengan Peter dan yang lainnya tentang ini semua?" tanya Roter.

"Sama seperti pembersihan yang pertama" jawab Albert.

"Yeah, setidaknya kita berdua jangan terlalu dekat, itu akan memicu kecurigaan mereka terhadapmu"

"Soal itu sudah ku rahasiakan, sampai sekarang masih tak ada masalah"

"Ku harap tak ada hal yang tak menyenangkan yang terjadi"

"Mau ke desa tua dekat sini? beberapa tahanan akan siap untuk dieksekusi"

"Dieksekusi? perasaan aku belum memerintahkan hal itu"

"Mereka terlibat perlawanan dan membuat beberapa orang terluka. Kami memutuskan untuk membawanya ke sana untuk dikumpulkan"

"Baiklah, kita ke sana"

"Siap"

Mereka berdua kemudian berjalan kaki bersama-sama menuju desa tua yang tak berpenghuni.

.

.

.

Disisi lain.....

.

.

.

Berada di Jalur Gaza, orang-orang Teramiter yang sedang ditugaskan untuk misi kemanusian sedang membagikan bantuan bagi warga dan anak-anak yang terdampak konflik didekat perbatasan sambil disertai relawan dari berbagai negara.

"Halo, bagaimana harimu? apakah baik-baik saja?" Nadia bertanya dengan lembut sambil berlutut pada anak perempuan.

"Baik-baik saja" si anak tersenyum.

"Senang mendengarnya....."

"Ini ada pakaian dan sepatu baru, juga boneka untukmu, mari kakak pakaikan"

Melihatnya, si anak tampak sangat bahagia, Nadia membantunya memakaikannya.

"Kamu tambah cantik, jadi makin sayang" ia memegang pipinya.

"Terima kasih, kak" si anak memeluk Nadia.

"Iya, sama-sama.... Jalan ke tenda itu, yah, ada makan bersama"

"Iya...."

"Kak Nadia, apa kabar? lama tak jumpa" sapa seorang bocah perempuan.

"Alya? wahh.... sudah besar rupanya, terakhir kakak lihat kamu waktu masih balita"

"Waktu terasa cepat"

"Hahaha.... Alya gimana kabarnya?"

"Baik-baik saja, kakak gimana?"

"Sama...."

"Oh iya, bagaimana kabar orang tuamu?" tambahnya.

"Lagi mengantre di sebelah sana"

"Ohh... Begitu. Ini hadiah buat Alya, ada peralatan sekolah, pakaian, dan sepatu"

"Terima kasih banyak, kak"

"Belajar yang rajin, yah, biar pintar dan jadi orang yang berguna untuk bangsa dan negara, kakak yakin kamu akan jadi orang yang paling disegani nanti"

"Iya, kak...."

"Ya sudah.... Jalan ke tenda sana, yah, ada makan bersama untuk anak-anak disini"

"Iya..."

Beberapa menit kemudian, bantuan-bantuan yang diberikan kini tinggal sedikit dan anak-anak banyak yang telah mendapatkannya. Kini mereka berada didalam tenda, akan menikmati makanan secara bersamaan.

"Masih tersisa berapa? atau sudah habis?" tanya Nadia.

"Sisa lima, mau diapain ini?" tanya balik Hussein, rekannya.

"Emmm.... Taruh aja disitu, siapa tahu ada yang belum dapat"

"Ohh, oke...."

"Ayo kita tenda sana" ajak Nadia.

"Siap"

"Kak Nadia!" seorang bocah laki-laki memeluknya secara tiba-tiba dari belakang sambil memegang sebuah tas.

"Kakak Nadia bukan?" tanyanya.

"Iya, ada apa, yah?" Nadia berlutut dihadapannya.

"Masih kenal aku, kak?"

"Emmm.... Kayaknya kakak engga pernah liat, deh, wahh... Maaf, yah...."

"Aku Ahmad, kak, si kecil pemberani"

"Ahmad? wahh.... Lama tak kelihatan, makin besar aja kamu, yah...." ia mengelus kepalanya.

"Aku dengar kakak bertugas lagi disini, jadi aku langsung cepat-cepat kemari"

"Fufufufu.... Kamu sungguh totalitas sekali, terima kasih yah, sudah datang kemari, ini ada hadiah untukmu... Ada baju, peralatan sekolah, sepatu, dan mainan...."

"Terima kasih, kak..."

"Sama-sama...."

"Ibu dan ayah pasti bahagia melihatku sekarang" kata si Ahmad.

"Ahmad kok sendirian saja? mana ibu dan ayah? biasanya kakak lihat kamu bersama mereka berdua"

"Mereka berdua sudah gugur, ini pakaiannya ada didalam sini" Ahmad menyodorkan tasnya.

Nadia langsung dibuat terkejut bukan main.

"Serius!?" tanyanya.

"Iya, dua bulan lalu mereka gugur"

"Ya Tuhan...." Nadia langsung berdiri lalu berbalik ke belakang, tak sadar bahwa air matanya mengalir.

"Kamu tak apa-apa?" tanya Hussein.

"Aku baik-baik saja"

"Sini, biar aku saja yang gantikan kamu"

"Tidak, terima kasih, aku masih kuat"

"Ohh, baiklah...."

"Kak, kakak kenapa?" tanya Ahmad.

"Gapapa, kok, mata kakak terkena debu tadi" jawab Nadia.

"Kak Nadia nangis, tuh, hahaha...." sahut Hussein.

Nadia langsung melihat kearah belakang dengan tatapan kesal.

"Kenapa? bukankah jujur itu lebih baik?" tanya Hussein.

"Maafkan aku, kak, kalau Ahmad tak bisa datang bareng orang tua" kata Ahmad.

"Iya, iya, tak apa-apa, Ahmad.... Ini bukan salahmu, kakak turut bahagia melihat kamu masih dapat bisa bertahan hidup" Nadia memeluk Ahmad dengan lembut sambil menahan air matanya keluar

"Tapi selama Kak Nadia ada, Ahmad tak pernah merasa kesepian ataupun sedih. Bagiku kakak sudah menjadi bagian dari keluarga Ahmad, begitu juga dengan yang lain. Aku sayang sama Kakak Nadia"

"Te-terima kasih banyak Ahmad, semoga kamu... masih diberi ketabahan dan kuat menjalani hidup... kakak benar-benar t-tak bisa membayangkan kehidupanmu sekarang" Nadia sudah tak bisa menahan air matanya lagi.

"Jangan nangis, kak. Kata ibu orang yang kuat adalah orang yang bisa menahan emosinya" Ahmad menghapus air matanya Nadia.

Nadia tersenyum dan mencubit pipinya Ahmad

"Kamu benar-benar anak kuat, kakak sayang sama kamu...."

"Aku juga...."

"Jalan kearah tenda sana, yah, ada makan bersama anak-anak yang lain, *hiks... *hiks...."

"Iya..."

Nadia kemudian berdiri sambil menatap Ahmad yang tengah menuju tenda.

"Hidup terkadang memang terasa pahit, yah" ucapnya sambil menghapus air matanya.

"Yeah... Bisa dibilang begitu" Hussein tengah merapikan boks-boks yang berhamburan.

"Ahmad sudah merasakannya, ku harap dia makin kuat"

"Bicara soal dia, kisahnya juga mirip denganku"

"*Hiks... Sungguh?" Nadia merasa penasaran.

"Yeah, sejak kelas 2 SD aku sudah jadi anak yatim piatu. Mendengar kisahnya aku juga ingin menangis, tapi apalah daya.... Aku tak bisa"

"Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu jadi yatim piatu?"

"Semua berawal dari perang Irak tahun 2003, negaraku yang awalnya aman dan damai, kini kandas dan porak-poranda"

"Ahh... Aku tahu perang itu, pasukan koalisi menginvasi Irak karena dituduh mengembangkan senjata pemusnah massal, juga katanya terlibat dari tragedi 11 September 2001"

"Tepat sekali. Awalnya aku membenci mereka karena telah mengacaukan negara yang berdaulat, termasuk orang-orang kulit putih dari negara barat. Bahkan, ketika Irak sudah jatuh dan pasukan Koalisi membuat pangkalan di sana, aku makin membencinya sebab mereka semena-mena terhadap warga sipil" jawab Hussein.

"Tetapi kebencian itu mulai memudar seiring berjalannya waktu, aku memutuskan membantu siapa saja, tak peduli musuh sekalipun"

"Haaah.... Jujur, aku juga kasihan dengan presiden Amerika yang melancarkan aksi tersebut"

"Kenapa?" tanya Nadia.

"Pasti dosanya banyak, bahkan ketika ia meninggal pun dosanya tetap mengalir. Belum lagi ketika ia masuk pengadilan akhirat, banyak orang-orang Irak gugur semasa konflik meminta pertanggungjawabannya"

"Tapi kepercayaannya berbeda"

"Aku tahu, ini menurut pandangan agama kita, kau tahu? memfitnah lebih kejam daripada pembunuhan, bahkan perbuatan itu sangat sulit untuk diampuni oleh Tuhan. Aku kasihan padanya"

"Kau benar...."

"Kira-kira kalau boleh tahu, bagaimana orang tuamu bisa gugur?" tambahnya.

"Waktu itu ketika malam hari terdengar suara jet tempur, aku sedang mengerjakan tugas sekolah, tiba-tiba sebuah bom menimpa dan meledakkan rumahku. Setelah kejadian itu, aku sudah ada di rumah sakit dengan infus ditangan, untungnya aku hanya mengalami luka ringan" jawab Hussein.

"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"

"Aku tak bisa menceritakannya lagi, itu adalah luka dalam yang tak bisa sembuh, intinya orang tua dan saudaraku semuanya gugur, hanya tersisa aku sendiri"

Suasana menjadi hening seketika.

"Ku rasa masing-masing hidup kita cukup pahit jika diceritakan" kata Nadia.

"Yaa mau gimana lagi? sudah jadi nasib tinggal di negara Timur Tengah pada abad ini, yang penting harus kuat menjalani hidup, hahaha...."

"Yeah, aku setuju...."

"Ngomong-ngomong ketika aku beranjak dewasa, aku berniat untuk menjadi relawan yang menyalurkan bantuan-bantuan bagi seluruh orang yang terkena musibah, hingga menjadi bagian dari Teramiter" kata Hussein.

"Selain itu, melalui Teramiter kita tidak hanya mencoba mempertahankan perdamaian dunia, tetapi juga belajar bagaimana cara membuat atau menciptakan dunia menjadi aman dan damai tanpa melakukan peperangan. Yaa.... Walaupun terkadang Roter sedikit keras hingga menggunakan militer, berbeda dengan ayahnya" tambahnya.

"Ehem, ehem...." seorang relawan Teramiter menegur Hussein sambil mengangkat boks.

"Aaa.... Maksudku... Roter adalah orang yang baik, dia suka membantu siapa saja tanpa memandang ras ataupun agama. Aku sangat bangga punya pemimpin sepertinya, apalagi dengan ayahnya, mereka berdua benar-benar orang yang baik, a– hahaha...." Hussein tampak canggung.

"Nah... Aku hanya bercanda, kawan, hahaha" relawan Teramiter itu tertawa melihat sikapnya Hussein.

"Aku juga beranggapan begitu, awalnya aku mengira Teramiter adalah tempat menyewa jasa pembunuh bayaran, tapi setelah dicari tahu dan dapat jawabannya langsung darinya.... Teramiter bukanlah tempat yang buruk, tapi tempat yang menakjubkan" kata Nadia pada Hussein.

"Tepat sekali, Nadia... Tepat sekali" Hussein tersenyum sambil mengangkat barang.

"Yooo.... Apakah kalian selesai?" Amir menghampiri mereka.

"Amir? darimana saja kamu?" tanya Nadia.

"Tadi aku sedang asik mengobrol dengan tentara Israel di sana, hehehe..... Sekalian memberi tahu mereka agar tak melewati garis perbatasan, juga membagikan sedikit makanan"

"Lalu bagaimana hasilnya?"

"Direspon cukup baik, kami juga membahas mengenai masalah yang terjadi disini sambil membantu orang-orang yang kesulitan"

"Kerja bagus" puji Hussein.

"Nadia? kenapa matamu? kok merah gitu?" tanya Amir.

"Biasalah... Dia nangis tadi, hahaha" jawab Hussein.

"Hahahaha!!" Amir tertawa.

Nadia dibuat kesal oleh Hussein.

"Cih...." ucapnya

"Nangis kenapa?" tanya Amir.

"Yaa... Kau tahulah maksudku" Hussein tersenyum jahil.

"Hmmm?? aku paham, hehehe...." Amir juga tersenyum

"Hey, hey, apa yang kalian berdua bicarakan?!" Nadia merasa kesal.

"Tidak ada, haha...." jawab Amir.

"Kalian berdua suka begitu, aku benci kalian, hmph!" Nadia memalingkan pandangnya.

"Husein, want to come with us to eat together there? it's lunch time (Husein, mau ikut kami makan bersama di sana? sudah waktunya makan siang)" rekan-rekan Hussein dari relawan yang lain menegurnya dari belakang.

"I'll be there soon (Aku akan segera kesana)"

"We are waiting for you there (Kami menunggumu disana)"

"Okay...."

Teman-teman Hussein pun pergi meninggalkannya.

"Oh iya, aku ada kabar, rencananya Tuan Albert akan datang kemari" kata Hussein.

"Sungguh?" tanya Nadia

"Yeah, hanya beberapa hari saja. Memberikan laporan tentang wilayah ini ke Tuan Schädel juga melakukan kegiatan jual-beli, serta tim medis akan dikerahkan kemari lebih banyak lagi"

"Saatnya menyambut kedatangannya nanti, suatu kehormatan bisa bertemu Tuan Albert secara langsung"

Ditengah-tengah pembicaraan itu, terdengar suara sirine serangan udara yang cukup keras dan menggelegar.

"Dah mulai dah...." ucap Hussein, menatap kearah kota negara sebelah.

Sebuah rudal terbang rendah diatas mereka yang sebentar lagi akan mencapai target. Orang-orang yang berada di luar berlari menuju shelter untuk berlindung dari bahaya. Para relawan berusaha memandu dan menenangkan mereka agar tak terlalu panik.

"Hussein! cepat berlindung!" panggil Amir.

"Hussein!" panggil Nadia.

Hussein tak memperdulikannya dan asyik meminum air putih sambil duduk dengan santai menatap kearah wilayah Israel dimana rudal ditembakkan.

"Sial! dia tak menjawabnya" kata Amir.

Ia kemudian mendekatinya untuk segera membawa Hussein pergi dari sana.

"Hey! ayo pergi dari sini! disini tak aman!" ucapnya.

"Tak akan kena kesini, santai saja..."

"Bukan masalah tak kena, ini tentang nyawamu, kawan! jangan bertindak konyol! aku tak mau ada korban luka atau tewas pada pihak relawan atau warga sipil!"

"Percayalah padaku, benda terbang itu tak akan kesini"

"Berhenti bertindak seperti orang gila! tindakanmu itu dapat mengancam nyawa juga orang-orang sekitarmu!'

Tak ingin ada perdebatan, Hussein pun menuruti perintah Amir.

"Baiklah, baiklah.... Aku akan pergi ke shelter segera" ia berdiri sambil meminum minumannya.

Episodes
1 EPISODE 1 - Pensiun
2 EPISODE 2 - Alien dan kafe
3 EPISODE 3 - Persiapan
4 EPISODE 4 - Berangkat
5 EPISODE 5 - Jepang
6 EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7 EPISODE 7 - Teman lama
8 EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9 EPISODE 9 - Kekacauan
10 EPISODE 10 - Pekerjaan
11 EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12 EPISODE 12 - Musuh
13 EPISODE 13 - Konflik
14 EPISODE 14 - Permainan
15 EPISODE 15 - Rapat
16 EPISODE 16 - Mata-mata
17 EPISODE 17 - Great Purge
18 EPISODE 18 - Timur Tengah
19 EPISODE 19 - Eksekusi
20 EPISODE 20 - Pembahasan
21 EPISODE 21 - Licik!
22 EPISODE 22 - Kisah
23 EPISODE 23 - Penyakit
24 EPISODE 24 - Kecurigaan
25 EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26 EPISODE 26 - Pulang
27 EPISODE 27 - Hari yang biasa
28 EPISODE 28 - Kunjungan
29 EPISODE 29 - Obrolan
30 EPISODE 30 - Seseorang
31 EPISODE 31 - Hari cerah
32 EPISODE 32 - Rumah
33 EPISODE 33 - Do Svidaniya
34 EPISODE 34 - Nostalgia
35 EPISODE 35 - Perjalanan
36 EPISODE 36 - Telah sampai
37 EPISODE 37 - Perkara sulit
38 EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39 EPISODE 39 - Motivasi
40 EPISODE 40 - Pertemuan
41 EPISODE 41 - Veteran
42 EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43 EPISODE 43 - Rencana
44 EPISODE 44 - Ketakutan
45 EPISODE 45 - Kesalahan
46 EPISODE 46 - Dokumen
47 EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48 EPISODE 48 - Masalah Besar
49 EPISODE 49 - Resolusi
50 EPISODE 50 - Awal
51 EPISODE 51 - Rutinitas
52 EPISODE 52 - Kegiatan
53 EPISODE 53 - Latihan
54 EPISODE 54 - Draft
55 EPISODE 55 - Gelagat
Episodes

Updated 55 Episodes

1
EPISODE 1 - Pensiun
2
EPISODE 2 - Alien dan kafe
3
EPISODE 3 - Persiapan
4
EPISODE 4 - Berangkat
5
EPISODE 5 - Jepang
6
EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7
EPISODE 7 - Teman lama
8
EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9
EPISODE 9 - Kekacauan
10
EPISODE 10 - Pekerjaan
11
EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12
EPISODE 12 - Musuh
13
EPISODE 13 - Konflik
14
EPISODE 14 - Permainan
15
EPISODE 15 - Rapat
16
EPISODE 16 - Mata-mata
17
EPISODE 17 - Great Purge
18
EPISODE 18 - Timur Tengah
19
EPISODE 19 - Eksekusi
20
EPISODE 20 - Pembahasan
21
EPISODE 21 - Licik!
22
EPISODE 22 - Kisah
23
EPISODE 23 - Penyakit
24
EPISODE 24 - Kecurigaan
25
EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26
EPISODE 26 - Pulang
27
EPISODE 27 - Hari yang biasa
28
EPISODE 28 - Kunjungan
29
EPISODE 29 - Obrolan
30
EPISODE 30 - Seseorang
31
EPISODE 31 - Hari cerah
32
EPISODE 32 - Rumah
33
EPISODE 33 - Do Svidaniya
34
EPISODE 34 - Nostalgia
35
EPISODE 35 - Perjalanan
36
EPISODE 36 - Telah sampai
37
EPISODE 37 - Perkara sulit
38
EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39
EPISODE 39 - Motivasi
40
EPISODE 40 - Pertemuan
41
EPISODE 41 - Veteran
42
EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43
EPISODE 43 - Rencana
44
EPISODE 44 - Ketakutan
45
EPISODE 45 - Kesalahan
46
EPISODE 46 - Dokumen
47
EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48
EPISODE 48 - Masalah Besar
49
EPISODE 49 - Resolusi
50
EPISODE 50 - Awal
51
EPISODE 51 - Rutinitas
52
EPISODE 52 - Kegiatan
53
EPISODE 53 - Latihan
54
EPISODE 54 - Draft
55
EPISODE 55 - Gelagat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!