EPISODE 6 - Memulai kehidupan

Tengah malam, pukul 12.00 waktu setempat.

Orang-orang yang ada dirumah itu sudah tertidur dikamarnya masing-masing untuk beristirahat. Suasana rumah menjadi sangat sunyi, hanya terdengar beberapa suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.

Berada diruang keluarga, Roter sedang asyik duduk dengan televisi dalam keadaan menyala sambil membaca buku penelitian milik peninggalan ayahnya. Ia ditemani secangkir kopi hangat agar dapat bergadang lebih lama.

"Tak ku sangka karya punya ayah lebih gila daripada punyaku. Dia ingin menghidupkan orang yang sudah mati bahkan membuat makhluk hibrida juga virus untuk senjata biologi" ucapnya.

"Banyak macam model manusia, hewan, virus, bahkan tumbuhan yang dimodifikasi untuk menciptakan spesies baru. Mereka yang digambarkan disini seperti monster"

"Apa yang dipikirkan oleh ayahku? dia tak pernah mengenjang pendidikan di universitas, dia hanya lulusan akademi militer, sama sepertiku"

"Mungkinkah dia belajar secara otodidak? Tapi itu aneh sekali, setidaknya dia harus punya beberapa asisten untuk mengembangkan proyeknya ini"

"Hmmm... Bisa jadi ini adalah kerjasamanya dengan Revilium"

"Tidak, tidak, tidak! buku karya ilmiah ini sudah lebih lama sebelum dia bertemu dengannya"

"Atau mungkin gara-gara karya dan buku ini yang menjadi penyebab ayahku menghilang tanpa jejak"

"Sebaiknya aku harus berhenti memikirkan hal itu, aku harus ikhlas akan kepergiannya. Suatu saat Tuhan akan memberikan rahmat-Nya kepadaku" Roter menutup bukunya dan menaruhnya. Ia kemudian meminum secangkir kopi miliknya.

"Sepertinya ada yang tak suka dengan keluargaku. Tapi mengapa ia harus melakukan hal ini jika tak suka? ku harap kakek dan nenek tak menjadi korban selanjutnya di Jerman" tambahnya.

"Hooaam... Kenapa harus terbangun ditengah malam begini, sih? sudah dua hari terus begini" si ibu tengah berjalan menuruni tangga. Ia kemudian menuju ruang keluarga untuk mengambil sesuatu yang tertinggal.

Tiba-tiba saja,

"Sial! ibu!" Roter nampak terkejut.

"Roter.... Kenapa tak tidur, hah!?" si ibu tampak sangat marah.

"Yaa kan aku gak ada kerjaan besok, bu... Aku sudah besar, tak perlu ibu ingatkan aku untuk tidur"

"Apakah ibu terlihat peduli? tidak! sekarang pergi tidur!"

"Bu... Yang harus ibu perhatikan itu adalah Monika bukan aku. Aku hanya butuh istirahat sebentar"

"Kenapa tak tidur saja jika kamu butuh istirahat?!"

"Ayolah, bu... Sekali saja... Aku ingin tau rasanya bergadang di negara ini"

"Rasanya sama seperti di Jerman! gimana? sudah puas?"

"Ayolah, bu.... Aku janji gak akan keluar malam-malam. Aku bukan laki-laki nakal. Aku tak suka minum alkohol"

"Pergi tidur sekarang! pergi!"

"Bu... Hanya hari ini saja... Aku mau nonton TV, acaranya seru"

"Tidak! pergi ke kamarmu sekarang!"

"Gak mau, ah!" Roter membantah perintahnya.

Mendengar hal tersebut, si ibu langsung marah, ia mengambil sapu didekatnya dan berjalan kearah Roter dan melayangkan beberapa pukulan. Akan tetapi, tak ada yang berhasil mengenainya dikarenakan Roter cukup pandai untuk menghindar.

"Bu, ampun bu! ampun! aku cuma mau nonton TV aja!"

"Gak! gak boleh! pergi tidur atau masa lalu burukmu terulang kembali!"

"Ampun, bu! Roter mau bergadang hari ini saja!"

Beberapa saat kemudian, ia akhirnya keluar dari ruangan tersebut dan cepat-cepat naik keatas menuju kamarnya sambil dikejar oleh ibu. Tak berselang lama, Roter akhirnya sampai dikamarnya. Ia langsung menutup pintu dan menguncinya agar tak dapat dimasuki oleh si ibu.

"Roter! buka pintunya! Roter! nyawamu tak akan selamat jika pintunya tak dibuka!" si ibu menggedor-gedor pintu.

"Dasar anak sialan!" tambahnya.

"Ini aku mau tidur, bu..." kata Roter

"Yeah, tapi kamu akan berulah lagi!"

"Engga, bu... Aku beneran mau tidur"

"Awas ibu lihat kamu diluar kamar"

"Iya, aku gak akan keluar"

Si ibu berbalik badan.

"Ngomong-ngomong, boleh aku ambil buku yang tertinggal?"

Melihat ada kesempatan, si ibu mengizinkannya.

"Iya, cepat sana ambil!"

Si ibu bersembunyi disamping pintu. Roter lalu membuka pintunya perlahan dan melihat kearah kiri dan kanan memastikan tak ada si ibu. Dirasa cukup aman, ia berjalan secara perlahan agar tak menimbulkan suara.

Berada di ruang keluarga, Roter mengambil bukunya. Bukannya pergi setelahnya, ia malah menonton televisi dengan volume suara yang sangat kecil. Ia mematikan lampu agar tak dapat dicurigai. Disaat-saat sedang asik menonton sambil tertawa kecil, diam-diam si ibu memasuki ruangan tersebut sambil memegang sapu dengan erat.

"Jadi ini yang kamu bilang tak berulah lagi?" ucap si ibu dengan suara yang kecil.

"Akan ibu beri pelajaran!" ia tersenyum sinis.

TLAK!!

Saklar lampu dinyalakan, Roter langsung terkejut melihat si ibu ada dihadapannya. Ia langsung panik, ketakutan, keringat dingin, dan pasrah akan tubuhnya terukir bekas pukulan yang menyakitkan.

"Ternyata kamu licik sekali, yah" ucap si ibu.

"Dah lah... Tak ada gunanya untuk lari" Roter tampak pasrah.

Ia pun akhirnya mendapatkan banyak pukulan keras dari ibunya menggunakan gagang sapu.

.

.

.

Keesokan harinya.....

.

.

.

Si ibu kini sedang membuatkan sarapan untuk kedua anaknya yang masih tertidur dan membereskan rumahnya. Meskipun keadaannya tampak sedikit lesu, ia tetap berusaha semangat dihari yang baru itu.

"Monika... Bangun, sayang... hari ini sekolah, lho... Kalau tak bangun nanti terlambat" ia membangunkan anak perempuannya.

"Sebentar, bu... Lima menit lagi" Monika mengubah posisi tidurnya.

"Bangun tidak? satu... Dua... Ti–"

"I-iya, iya, iya, aku sudah bangun sekarang"

"Mandi cepat, jangan lama-lama, ibu juga belum mandi"

"Iya, iya..." Monika dengan perasaan lesu berusaha mengumpulkan nyawanya.

"Hoaam... Kenapa tiap pagi harus selalu begini?" tambahnya.

Si Ibu kemudian berjalan kearah pintu kamarnya Roter dan memasukinya. Berada didalam, ia melihat putra kesayangannya masih tertidur pulas. Dengan perasaan bersalah malam tadi, Ibu langsung membangunnya untuk sarapan.

"Roter.... Bangun, nak.... Sarapan... Ibu nanti mau pergi kerja" ia membangunnya dengan lembut.

"Iya, iya..." Roter bangun dari tempat tidurnya, "Hooaamm... Ngantuknya..." lanjutnya dengan sedikit lesu.

"Sarapan dulu dibawah"

"Iya, bu..." Roter berjalan keluar dari kamar.

"Cuci mukanya"

"Siap..."

Setelah Roter keluar dari kamar, si Ibu kemudian berdiri dan memandangi sebuah foto mesra bersama dengan suaminya, yakni Royen. Ia memegang bingkai foto tersebut dengan perasaan yang sedih.

"Royen.... Kapan kamu kembali? aku masih berharap kamu dapat kembali.... Aku selalu menyebut namamu dalam doa berharap kita dapat berkumpul seperti dulu.... Dua anak kita kini sudah tumbuh dewasa, mereka kehilangan sosok ayah yang kuat sepertimu.... Kadang aku selalu menangis sendirian memikirkanmu...."

"Royen... Aku berusaha memecahkan masalah tentang kasus yang menimpa dirimu, tapi tak pernah ku dapatkan jawabannya dan sudah 7 tahun lamanya kamu menghilang.... Kasus hilangnya dirimu sebentar lagi akan ditutup. Aku ingin menangis melampiaskannya namun tak bisa. Aku hanya bisa pasrah mengikhlaskan kepergianmu...."

"Jika kamu masih hidup kita semua pasti sudah pindah ke Jerman. Mungkin ini adalah takdir yang Tuhan berikan agar aku tetap kuat. Aku senantiasa mendoakanmu di gereja.... Aku ingat betul bagaimana kita pertama kali bertemu"

"Aku masih ingat dengan pernikahan kita berdua. Setiap tahun aku selalu merayakan hari pernikahan kita disini walaupun sendiri. Rasanya memang cukup berat tanpa adanya kamu, Royen. Tapi aku harus menjalaninya dengan tabah. Sesuai dengan perkataanmu, “wanita sejati adalah wanita yang tetap mencintai pasangannya meski jarak dan maut yang memisahkannya.” Aku harap kamu masih hidup dan dapat ditemukan kembali"

"Aku benar-benar mencintaimu, Royen.... Semoga ada akhir yang manis dalam kepahitan ini...."

"Lihat itu, kak.... Ibu nampak sedih" ucap Monika dengan suara kecil, mengintip bersama Roter.

"Yeah, sudah 7 tahun ayah kita menghilang dan tak kunjung ditemukan"

"Kita masih bisa menemukannya, kak!"

"Itu mustahil, Monika... Kita butuh lebih banyak petunjuk. Aku juga berusaha mencarinya namun hasilnya nihil"

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Seperti yang ibu bilang, kita harus memasrahkan kepada Tuhan dan mengikhlaskannya"

"Ibu berjalan kemari! cepat pergi" ucap Monika.

"Kembali ke dapur!" ucap Roter.

Mereka berdua langsung cepat-cepat turun ke bawah. Setelah itu, si Ibu langsung keluar dan berjalan menuruni tangga.

"Kalian berdua sudah sarapan?" tanya si Ibu.

"Sudah, bu... Lumayan enak makanannya, sudah lama tak merasakan makanan buatan ibu, hehe...." jawab Roter.

"Tapi kayaknya ibu tak bisa buat makan siang"

"Kenapa?"

"Ibu kerja sampai sore bahkan pulang malam, kalau mau makan siang bikin sendiri" jawab Monika.

"Monika benar, harus bikin sendiri. Hanya hari minggu Ibu bisa buatkan makan siang dan makan malam"

"Ouhh begitu"

"Bu... Kaos kaki panjangku dimana?" tanya Monika

"Dikamarmu"

"Gak ada disana"

"Ada... Makanya cari yang benar"

"Sebentar..." Monika berdiri dari tempat duduk dan menuju ke kamarnya.

"Baiklah, Roter.... Ibu akan berangkat kerja sebentar lagi. Kamu tolong jaga rumah, yah"

"Siap, bu... Itu bisa diandalkan. Jika ada pencuri yang membobol masuk rumah ini, akan ku patahkan tulang rusuknya"

"Bagus..."

"Monika.... Monika...." temannya Monika memanggilnya dari luar.

"Monika lagi-lagi suka terlambat begini.... Ajak temannya masuk kedalam" kata si ibu.

"Siap, bu..."

Roter berjalan menuju pintu dan membukanya. Akan tetapi, temannya Monika itu tiba-tiba terkejut melihat Roter menampakkan dirinya. Ia tidak tahu bahwa Monika memiliki seorang kakak laki-laki.

"Temannya Monika, yah?" tanya Roter.

"I-iya... Sa-saya temannya Monika, apa kabar" ia tampak canggung.

"Baik, saya baik-baik saja.... Mari masuk dulu...."

"Eh? t-tidak... Saya diluar saja"

"Tunggu sebentar" Roter masuk kedalam.

"Orang itu siapa, yah? kok dia ada dirumahnya, Monika? ja-jangan-jangan!?" temannya Monika berprasangka buruk.

"Mau roti?" Roter menawarkannya.

"B-boleh... Terima kasih banyak"

"Sama-sama..."

"Orang ini tampak baik dan terlihat tidak berbahaya, tapi mengapa dia ada dirumahnya Monika? apa mungkin Monika sudah punya pacar?" gumam orang itu.

Tak berselang lama, Monika akhirnya datang menghampiri temannya, bersiap untuk berangkat sekolah bersama-sama.

"Yo, Miruko... Maaf lambat, hehe..." ucapnya.

"Kak, aku berangkat dulu, yah" tambahnya.

"Iya, hati-hati dijalan"

Monika dan temannya pun pergi meninggalkan Roter sendirian disana.

"Monika, tadi itu siapamu? aku curiga kamu mulai jadi nakal" tanya Miruko.

"Nakal gimana? orang itu kakakku, kok"

"Oh itu kakakmu?"

"Yeah"

"Aku tak pernah lihat kakakmu selama ini"

"Kakakku dulu bekerja di Jerman, sekarang dia memilih pensiun dan tinggal disini"

"Ouhh, kira-kira apa pekerjaannya?"

"Jadi tentara, tapi sekarang berhenti"

"Kenapa harus berhenti?"

"Katanya sibuk mengurus peninggalan ayah kami, dia harus pergi kesana kemari dan juga buat laporan di dinas militernya. Belum lagi dia adalah salah satu prajurit dari bagian lapis baja yang terpenting"

"Kira-kira kemana ayahmu? aku sudah lama tak melihatnya"

"Ayahku menghilang 7 tahun yang lalu"

"Oh, aku lupa, maaf..."

"Tidak apa-apa"

"Ngomong-ngomong setelah SMA kamu mau lanjut kemana, Monika?" tanya Miruko.

"Entahlah aku masih bingung juga, padahal ini masih awal SMA aku sudah dibingungkan oleh ini. Lalu bagaimana denganmu, Miruko?"

"Setelah SMA nanti mungkin aku akan keluar kota, aku memilih kuliah di Tokyo"

"Wahh di Tokyo, pasti enak sekali disana...."

"Monika, nilaimu itu sangat tinggi dibandingkan aku dan teman-teman kita satu kelas bahkan juga satu sekolah. Sebenarnya kamu bisa mendapat beasiswa dan pergi ke universitas apa saja yang kamu mau, tentunya banyak pihak kampus mengincar orang-orang pintar sepertimu, sebenarnya aku iri denganmu"

"Jika aku tak mendapatkan jawaban untuk kemana aku akan lanjut, mungkin aku akan masuk akademi militer"

"Akademi militer?" Miruko merasa terkejut.

"Yeah, berarti aku akan pindah ke Jerman. Kakek, nenek, ayah, ibu dan kakakku sepakat mengatakan bahwa itu adalah solusi yang tepat, mengingat keluargaku berasal dari kalangan militer sejak dulu. Mungkin aku harus melanjutkan jalan mereka dengan cara menjadi militer. Kau tahu, Miruko? sebenarnya aku ingin mengabdi pada negara. Kepintaran ini justru malah menyiksa diriku sendiri"

"Aku sangat tak percaya kamu bisa memilih hal itu"

"Yaa mau gimana lagi? hanya itu jalan satu-satunya yang ku punya, tak ada pelajaran yang cocok bagiku"

"Hmmm..... Rupanya begitu, sangat sedih sekali kita akan berpisah nantinya"

"Ku rasa begitu, tapi jika aku berada di Jerman aku akan kembali ke sini untuk mengunjungimu, hahaha....."

"Kira-kira pulang sekolah nanti kamu ada waktu?" tanya Miruko.

"Tidak ada, untuk hari ini aku punya banyak waktu, memangnya ada apa?"

"Kamu mau ke kafe yang kemarin?"

"Katanya ada promo spesial yang terbatas dan juga akan mendapatkan suvenir kecil dari sana"

"Eh? seriusan?"

"Yeah, aku dengar dari kakak kelas yang sering kesana"

"Yosh! pulang sekolah kita langsung kesana"

"Haha... Okay. Ku harap kafe itu tidak ramai pengunjung nantinya"

"Sekalian bantuin aku mengerjakan tugas sekolah"

"Itu bisa diurus, hahaha...."

"Roter.... Roter..." panggil si Ibu.

"Iya, bu... Ada apa?"

"Ibu mau berangkat kerja, kamu tolong jaga rumah"

"Mau aku antarkan?"

"Tidak, terima kasih, ibu selalu diantar oleh anaknya Reino"

"Ohh begitu...."

Tiit... Tiit...

Suara klakson mobil berbunyi keras dari luar. Roter dan ibu keluar dari rumah. Berada disana, Roter tampak terkejut ketika tahu ibunya selalu diantar oleh Reiko, rekannya, menggunakan sebuah mobil Jeep tanpa atap.

"Pagi, Roter.... Hari yang cerah, yah" sapa Reiko, tersenyum ramah.

"Pagi juga, Bu Arabell ...."

"Pagi...." jawab mereka berdua.

"Reiko, nanti berhenti di toko rotimu, yah, ibu ingin membeli sesuatu" kata ibunya Roter.

"Siap, bu..."

"Jadi kamu yang selalu mengantar ibuku ke tempat kerja?" tanya Roter mendekat kearah Reiko.

"Yeah, tiap hari aku mengantarnya" ia tampak tersenyum.

"Aku curiga kau berbuat yang tidak-tidak. Langkahi dulu mayatku jika ingin menyentuhnya!"

"Woo... Woo.... Tenang, bung... Aku tak bermaksud jahat. Jalur toko rotiku dan tempat kerja ibumu itu sama. Ibumu berteman baik dengan ibu juga ayahku"

"Roter.... Buang prasangka burukmu itu jauh-jauh, ibu bisa jaga diri, Reiko tidak jahat"

"Betul itu, marahin aja dia, bu, hahaha....." Reiko menyenggol lengannya Roter.

"Sok asik lu, keparat!" gumam Roter.

"Ibu berangkat dulu, yah... Kalau mau makan siang kamu bisa bikin sendiri atau makan direstoran" kata si ibu pada Roter.

"Siap, bu...."

"Nikmati hari indahmu di Jepang, akan ada hal-hal yang unik disini" kata Reiko.

"Baik, terima kasih"

Ibunya Roter dan Reiko akhirnya pun pergi meninggalkan Roter sendirian dirumah. Dari kejauhan, ibunya tampak melambaikan tangan sambil tersenyum lembut padanya.

"Okeh.... Rumah sekarang sepi, apa yang harus kita lakukan?"

"Aha! melihat gudang bawah tanah"

"Saatnya memeriksa karya milik ayah"

Roter kemudian kembali masuk ke kamar dan mengambil kunci gudang bawah tanah. Setelah itu, ia langsung mendatangi ruangan tersebut.

"Hati-hati, sesuatu berbahaya ada didalam, dilarang mendekat" ia membaca tanda peringatan yang dibuat oleh ayahnya.

"Wah, aku tak peduli. Larangan adalah perintah, hahaha...."

Ia memasukan kuncinya, lalu ia membuka pintunya secara perlahan-lahan. Disana, Roter hanya melihat banyak rak dan tumpukan barang-barang yang sangat berhamburan dengan cahaya remang-remang.

"Halah, tak ada yang berbahaya disini"

"Mending masuk"

Roter memasuki gudang tersebut dan menuruni tangga yang memiliki bunyi sedikit seram. Setelah melewatinya, ia menemukan sebuah senter secara tidak sengaja. Ia langsung menggunakannya untuk melihat keadaan gudang tersebut.

"Kira-kira disimpan dimana makhluk hibrida buatan ayah?"

"Dimana mereka? aku tidak melihatnya sama sekali disini"

"Dibuku tertulis ada pada gudang ini dan makhluk-makhluk itu tersimpan disebuah tangki berisikan cairan yang amat dingin. Dan aku tak melihatnya"

"Apakah ia berbohong atau hanya ingin menjebak orang-orang yang ingin mencuri penemuannya?"

Dalam pencariannya itu, ia menemukan sebuah pintu kayu yang nampak lusuh dan masih digembok dibelakang sebuah lemari bekas. Seketika Roter penasaran dan mencurigai bahwa ruangan tersebut milik ayahnya.

Ia kemudian mendorong lemari yang menghalangi pintu. Setelah itu ia mengambil dua buah kunci pas untuk membuka paksa sebuah gembok. Gembok akhirnya lepas dan Roter membuka pintu itu secara perlahan.

Tampak bagian dalam dari ruangan itu terlihat sangat gelap gulita. Suara-suara gemuruh terdengar didalamnya memberikan kesan yang seram. Tanpa adanya rasa takut, Roter memasukinya dan melihat-lihat sekelilingnya.

"Jadi begini bagian dalam ruangan rahasia punya ayah?"

"Tampak rapi dan banyak ditempeli debu. Pasti sudah sangat lama tak dibersihkan. Aku tak melihat saklar lampu disini, sangat gelap sekali"

"Banyak tikus yang menghuni tempat ini. Sepertinya ruangan ini penuh akan harta karun yang bisa membuat Teramiter menjadi lebih kuat dibandingkan Kuromogramo, hahaha...."

"Ah... Ketemu juga saklar lampunya"

Satu persatu lampu menyala menerangi ruangan tersebut. Roter kini bisa melihat beberapa kapsul berukuran besar yang ditutupi sebuah kain. Rak-rak berdiri megah disekitarnya, banyak peti yang ditumpuk, dan beberapa makhluk hibrida yang gagal dibuat digantung seperti daging hewan.

"Ini bukan makhluk hibrida, ini lebih tepatnya monster atau mayat yang dihidupkan" ucapnya, melihat salah satu makhluk buatan ayahnya.

"Hiiih.... Dari bentuknya terlihat sangat menjijikkan. Ada dua tangan di punggung atas, kulitnya sangat pucat, pembuluh darah banyak yang timbul, ada duri disekujur punggung, kukunya panjang, dan banyak bekas jahitan ditubuh orang ini"

"Ini seperti penyiksaan. Apa yang dipikirkan oleh ayahku. Dia terlalu berambisi"

"Subject-202, Zerstörer (Penghancur)" ia membaca nama orang itu.

"Nama yang bagus, ku harap kau tak hidup" tambahnya.

Roter berbalik kebelakang dan mendekati kapsul besar tersebut. Ia lalu menyingkirkan kain yang menutupinya. Terlihat jelas beberapa orang yang dikurung didalamnya dengan disertai cairan dan memakai masker oksigen. Makhluk buatan ayahnya tampak seperti manusia biasa pada umumnya.

"Ini buatan ayah?"

"Tampak tak ada yang spesial"

"Ini hanya manusia yang dikurung. Aku kecewa melihatnya"

"Emm... Mungkin aku harus melihat ulang dibuku"

Roter kemudian keluar dari sana secara terburu-buru. Setelah itu, ia kembali membawa buku milik ayahnya. Ia mulai mencocokkan setiap gambar dengan aslinya.

"Hmmm... Semuanya terlihat sama, tapi diberi sebuah bekas cakaran pada punggung dan lengan kirinya"

"Ada yang satu, ada yang tiga, bahkan ada yang lima"

"Aku masih tidak tahu fungsi dari bekas cakaran itu, ayah tak menjelaskannya dibuku"

"Ohh! apakah itu untuk menandakan nomor seri? atau itu hanya bekas jahitan saja?"

"Ku rasa mungkin sebagai tanda makhluk mana yang memiliki banyak kelebihan dari yang lain. Sepertinya itu masuk akal"

"Tapi aku tidak tahu apa kelebihan yang dimiliki mereka, mereka tampak seperti manusia biasa. Intinya ada satu makhluk yang punya lima bekas cakaran, ku rasa dia yang terkuat"

"Subject-727, Schwerer Kämpfer (Petarung Berat). Hmm.... Akan ku namai dia sebagai.... Reugen, Reugen Zharomyjskie"

"Mulai sekarang kau akan bekerja untuk Teramiter. Jika kau memiliki akal, akan ku jadikan tangan kananku" ia tersenyum sinis terhadap makhluk itu.

Makhluk buatan yang memiliki empat tangan mencekik Roter dari belakang secara tiba-tiba berusaha membunuhnya. Roter balik melawan dengan cara memukul-mukul perutnya

Namun, kedua tangannya ditahan dan cekikan dileher semakin keras membuatnya kesulitan untuk bernapas. Tampak orang itu berbisik kepada Roter dan memberitahu identitas aslinya.

"Aku tahu ayahmu, aku tahu wajahmu, dan aku tahu kau adalah putranya" ucapnya

"Ayahmu itu sudah banyak menculik orang-orang untuk kepentingan hal ini. Dan sekarang kau harus membayarnya!" tambahnya.

"A-ayahku t-tak be-begitu!"

"Lalu apa artinya puluhan orang dibunuh diruangan ini? kau tahu, Roter Schädel? aku adalah satu-satunya orang yang masih dapat hidup meski diriku sudah dimodifikasi olehnya"

"A-ayahku a-akan terlihat kejam bi-bila ada orang y-yang membuat ke-kesalahan besar d-di Teramiter!"

"Itu tidak benar, itu hanyalah fakta yang dibalik. Aku benar-benar menyesal bekerja di Teramiter. Mereka hanya menguras tenaga orang-orang bahkan berambisi untuk menguasai dunia"

"La-lalu kenapa k-kau mendaftarkan d-diri disana?" Roter tampak tersenyum meski sedang tercekik

"Diam!" cekikan bertambah keras.

"Sekarang aku mendapatkan dirimu setelah hampir 7 tahun berdiam diri disini. Aku mendapatkan bisikan bahwa kau adalah orang yang berbahaya dan harus untuk dibunuh. Dan secara kebetulan aku menemui disini"

"Me-memangnya kau siapa?"

"Aku? aku adalah mantan pekerja Teramiter, namaku Dornier" jawab makhluk itu.

"Ayahmu menuduhku sebagai dalang dari kudeta yang gagal" tambahnya.

"Itu sudah tampak je-jelas, ka-kasusmu ada dibuku laporan a-ayahku"

"Diam! tuduhan itu tanpa bukti"

"A-apa yang kau inginkan?" tanya Roter.

"Akan ku buat dirimu hancur berkeping-keping dan ku buat Teramiter menjadi hancur! nyawamu berada diujung tanduk sekarang!"

"Coba saja j-jika berani...." Roter tampak tersenyum menantangnya

Ia langsung mendorong orang itu kebelakang menghantam tembok dengan sangat keras. Kemudian, ia membantingnya kebawah lalu memukul orang itu berkali-kali juga memutuskan salah satu tangannya.

Namun, makhluk itu memegang kedua kaki Roter dan menariknya hingga jatuh. Setelah itu, ia langsung dilempar menghantam rak. Orang itu lalu mendekati dan mengangkatnya dengan cara dicekik.

"Hanya ini kemampuanmu? padahal keluargamu sangat kuat. Royen sepertinya gagal membuatmu menjadi tangguh" ucapnya.

BRUUK!!

Roter dilempar lagi kesebuah tumpukan peti hingga menimpanya.

"Sungguh malang sekali nasibmu, Roter... Sebentar lagi kau akan mati dan Teramiter akan hangus dari bumi" ucap orang itu.

"Perkataan yang bagus, kawan!" jawab Roter.

Roter lalu melempar sebuah peti tepat dikepala orang itu. Kemudian, ia keluar dan menusuk perut orang itu menggunakan pisau yang ia dapat. Roter juga mendorongnya hingga menghantam tembok serta menancapkan pisaunya. Setelah berhasil dipojokkan, Roter langsung memutuskan semua tangan orang itu dan membuatnya berteriak kesakitan.

Tak cukup sampai disana, Roter menyumpal mulutnya dengan tangan yang terputus agar tak bersuara. Orang itu tak bisa berbuat apa-apa lagi dikarenakan tak mempunyai tangan untuk melawan. Ia terus mengeluarkan suara karena sakit yang dirasakannya. Roter pun hanya bisa melihatnya tersiksa dengan tatapan yang sinis.

"Ironi diatas ironi.... Mau mencoba membunuhku tapi malah dibunuh"

Roter melihat sebuah pistol yang tergeletak dibawah, ia langsung mengambilnya dan memeriksa magazennya. Kemudian, ia menodongkannya pada orang itu untuk membunuhnya.

"Selamat tinggal...." ucapnya dengan sinis.

DOORR!!! DOORR!! DOORR!! DOORR!!!

Roter melepaskan banyak tembakan kepadanya hingga pelurunya habis. Orang itu akhirnya telah mati sepenuhnya dengan darah yang mengalir cukup banyak dari tubuhnya. Roter mendekati dan memeriksa jasad orang itu.

"Kau sudah termakan oleh bisikan setan! imanmu lemah dan gampang dipengaruhi oleh sesuatu! kau akan kekal dalam neraka selama-lamanya!" ucapnya

"Ayahku tak akan begini jika kau tak terlibat dalam aksi kudeta! apa yang membuatmu melakukannya? dipengaruhi oleh Kuromogramo? atau tak suka dengan ayahku?" tambahnya.

"Dasar sampah! penuh hina! dan pantas untuk mati! orang sepertimu akan jatuh kedalam ketamakannya sendiri! kau tak akan bisa berkembang menjadi lebih baik! keluargaku adalah orang-orang kuat semuanya, jika mencari masalah dengan kami sama saja mencari mati!" tambahnya lagi.

"Pffuah! persetan denganmu!" ia meludahi jasad orang itu.

.

.

.

Beberapa jam kemudian....

.

.

.

Kini Roter terbaring disebuah kursi panjang di ruang keluarga setelah selesai makan siang dan membersihkan kekacauan yang ada di gudang tadi juga melakukan pemeriksaan terhadap makhluk buatan milik ayahnya. Ia sedang asyik bersantai sambil menikmati acara televisi sambil ditemani beberapa bungkus makanan ringan diatas meja.

"Setelah membersihkan rumah dan selesai makan siang, aku akhirnya bisa bersantai ria disini"

"Akan periksa setiap makhluk buatan punya ayah. Jika terasa sudah siap atau jadi, akan ku bawa ke Teramiter"

"Selanjutnya aku tak perlu khawatir untuk gagal, karena aku sudah memiliki buku karya ilmiah punya ayah ditanganku. Akan ku buat makhluk hibrida sebanyak mungkin untuk dijadikan pasukan"

"Lalu akan ku kerahkan mereka semua untuk menginvasi setiap negara juga menguasai bumi sepenuhnya. Dengan begini, tak ada lagi konflik dan gertak-menggertak antarnegara. Revilium akan tercengang denganku nantinya, hahaha...."

"Well, well, well.... Terlalu tinggi sekali impianku, yang ada aku malah dikutuk oleh Tuhan"

"Biasanya jam-jam segini aku masih duduk dimeja menyelesaikan pekerjaan di Teramiter, sekarang aku bisa terbebas dengan semua itu. Ku harap Erika dan lainnya mengerjakan tugas mereka dengan baik"

"Saatnya meminum jus apel"

Roter berdiri dan berjalan keluar dari ruangan tersebut. Disela-sela itu, Monika akhirnya pulang sekolah sambil membawa temannya untuk bermain bersama dikamarnya.

"Aku pulang" ucapnya.

"Kau sudah pulang?" tanya Roter.

"Yeah, hari ini kami dipulangkan 10 menit lebih awal"

"Ngomong-ngomong, siapa yang kau bawa ini? temanmu yang tadi pagi?"

"Iya, dia temanku, dia mau bermain denganku, namanya Miruko" jawab Monika, melepaskan sepatunya.

"Sa-salam kenal..." Miruko tampak canggung.

"Ya sudah, tapi jangan ribut diatas"

"Iya...." jawab Monika dan Miruko.

Mereka berdua pun pergi ke lantai atas. Namun, Miruko tiba-tiba ditahan oleh Roter membuatnya sedikit canggung dan ketakutan.

"Tak perlu takut, aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu" Roter berbisik.

"A-ada apa, yah?"

"Apakah Monika punya rahasia di sekolahnya? semacam seseorang yang dia sukai atau memiliki pacar"

"A-ada satu... Tapi dia h-hanya sebatas suka,"

"Ohh ternyata begitu, tetap awasi dia. Sebagai kakaknya, aku tak suka melihat dia pacaran"

"Ba-baik, kak..."

"Hahaha.... Aku suka sikapmu" Roter menepuk bahu Miruko. Ia lalu pergi ke dapur meninggalkannya.

Miruko kemudian cepat-cepat naik ke lantai atas menyusul Monika dikamarnya.

"Kira-kira kita akan melakukan apa besok?" ucap Roter.

"Aha! mungkin berjalan-jalan disekeliling kawasan ini" tambahnya.

Episodes
1 EPISODE 1 - Pensiun
2 EPISODE 2 - Alien dan kafe
3 EPISODE 3 - Persiapan
4 EPISODE 4 - Berangkat
5 EPISODE 5 - Jepang
6 EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7 EPISODE 7 - Teman lama
8 EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9 EPISODE 9 - Kekacauan
10 EPISODE 10 - Pekerjaan
11 EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12 EPISODE 12 - Musuh
13 EPISODE 13 - Konflik
14 EPISODE 14 - Permainan
15 EPISODE 15 - Rapat
16 EPISODE 16 - Mata-mata
17 EPISODE 17 - Great Purge
18 EPISODE 18 - Timur Tengah
19 EPISODE 19 - Eksekusi
20 EPISODE 20 - Pembahasan
21 EPISODE 21 - Licik!
22 EPISODE 22 - Kisah
23 EPISODE 23 - Penyakit
24 EPISODE 24 - Kecurigaan
25 EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26 EPISODE 26 - Pulang
27 EPISODE 27 - Hari yang biasa
28 EPISODE 28 - Kunjungan
29 EPISODE 29 - Obrolan
30 EPISODE 30 - Seseorang
31 EPISODE 31 - Hari cerah
32 EPISODE 32 - Rumah
33 EPISODE 33 - Do Svidaniya
34 EPISODE 34 - Nostalgia
35 EPISODE 35 - Perjalanan
36 EPISODE 36 - Telah sampai
37 EPISODE 37 - Perkara sulit
38 EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39 EPISODE 39 - Motivasi
40 EPISODE 40 - Pertemuan
41 EPISODE 41 - Veteran
42 EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43 EPISODE 43 - Rencana
44 EPISODE 44 - Ketakutan
45 EPISODE 45 - Kesalahan
46 EPISODE 46 - Dokumen
47 EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48 EPISODE 48 - Masalah Besar
49 EPISODE 49 - Resolusi
50 EPISODE 50 - Awal
51 EPISODE 51 - Rutinitas
52 EPISODE 52 - Kegiatan
53 EPISODE 53 - Latihan
54 EPISODE 54 - Draft
55 EPISODE 55 - Gelagat
Episodes

Updated 55 Episodes

1
EPISODE 1 - Pensiun
2
EPISODE 2 - Alien dan kafe
3
EPISODE 3 - Persiapan
4
EPISODE 4 - Berangkat
5
EPISODE 5 - Jepang
6
EPISODE 6 - Memulai kehidupan
7
EPISODE 7 - Teman lama
8
EPISODE 8 - Sebuah arti penting
9
EPISODE 9 - Kekacauan
10
EPISODE 10 - Pekerjaan
11
EPISODE 11 - Tentang kehidupan
12
EPISODE 12 - Musuh
13
EPISODE 13 - Konflik
14
EPISODE 14 - Permainan
15
EPISODE 15 - Rapat
16
EPISODE 16 - Mata-mata
17
EPISODE 17 - Great Purge
18
EPISODE 18 - Timur Tengah
19
EPISODE 19 - Eksekusi
20
EPISODE 20 - Pembahasan
21
EPISODE 21 - Licik!
22
EPISODE 22 - Kisah
23
EPISODE 23 - Penyakit
24
EPISODE 24 - Kecurigaan
25
EPISODE 25 - Kegiatan kotor
26
EPISODE 26 - Pulang
27
EPISODE 27 - Hari yang biasa
28
EPISODE 28 - Kunjungan
29
EPISODE 29 - Obrolan
30
EPISODE 30 - Seseorang
31
EPISODE 31 - Hari cerah
32
EPISODE 32 - Rumah
33
EPISODE 33 - Do Svidaniya
34
EPISODE 34 - Nostalgia
35
EPISODE 35 - Perjalanan
36
EPISODE 36 - Telah sampai
37
EPISODE 37 - Perkara sulit
38
EPISODE 38 - Sankt Petersburg
39
EPISODE 39 - Motivasi
40
EPISODE 40 - Pertemuan
41
EPISODE 41 - Veteran
42
EPISODE 42 - Aktivitas biasa
43
EPISODE 43 - Rencana
44
EPISODE 44 - Ketakutan
45
EPISODE 45 - Kesalahan
46
EPISODE 46 - Dokumen
47
EPISODE 47 - Jangan Gegabah!
48
EPISODE 48 - Masalah Besar
49
EPISODE 49 - Resolusi
50
EPISODE 50 - Awal
51
EPISODE 51 - Rutinitas
52
EPISODE 52 - Kegiatan
53
EPISODE 53 - Latihan
54
EPISODE 54 - Draft
55
EPISODE 55 - Gelagat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!